Pernikahan yang tidak mendapat restu dari kedua belah pihak keluarga seringkali menjadi konflik batin bagi menantu.
Zakia, gadis yang menikah dengan seorang pria yang meminangnya dengan penuh cinta harus menghadapi liku-liku hidup yang membuat ia begitu tertekan setiap hari karena perlakuan ibu mertuanya yang sangat kejam.
Akankah Zakia bisa menaklukkan ibu mertuanya? Akankah Zakia bisa membungkam Kejulitan ibu mertuanya?
Yuk! Ikuti kisah Zakia selanjutnya..!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Harni zulesta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Kecemasan Bryan
Bu Siska menatap malas kepada Bryan yang meminta untuk berbicara dengan Bu Atika, karena ia takut nanti Bryan akan berbicara yang macam-macam karena rasa cemas yang menurut Bu Siska sangat tidak berguna itu.
"[Halo, Jeng! Apa Jeng Siska masih bisa mendengar saya?] tanya Bu Atika dari seberang sana.
"[Ehh iya, Jeng! Saya masih di sini kok, Jeng!]" sahut Bu Siska dengan malas.
"[Jadi bagaimana, Jeng Siska? Apakah Jeng Siska bisa ke rumah sakit sekarang, untuk mengurus menantu Jeng Siska yang pingsan di pasar?]" tanya Bu Atika mulai kesal, karena Bu Siska hanya menjawab acuh tak acuh saja.
"Iya, Jeng! Nanti kami akan menyusul ke rumah sakit. Terima kasih sudah mengabarkan, Jeng!]" sahut Bu Siska.
Klik.
Setelah itu Bu Siska mematikan panggilan secara sepihak, tanpa basa-basi terlebih dahulu.
"Ada apa, Ma? Zakia kenapa, Ma?" tanya Bryan semakin cemas mendengar kata rumah sakit.
"Aduh, cerewet sekali kau ini Bryan! Sudah tidak bisa memberikan uang, sekarang malah makin merepotkan. Istrimu yang tidak berguna itu sekarang ada di rumah sakit, karena ia pingsan di pasar. Pasti setelah ini akan ada uang keluar lagi, karena ulah si udik itu," jawab Bu Siska dengan kesal.
Deg.
Jantung Bryan terasa mau copot mendengar ucapan ibunya. Ternyata firasat tidak enak yang ia rasakan dari tadi adalah pertanda bahwa Zakia sedang mengalami hal yang buruk. Kecemasan Bryan semakin menjadi-jadi. Air mata meleleh di pipi Bryan, saking takutnya kalau Zakia kenapa-napa.
"Ya Tuhan! Zakia ke rumah sakit diantar oleh siapa, Ma? Dan siapa yang menelpon Mama tadi? Lalu Zakia saat ini sedang berada di rumah sakit mana, Ma? Apa orang itu mengatakan bagaimana kondisi Zakia sekarang, Ma?" tanya Bryan bertubi-tubi.
Bu siska semakin muak mendengarnyain, ia menutup telinganya sambil menatap ke arah Bryan dengan tatapan kesal.
"Tidak perlu lebay seperti itu, Bryan! Istrimu itu pasti akan baik-baik saja, tidak perlu berisik seperti itu membuat kupingku sakit!" ucap Bu Siska.
"Jangan-jangan wanita udik itu hanya bersandiwara pingsan saja, Ma! Agar ia tidak disuruh mencari uang dan menyetor kepada Mama hari ini." asumsi jelek Clara mulai muncul.
"Astaghfirullah, Mbak! Kenapa Mbak selalu berusaha untuk menjelekkan nama Zakia di hadapan Mama? Padahal Zakia sudah berusaha keras untuk memenuhi semua persyaratan dari mama. Zakia tadi pagi sudah mual-mual dan wajahnya juga sangat pucat saat ia akan pergi mencari pekerjaan.
Aku sudah melarangnya berulang kali, tapi Zakia tetap bersikeras untuk pergi mencari pekerjaan agar ia bisa memberikan setoran uang kepada Mama hari ini. Zakia sudah berusaha keras untuk menuruti semua keinginan mama, kenapa Mbak selalu saja ingin memperburuk nama Zakia?" Bryan menyela ucapan Clara yang tidak disaring itu.
"Aku kan bilang mungkin, Bryan! Wajar dong kalau masing-masing orang mempunyai asumsi sendiri. Benar kan, Ma?" tanya Clara meminta dukungan ibu mertuanya.
Bu Siska mengangguk seperti burung beo, apapun yang dikatakan Clara, menurutnya itu adalah suatu kebenaran.
"Clara benar! Aku juga curiga kalau wanita itu hanya mencari alasan agar ia tidak memberikan setoran kepadaku hari ini. Ingatlah! Bahwa cicilan kalian masih banyak, belum lagi uang untuk membayar makan kalian sehari-hari di sini," sahut Bu Siska membuta Bryan semakin terluka.
Bagaimana bisa seorang anak kandung diperlakukan buruk seperti itu? Bahkan ia harus membayar makan di rumah ibunya sendiri. Bryan yang malang hanya bisa diam, karena saat ini ia tidak berdaya sama sekali.
"Ma! Ayo kita ke rumah sakit sekarang! Pasti saat ini Zakia sedang membutuhkan kita di sana. Aku mohon, Ma!" Bryan memohon dengan wajah memelas.
"Huh, wanita itu benar-benar membawa sial di keluarga ini. Semenjak dia datang ke rumah ini, kesialan selalu datang menghampiri. Belum selesai urusan kau kecelakaan waktu itu, sekarang sudah muncul pula kesialan yang lain. Kau pikir berobat di rumah sakit tidak butuh uang? Uang dari mana yang akan dipakai untuk biaya pengobatan istrimu itu?" tanya Bu Siska.
"Aku mohon, Ma! Aku janji setelah kondisiku mulai membaik, aku akan segera mencari pekerjaan lagi untuk memberikan uang kepada Mama, sekaligus membayar semua hutang kami kepada Mama. Aku mohon bantu Zakia untuk kali ini saja, Ma!" Bryan bersimpuh.
Ia tidak peduli kalau kakinya yang masih butuh perawatan itu sekarang terasa sangat nyeri. Yang ada di pikirannya sekarang adalah bagaimana kondisi Zakia dan bagaimana cara agar ibunya bersedia untuk meminjamkan uang lagi kepadanya, untuk membayar biaya administrasi di rumah sakit.
Sebenarnya Bu Siska sangat malas untuk membayar biaya pengobatan Zakia. Akan tetapi karena yang mengabarkan tadi adalah teman arisannya, maka Bu siska terpaksa harus pergi ke rumah sakit untuk menyusul menantunya yang selalu merepotkan itu.
Bu Siska takut kalau besok Bu Atika akan bertanya bagaimana kondisi Zakia setelah pingsan dan dibawa ke rumah sakit. Bu Atika adalah orang yang sangat kepo, pasti ia akan mempunyai seribu macam cara untuk mengorek informasi dan membicarakannya kepada teman-teman mereka. Bu Siska tentu saja tidak mau membuat namanya buruk di hadapan teman-temannya, jadi ia berpikir untuk pergi ke rumah sakit melihat kondisi Zakia.
Bu Siska juga berpikir kalau saat ini Bu Atika ada di sana, karena dialah yang mengabarkan tentang Zakia yang pingsan. Itu bisa menjadi bahan untuk menaikkan popularitasnya di hadapan teman-temannya sebagai mertua yang baik.
"Ya, baiklah! Kita ke rumah sakit sekarang!" jawab Bu Siska membuat wajah Bryan langsung cerah.
"Terima kasih, Ma! Aku janji..."
"Sudah, cukup! Aku tidak butuh janji palsumu itu, Bryan! Sekarang cepat bersiap sebelum aku berubah pikiran!" titah Bu Siska.
Bryan mengangguk, ia segera bergegas untuk bersiap-siap agar ia bisa segera menemui istrinya di rumah sakit. Sementara Bu Siska dan Clara sudah duluan ke mobil.
*****
"Permisi, Sus! Pasien atas nama Zakia Maharani ada di ruangan mana?" tanya Bryan kepada resepsionis.
Setelah turun dar mobil, Bryan langsung mempercepat langkahnya masuk ke rumah sakit itu. Rasa sakit dikakinya tidak ia rasakan lagi saking cemasnya. Sementara ibu dan kakak iparnya masih jauh tertinggal di belakang, atau mungkin mereka belum turun dari mobil. Bryan tidak tahu pasti, fokusnya hanya ingin melihat kondisi istrinya.
"Sebentar saya cek dulu, Pak!" sahut suster itu.
Tidak butuh waktu lama untuk mengecek ruang rawat Zakia.
"Pasien atas nama Zakia Maharani ada di ruangan mawar, Pak! Kebetulan tadi dokter yang menangani pasien juga berpesan agar keluarga pasien menemui dokter Rita di ruangannya. Sepertinya ada hal penting yang akan disampaikan oleh dokter Rita tentang kondisi pasien!" ucap suster itu.
Deg.
Perasaan Bryan semakin tidak karuan mendengar ucapan suster.