Terlahir kembali di dalam tubuh penggemar rahasia suaminya sendiri apa yang akan Allea lakukan?
Allea Calista, meninggal akibat tertabrak truk saat bertengkar dengan suaminya sendiri, Arkan. Namun sebuah keajaiban, membawanya kembali hidup di dunia untuk membalas kematian yang di alaminya, apakah segalanya akan berubah? Akankah Allea kembali bersama Arkan? Atau justru dia menemukan cinta baru dalam hidupnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 - Tersihir
"Kamu benar-benar tidak sopan, bagaimana kamu biarin aku nunggu di luar," decaknya sambil menahan pintu yang sedikit lagi tertutup.
"Tapi saya mau mandi dulu Tuan, saya merasa risih kalau ada cowok di dalam rumah," ucap Rania.
"Terus, kamu mau biarin aku nunggu di luar, seperti sopir?!" Keluh Arkan tak terima.
"Tapi--," belum sempat Rania menyelesaikan kata-katanya, Arkan sudah menerobos masuk lebih dulu.
"Cepat, kalau mau mandi. Tenang saja, aku bukan orang mesum yang suka liat cewek lagi mandi. Lagi pula bentuk tubuhmu itu, bukan seleraku," cibirnya sambil mendudukkan diri di sopa.
Rania menutup pintu dengan wajah membrengut kesal, namun dia tak ingin mendebat Arkan dan memilih pergi untuk bersiap-siap.
Di ruang tamu, Arkan. Dia mengedarkan pandangannya ke semua arah, melihat-lihat isi di dalam rumah yang mampu di jangkau netranya. Tatapannya berakhir pada foto Rania dan Ran yang tergantung di dinding.
"Mereka Kakak beradik, tapi sama sekali tidak mirip," komentarnya, dia berjalan menyatroni meja karena rasa penasaran dan ingin tahu yang menggelitik.
Semakin di lihat wajah Rania dan Ran memang jauh berbeda, apa lagi kalau melihat foto kecil mereka.
"Sedang apa kamu disini?!" Teguran dari seseorang membuat Arkan menoleh namun sama sekali tak membuatnya terkejut.
Tampak Ran berdiri tak jauh dari pintu, sepertinya dia baru pulang kerja. Dia menatap tajam Arkan, tatapan membunuh penuh kebencian.
Arkan mengangkat sebelah alisnya, sejak pertama bertemu dia sudah menyadari kebencian yang Ran simpan untuknya, meski Arkan tak mengerti mengapa Ran membencinya, dia juga tetap saja merasa kesal.
"Adikmu yang mengundangku datang, apa ada masalah?" Tanyanya ringan.
"Rania," geramnya kesal. Bertepatan dengan itu, Rania pun keluar, dia sudah rapi mengenakan gaun yang Arkan berikan, berikut sepatu hak tinggi dengan warna senada. Wajahnya tampak cantik dengan tataan rambut dan makeup tipis dan natural.
Ran mau pun Arkan, sontak menoleh ke orang yang sama, untuk sesaat mereka terpaku di tempat. Pesona Rania membuat jantung mereka berdetak dengan cepat.
'Adik, dia benar-benar terlihat sangat cantik,' batin Ran bergumam, matanya seakan enggan berkedip.
'Gadis ini, aku tidak menyangka setelah berdandan ternyata cantik juga. Baju dan sepatu yang aku beli untuknya ternyata sangat cocok, aku tidak salah pilih.' komentarnya dalam hati.
"Kakak sudah pulang?" Suara Rania sontak membuat Ran tersadar, dia kembali mendelik pada Arkan yang masih saja berdiri di tempat yang sama.
"Baru saja. Adik mau pergi?" Ekspresinya tiba-tiba melunak.
"Emh, ya. Tuan Arkan meminta bantuanku, dia ingin aku menjadi pasangannya ke pesta?"
Seketika Ran menunjukkan raut wajah tak suka, "kenapa harus Adik, apa tidak ada wanita lain?" Protesnya.
"Aku tidak tahu, tapi--," Rania melirik Arkan yang masih diam tak bersuara, dia hanya melihat interaksi antara Rania dan Ran sang Kakak dari tempat yang tadi.
"Hanya dia yang cocok. Aku suka kepribadiannya, lagi pula dia juga tidak membantuku dengan cuma-cuma, aku akan membayarnya setelah dia mengerjakan tugasnya," sahut Arkan, membuat Rania merasa sedikit lega karena ada yang membantunya bicara.
"Tapi Adik, Kakak merasa cemas Kakak takut orang ini punya niat jahat pada Adik," ucap Ran, matanya masih saja mendelik dan menunjukkan raut tak suka pada Arkan.
Arkan mendengus tawa, namun tak dihiraukan Ran. "Kakak. Kakak tenang saja, aku akan segera pulang aku bisa jaga diri, Kakak percaya padaku, oke." Rania meyakinkan.
"Kalau sudah cepatlah keluar, atau kita akan terlambat." Ujar Arkan dengan jengah, dia keluar lebih dulu meninggalkan Kakak beradik itu berdua.
Dia menyandarkan punggungnya di dinding, tangannya terlipat rapi di dada. Otaknya sontak bernostalgia ke saat tadi dia melihat Rania dengan balutan gaun putih itu untuk yang pertama kali.
'Kenapa? Kenapa ada perasaan tak asing yang aku rasakan terhadap wanita itu? Apa mungkin perasaanku untuk Allea perlahan memudar? Allea bisakah kamu memaafkanku jika suatu hari aku benar-benar mencintai wanita lain?' batinnya.
"Tuan," suara Rania membuat Arkan sedikit terkejut, namun dia tak menunjukkan itu, dia tetap berusaha terlihat berwibawa seperti biasa.
Hanya di depan Allea, Arkan bisa menjadi orang bodoh, dia bahkan bisa menjadi badut agar istrinya itu bisa tertawa. 'Tidak, mana mungkin Allea akan tergantikan oleh gadis biasa seperti dia, itu tidak mungkin.' Arkan berusaha menampik pikirannya sendiri.
"Tuan, apa kita tidak jadi pergi?" Rania kembali bersuara karena Arkan tak kunjung bereaksi.
"Tentu saja jadi. Apa kata klienku nanti kalau aku absen dari pesta ini."
Rania hanya mengangguk dan berjalan mengekor di belakang Arkan.
"Aku pikir Kakakmu tidak akan mengijinkanmu pergi." Ujar Arkan saat mereka tengah berada di dalam mobil.
"Ya, tadinya sih begitu, tapi Kakakku tidak akan menang kalau berdebat denganku," Rania terkekeh pelan.
"Jika aku tidak tahu hubungan kalian apa, mungkin aku akan mengira kalau Kakakmu itu menyukaimu." Ucapnya dengan pandangan fokus ke depan.
Rania mendengus tawa, terkaan Arkan itu terdengar lucu, bagaimana mungkin Ran akan suka terhadap adiknya sendiri, "kenapa, apa kau tidak percaya?"
"Err tidak, hanya saja itu terdengar konyol." Komentar Rania.
"Konyol, ya memang terdengar konyol. Tapi jika di lihat-lihat kalian benar-benar tidak mirip sama sekali, padahal kalian saudara kandung." Komentar Arkan.
"Tidak, kami bukan saudara kandung. Orangtuaku mengadopsinya saat Kak Ran masih kecil." Ucap Rania, memang itu yang dia ketahui selama ini, selebihnya dia pun tak tahu apa-apa lagi, karena tak ada ingatan jelas yang Rania asli tinggalkan di otaknya.
"Oh ternyata begitu, pantas saja kalau begitu," gumam Arkan.
"Pantas apa?" Tanya Rania bingung.
"Bukan apa-apa," ucap Arkan, "kita sudah sampai. Jangan jauh-jauh dariku, kalau kau tidak ingin tersesat." Ucapnya sambil turun lebih dulu.
"Cih, kau pikir aku tidak pernah datang ke tempat begini apa. Dulu tempat seperti ini sudah malas aku datangi, karena terlalu sering." Gerutu Rania pelan, namun dia tetap turun menyusul Arakan, takut jika pria itu menegurnya nanti.
Rania menggandeng lengan Arkan dan berjalan berdampingan memasuki tempat pesta itu.
'Rasanya masih tetap sama seperti terakhir kali aku berjalan bersamanya memasuki tempat ini, dia masih menjadi pusat perhatian seperti sebelumnya. Suamiku, apa kau akan percaya bahwa aku bisa bangkit kembali dari kematian?' tanpa sadar Rania menatap wajah Arkan cukup lama. Dia bahkan tak menyadari saat ini tengah berada dimana, pun dengan kilatan cahaya kamera yang terus mengarah padanya dan juga Arkan.
Aww... Pekik Rania saat pinggangnya di cubit oleh Arkan, "kenapa kau terus menatapku, apa ada sesuatu di wajahku?" Tegurnya pelan, gerak mulutnya ia buat sesamar mungkin agar orang lain tak menyadarinya, apa lagi saat ini dia tengah berdiri di hadapan orang-orang dan wartawan yang ingin meliput berita.
semangat thor lanjut...