DALAM TAHAP REVISI TANDA BACA
Jangan lupa follow IG Author : tiwie_sizo08
Karena insiden yang tak diinginkan, Zaya terpaksa harus mengandung benih dari seorang Aaron Brylee, pewaris tunggal Brylee Group.
Tak ingin darah dagingnya lahir sebagai anak haram, Aaron pun memutuskan untuk menikahi Zaya yang notabenenya hanyalah seorang gadis yatim piatu biasa.
Setelah hampir tujuh tahun menikah, rupanya Aaron dan Zaya tak kunjung mejadi dekat satu sama lain. perasaan yang Zaya pendam terhadap Aaron sejak Aaron menikahinya, tetap menjadi perasaan sepihak yang tak pernah terbalaskan, hingga akhirnya Aaron pun memilih untuk menceraikan Zaya.
Tapi siapa sangka setelah berpisah dari Zaya, Aaron justru merasakan perasaan asing yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Jatuh cintakah ia pada Zaya?
Akankah akhirnya Aaron menyadari perasaannya dan kembali bersama Zaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Terlalu Baik
"Apa kau sangat suka mengajar anak-anak di sana?" tanya Aaron sambil membolak-balik dokumen di tangannya.
Zaya sedikit menautkan alisnya. Ia yang sedang mengantarkan teh hangat ke ruang kerja Aaron tampak terdiam dan meraba arah pertanyaan lelaki itu.
"Duduklah dulu. Aku mau bicara." Aaron menutup dokumen di tangannya dan meletakkannya di atas meja.
Zaya menurut dan duduk di sofa yang terdapat di ruang kerja Aaron. Kemudian Aaron juga ikut duduk di sana, berhadapan dengan Zaya.
"Apa menjadi pengajar sukarela benar-benar terasa menyenangkan?" tanya Aaron lagi.
Zaya terlihat berpikir untuk menjawab apa pada Aaron.
"Aku suka anak-anak," jawabnya kemudian. "Jadi, berinteraksi dengan mereka memang terasa menyenangkan untukku."
Aaron tampak memandang Zaya agak lama.
"Lalu Albern, apa kau tidak senang menghabiskan waktu bersama putramu sendiri?" tanya Aaron.
Zaya mengangkat kepalanya dan buru-buru menggeleng.
"Bukan seperti itu," sanggahnya.
"Kamu tahu aku sangat dibatasi berinteraksi dengan Albern. Sebenarnya itu membuatku agak sedih ... Tapi dengan mengajar anak-anak di sekolah, aku jadi sedikit terhibur. Jadi bukan maksudku sengaja mengabaikan Albern. Tolong jangan salah paham," tambah Zaya lagi dengan pelan dan hati-hati.
Aaron diam dan menghela nafas. Dia tahu Zaya memang dibatasi berinteraksi dengan Albern. Itu semua atas inisiatif dari Ginna, yang mendapat persetujuannya juga.
Meski alasannya untuk masa depan Albern, Aaron tak menampik jika Zaya menjadi pihak yang tersakiti di sini, dan Aaron cukup merasa bersalah akan hal itu. Tapi kepeduliannya pada kecemerlangan masa depan Albern membuatnya menomorduakan perasaan Zaya.
Ya. Albern adalah yang utama bagi Aaron. Dia ingin putranya itu tumbuh menjadi sosok yang sempurna, dan itu hanya bisa diwujudkan jika Albern ada dalam pengasuhan Ginna, tanpa campur tangan Zaya. Begitulah yang diyakini oleh Aaron.
"Baiklah," ujar Aaron setelah berpikir cukup lama.
"Tidak masalah jika kau ingin terus bersama dengan anak-anak. Tapi kau tidak perlu menjadi pengajar sukarela di sekolah itu. Aku akan membuatkan sekolah khusus anak-anak kurang mampu untukmu. Biaya oprasional setiap bulannya akan aku tanggung.Tapi kau tidak perlu menjadi tenaga pengajar di sana, kau cukup menjadi pengelolanya saja."
Zaya tampak mencerna apa yang dikatakan Aaron barusan.
"Akan ada banyak guru untuk anak-anak nantinya, jadi kau masih punya banyak waktu untuk bersama Albern di rumah. Meski tidak mengurusnya secara langsung, paling tidak Albern harus sering melihatmu." sambung Aaron lagi.
Zaya masih terdiam dan berusaha memahami kata-kata Aaron. Apa saat ini Aaron sedang mencoba bersikap baik padanya? Dan apa juga maksudnya menjadi pengelola sekolah. Apa itu artinya Zaya cukup jadi penonton saja?
"Aku ... tidak mengerti maksudmu," ujar Zaya akhirnya. "Apa hanya boleh sekedar melihat-lihat saja?"
Aaron mendesah kesal.
"Maksudku, kau tidak perlu menjadi pengajar sukarela lagi karena aku akan membangun sekolah baru untukmu. Sekolah milikmu sendiri. Kau hanya perlu mengawasi sambil berinteraksi dengan anak-anak. Jadi tidak perlu terlalu sibuk dan lelah karena kau adalah pemiliknya," terang Aaron lagi.
Zaya membeliak sambil sedikit ternganga. Cepat-cepat ditutupnya mulutnya itu dengan telapak tangannya.
"Sekolah milikku sendiri?" tanyanya tidak percaya.
"Iya," jawab Aaron.
"Jadi aku bisa mengumpulkan anak-anak kurang mampu sebanyak yang aku mau?" tanyanya lagi.
"Iya."
"Tapi apa fasilitasnya akan sebagus di tempat aku mengajar?"
"Tentu saja. Bahkan aku bisa membuatnya lebih bagus lagi."
"Benarkah?"
Zaya semakin antusias. Raut wajah seriusnya itu terlihat sedikit lucu, membuat Aaron harus berusaha keras untuk tidak tersenyum.
"Apa aku terlihat sedang berbohong?" tanya Aaron akhirnya.
Zaya terdiam. Kemudian menggeleng cepat.
"Tentu saja aku serius. Aku akan minta Dean untuk mengatur orang menyiapkan semuanya. Jadi kau tinggal tunggu sampai semuanya selesai. Mulai sekarang, kau tidak perlu menjadi pengajar sukarela lagi. Mengerti?"
Aaron memandang ke arah Zaya.
Zaya sendiri agak terkesiap, sebelum akhirnya mengangguk tanda mengerti.
Aaron pun sedikit menarik sudut bibirnya.
"Sekarang kau boleh pergi. Masih ada yang harus aku selesaikan." perintahnya kemudian.
Zaya yang mendengarnya buru-buru bangun dari duduknya.
"Baiklah, aku pergi dulu." Zaya beranjak. Tapi sejurus kemudian ia kembali menoleh kepada Aaron.
"Terima kasih," ujarnya ragu.
"Hmm," jawab Aaron acuh.
Zaya yang menyadari Aaron telah kembali pada sikap dinginnya buru-buru keluar dari ruang kerja Aaron. Jangan sampai Zaya membuatnya jadi berubah pikiran.
Mempunyai sekolah yang bisa memberikan ilmu pada anak-anak kurang mampu sepertinya terdengar bagus. Zaya tak sabar menunggu Aaron mewujudkannya. Jadi Zaya tidak ingin menghancurkan itu dengan membuat Aaron tidak senang.
Diam-diam Zaya merasa sangat bahagia, seperti ada bunga yang bermekaran di hatinya.
***
Setelah pembicaraan dengan Aaron waktu itu, Zaya memutuskan menuruti kata-kata Aaron untuk tidak lagi menjadi pengajar sukarela. Ia kembali menghabiskan waktunya di rumah dan menjalani rutinitasnya seperti sebelumnya.
Tidak ada kabar lebih lanjut tentang sekolah baru yang akan dibangun Aaron. Sebenarnya Zaya merasa penasaran dengan perkembangannya, tapi ia tidak punya keberanian untuk menanyakannya pada Aaron. Dan saat Zaya berniat menghubungi Asisten Dean, ia langsung teringat dengan pesan Aaron yang tak memperbolehkannya menghubungi laki-laki lain, termasuk asisten suaminya itu sendiri.
Hingga akhirnya, siang itu Asisten Dean datang bersama sopir pribadi Aaron, mengatakan jika mereka diperintahkan Aaron untuk menjemput Zaya.
"Sebenarnya kita mau kemana, Asisten Dean?" tanya Zaya saat mereka dalam perjalanan.
"Nyonya akan segera tahu," jawab Asisten Dean sambil sedikit menoleh kebangku penumpang.
Zaya menghela nafas dan kembali diam. Sepertinya ia harus sedikit bersabar karena tidak mendapatkan jawaban memuaskan dari asisten suaminya itu. Tapi rasa penasaran Zaya tak berlangsung lama, pasalnya tak lama kemudian, mobil yang ditumpanginya berhenti disebuah tempat.
Asisten Dean turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Zaya. Masih dengan raut bingung, Zaya akhirnya turun dari mobil itu.
Zaya sedikit tertegun. Tampak di hadapannya sebuah bangunan sekolah yang cukup besar berdiri di lahan yang luas, lengkap dengan taman bermain dan pagar setinggi dada dengan cat warna-warni. Ceria khas anak-anak.
"Mari, Nyonya. Tuan sudah menunggu di dalam." Asisten Dean mempersilahkan Zaya untuk berjalan mengikutinya.
Zaya pun melangkah sambil memperhatikan sekelilingnya. Bangunan ini terlihat baru saja dibangun. Nampak masih ada beberapa pekerja yang sedang melakukan finishing.
Mereka lalu berhenti di sebuah ruangan yang terlihat punya desain yang agak berbeda dari yang lainnya. Tampak kesan feminim mendominasi ruangan tersebut. Dan terlihat Aaron sudah menunggu didalam sana.
"Saya tinggal dulu, Nyonya." Asisten Dean membungkuk hormat pada Zaya, kemudian berlalu.
Kini tinggallah Zaya dan Aaron yang masih sama-sama diam.
"Kemarilah." Suara Aaron memecah kesunyian.
Zaya menurut. Ia melangkah masuk ke dalam ruangan itu dan mendekati Aaron.
"Apa kau suka bangunan sekolahnya?" tanya Aaron kemudian.
Zaya masih tidak bisa berbicara karena terlalu senang. Ia hanya mengangguk mengiyakan.
"Dean juga sudah mengatur para guru yang akan mengajar di sini. Jadi tahun ajaran baru ini kau sudah bisa membuka pendaftaran penerimaan murid," ujar Aaron lagi.
Lagi-lagi Zaya hanya mengangguk tanpa bisa menjawab.
"Apa kau suka ruangan ini?" Aaron kembali bertanya.
Zaya memperhatikan sekelilingnya dan kembali mengangguk.
"Ini adalah ruang kerjamu. Aku sengaja meminta para pekerja untuk menambahkan bunga-bunga hidup di sini. Bu Asma bilang belakangan ini kau sedang suka menanam bunga."
Kali ini Zaya memandang ke arah Aaron dengan raut wajah tak percaya. Aaron mencari tahu tentang Zaya dari Bu Asma. Apa sekarang Aaron sudah mulai peduli padanya?
"Kenapa dari tadi kau hanya diam saja?" tanya Aaron kemudian. "Apa jangan-jangan bangunannya tidak cukup bagus? Atau tidak sesuai dengan keinginanmu?"
Aaron menatap Zaya penuh selidik. Cepat-cepat Zaya menggelengkan kepalanya.
"Bukan seperti itu. Aku ... hanya terlalu senang," jawabnya kemudian.
"Aku terlalu senang sampai tidak tahu harus berkata apa," tambahnya lagi.
Tampak Aaron menghela nafas lega.
"Ayo kita melihat-lihat ruangan yang lain," ajaknya pada Zaya sambil melangkah keluar dari ruang itu. Zaya mengekor di belakang Aaron. Masih sulit rasanya Zaya menjabarkan apa yang saat ini ia rasakan. Entah ia harus merasa senang atau justru takut dengan sikap Aaron yang sekarang ini.
"Tunggu sebentar. Aku harus mengangkat panggilan ini." suara Aaron tiba-tiba menghentikan langkah Zaya.
Zaya mengangguk dan membiarkan Aaron sedikit menjauh darinya.
Dipandangnya Aaron yang tengah berbicara serius dengan seseorang lewat ponselnya. Tiba-tiba ia menjadi dilema dengan sikap Aaron yang menjadi baik saat ini. Rasa sedih perlahan menyusup bercampur dengan rasa bahagia yang tengah memenuhi hatinya.
'Harusnya tak perlu seperti ini, Aaron. Jangan terlalu baik padaku, nanti aku bisa salah paham dan semakin dalam mencintaimu. Aku takut jika nanti tiba saatnya kita berpisah, aku malah tak bisa melepaskanmu.'
Bersambung ....
jangan sedikit-sedikit marah, menangis 😭 dan Mengabaikan suami.
bisa-bisanya mamanya dikasi. zombie
baru merasa kehilangan ya Aaron
waktu zaya kau menghina dan menyeretnya seperti sampah di rumah mu menyakiti nya di tempat tidur dia tetap memaafkan dan bertahan padamu.
dia tidak meminta hartamu Aaron hanya kasih sayang perhatian atau lebih tepatnya CINTA.
tapi setelah berpisah baru kau merasa kehilangan
masih waras kah Aaron?
karena zaya patut di perjuangkan
seganti g apapun laki-laki kalau tak bisa menghargai ya percuma