Dambi nekat mencari gigolo untuk memberikan keperawanannya. Ia pikir kalau dirinya tidak perawan lagi, maka laki-laki yang akan dijodohkan dengannya akan membatalkan pertunangan mereka.
Siapa sangka kalau gigolo yang bertemu dengannya di sebuah hotel adalah profesor muda di kampusnya, pria yang akan dijodohkan dengannya. Dambi makin pusing karena laki-laki itu menerima perjodohan mereka. Laki-laki itu bahkan membuatnya tidak berkutik dengan segala ancamannya yang berbahaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertunangan
Jam tujuh malam, Angkasa dan Dambi sudah tiba di tempat di perusahaan milik Angkasa. Dambi sempat mencari segala cara agar tidak mengikuti pesta malam ini, sayangnya Angkasa jauh lebih pintar darinya. Pria itu seolah sudah tahu semua trik yang coba dia lakukan. Bahkan Angkasa sampai menunggunya bersiap dalam kamarnya hanya untuk mencegah dirinya tidak kabur. Akhirnya di sinilah mereka sekarang. Perusahaan besar milik keluarga Angkasa yang memiliki ratusan karyawan itu. Dambi sudah pasrah. Malam ini laki-laki itu akan resmi menjadi tunangannya.
Mereka masuk berdampingan. Angkasa menggandeng tangan Dambi. Penjaga pintu yang langsung mengenali Angkasa membungkuk hormat ketika mereka masuk melewatinya. Seluruh pekerja di perusahaan itu mengenal Angkasa. Tentu saja karena dia adalah anak bos mereka dan satu-satunya ahli waris.
Ruang pesta itu didekorasi dengan
indah, didominasi warna putih. Lampu-lampu berkilauan yang hampir tidak terhitung jumlahnya menggantung di langit-langit gedung dan lantai yang dilapisi karpet merah yang panjang dari depan pintu.
Tampaknya acara ulangtahun kantor ini memang dibuat semeriah mungkin. Ketika mereka masuk ke aula pesta, semua mata fokus pada kedatangan Angkasa dan Dambi.
Dambi langsung gugup sekaligus risih diperhatikan banyak orang. Ia tidak biasa. Dan tidak suka tentu saja. Gadis itu tidak suka menjadi bahan perhatian.
"Tidak perlu gugup, ada aku." bisik Angkasa lembut kemudian meraih jemari Dambi agar gadis itu merasa lebih nyaman dan santai. Angkasa bisa merasakan kalau gadis itu tidak terbiasa dengan acara-acara seperti ini.
Tamu-tamu dan karyawan yang hadir tampak saling mengobrol dan menikmati minuman yang diedarkan oleh para pelayan berseragam
hitam putih.
"Lihat wanita yang datang bersama pak Angkasa, apa itu pacarnya?"
"Menurutku wajahnya terlalu biasa. Tidak cocok dengan pak Angkasa yang sangat tampan. "
"Dia sangat beruntung."
"Menurutku mereka serasi kok."
Dambi merasa telinganya sangat panas mendengar bisikan-bisikan tersebut. Ia kesal mereka dan tidak terima mendengar mereka membanding-bandingkan dirinya dengan Angkasa. Dasar orang-orang julid. Sementara Angkasa disebelahnya malah tertawa kecil.
"Jaga emosimu. Mereka bukan siapa-siapa." Angkasa menunduk dan berbisik ditelinga Dambi. Pria itu sebenarnya berniat mau meledek tapi tidak tega. Seharian ini ia tahu Dambi sudah kesal, jadi dia tidak tega menambah kekesalan gadis itu.
"Aku mau pestanya cepat selesai agar bisa pulang secepatnya." Dambi balas berbisik dengan perkataan jujur. Angkasa terkekeh.
"Kita baru sampai, pertunangan kita bahkan belum diumumkan. Bagaimana kau sudah berpikir untuk pulang?" balas pria itu. Dambi mendengus pelan. Apa pedulinya. Lagian dia juga mau bertunangan karena terpaksa. Karena dirinya mendapat ancaman dari berbagai pihak. Apalagi di hari yang dia anggap penting ini orangtua dan sahabat-sahabatnya bahkan tidak ada.
"Dambi!" Dambi baru saja mau mengomel lagi namun kedatangan Yuka dan Gery yang tiba-tiba langsung memperbaiki suasana hatinya. Ia jadi lupa kalau dia sedang kesal saking senangnya melihat kedua sahabatnya itu.
"Gery, Yuka bagaimana bisa?" seru Dambi semangat.
"Pak Angkasa ngundang kita berdua. Katanya kami berdua harus ada karena ini hari penting kamu." ujar Yuka melirik sebentar ke Angkasa yang berdiri di samping Dambi. Gery ikut melirik pria itu dan membungkuk hormat. Tentu saja ia menghormati pria itu sebagai dosen mereka.
Angkasa tersenyum singkat. Ia tahu mereka bertiga sudah sahabatan dari SMA. Ia tak sengaja mendengarnya dari sesama dosen yang kebetulan sedang membicarakan mereka awal-awal dirinya mengajar di kampus. Itu sebabnya Angkasa mengundang mereka datang dengan bantuan Kevin. Menurutnya kehadiran dua orang itu akan membuat suasana hati Dambi lebih senang. Dan dia benar. Dambi sungguh-sungguh senang melihat mereka. Tentu Angkasa ikut senang.
"Kau dengan mereka dulu ya, aku ke sana sebentar." gumam Angkasa pelan ditelinga Dambi. Ia menunjuk ke beberapa rekan bisnis mereka yang berdiri dibagian tengah sambil berbincang-bincang dengan Kevin.
"Astaga Dambi, aku nggak nyangka kamu bakalan punya tunangan. Mana keren banget kayak pak Angkasa lagi." seru Yuka antusias selepas kepergian Angkasa. Gery yang berdiri disebelah malah tertawa geli. Yuka memang cewek heboh.
"Keren apanya, nyebelin iya." kata Dambi tak bersemangat.
"Kenapa, masih nggak terima dijodohin? Kabur aja." balas Gery yang langsung mendapat cubitan pelan dari Yuka. Gadis itu memperingatkan dengan tatapan tajamnya.
"Kamu gimana sih Ger, jangan kasih ajaran sesat dong." semprotnya. Gery malah bersikap acuh tak acuh. Dambi sendiri hanya bisa mendes ah berat. Walau mau kabur ia tidak bisa. Angkasa sudah mengancam akan membeberkan dirinya yang sengaja mau menyewa gigolo kalau sampai dia kabur. Ya sudahlah, pasrah saja.
"Oh ya, calon mertua kamu mana?"
Yuka menatap sekeliling diikuti Dambi. Sejak tadi ia memang belum bertemu dengan mertuanya. Bahkan batang hidung mereka pun tidak kelihatan sama sekali. Mungkin sedang bersiap-siap di ruangan khusus. Ini kan acara mereka juga. Dia dan Angkasa hanya tambahan.
Tak lama selang itu, sepasang suami istri yang mereka tanyakan tadi muncul berdampingan. Semua mata tertuju pada pasangan tua yang tampak serasi tersebut. Mereka naik ke panggung dan tuan Duppon mulai berbicara. Lelaki paruh baya itu memberi pidato singkat dan berterimakasih pada karyawan setelah itu pidatonya di akhiri dengan tepuk tangan meriah.
"Dan yang terakhir, saya dan istri saya ingin hari ini kalian semua menjadi saksi pertunangan kedua anak kami."
perkataan tersebut berhasil membuat suasana berubah riuh. Tak sedikit dari perempuan yang hadir patah hati.
"Pak Angkasa mau tunangan? Apa jangan-jangan sama cewek tadi yah?"
"Dada aku sesak, tolongin."
"Angkasa, Dambi, ayo kedepan." ucap tuan Duppon memanggil anak dan calon menantunya dari depan.
Dengan gagahnya Angkasa melewati orang-orang tersebut, menghampiri Dambi dan menggandeng gadis itu bersama naik ke panggung. Pria itu sama sekali tidak gugup, tidak seperti Dambi yang sejak tadi menahan rasa malunya yang amat sangat. Bagaimana tidak malu coba kalau semua orang memperhatikannya.
"Kau gugup?" bisik Angkasa sengaja. Dambi memberinya tatapan tajam. Sudah tahu nanya.
"Semuanya, hari ini kedua anak kami resmi bertunangan. Ayo pasang cincinnya." kata tuan Duppon lagi. Angkasa kemudian mengeluarkan sepasang cincin dari saku jasnya dan memasangkan ke jari Dambi, begitu pula sebaliknya. Setelah itu semua orang memberikan tepuk tangan meriah. Mama Angkasa memeluk Dambi dengan bahagia.
"Mulai sekarang kamu panggil kami mama dan papa ya sayang." gumam mama Angkasa senang. Mau tak mau Dambi mengiyakan dengan senyum paksa. Ia masih tidak percaya dirinya sudah punya tunangan. Padahal pengalaman pacaran saja tidak ada.