NovelToon NovelToon
TUMBAL TERAKHIR

TUMBAL TERAKHIR

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Horor / Iblis / Fantasi Timur
Popularitas:447
Nilai: 5
Nama Author: pena biru123

Ini adalah kisah wanita bernama Ratih, yang pulang dari merantau tiga tahun yang lalu, dia berniat ingin memberi kejutan pada neneknya yang tinggal disana, namun tanpa dia ketahui desa itu adalah awal dari kisah yang akan merubah seluruh hidup nya

bagaimana kisah selanjutnya, ayok kita baca

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pena biru123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 21

Satu bulan. Waktu terasa seperti sungai es yang mengalir sangat cepat. Di Sarang Serigala Salju, gua es alami yang hangat, menjadi tempat pelatihan yang keras dan tanpa ampun bagi Ratih dan kawan-kawan nya. Luna, dengan pengalaman ribuan tahunnya, adalah pelatih yang brutal namun bijaksana.

Pemulihan adalah tahap pertama, dan itu menyakitkan. Serigala Salju mengeluarkan racun dari tubuh Ratih, Wijaya, Jaya, dan Dara menggunakan campuran sihir es dan rebusan akar Silvernale yang langka—tanaman yang hanya tumbuh di puncak tertinggi Pegunungan Puncak Dunia.

Bau obat itu pahit, menusuk, dan proses penyembuhannya meninggalkan sensasi dingin yang membakar.

Ratih, tanpa Liontin Api Birunya, adalah yang paling lemah. Rasa dingin Ketiadaan yang ditinggalkan Penguasa menembus tulangnya. Ia tidak hanya harus menyembuhkan luka fisik, tetapi juga luka dalam di jiwanya.

"Fokus!" bentak Luna, saat Ratih ambruk setelah mencoba memanggil setitik api. "Api Biru ada di dalam dirimu! Itu bukan hadiah dari Liontin, itu adalah kehendak-mu untuk hidup dan melindungi! Paksakan ia keluar dari kehampaan itu!"

Pelatihan Ratih berpusat pada meditasi ekstrem. Luna memaksanya duduk di tengah badai salju buatan, mengajari Ratih untuk menarik energi murni dari alam—bukan api, tetapi kehidupan itu sendiri—untuk mengisi kekosongan.

Latihan Ratih: Meditasi di suhu ekstrem, mencoba memanipulasi es alami gua, dan secara perlahan memaksa percikan Api Biru dari kehendaknya alih-alih dari inti energinya.

Sementara Ratih bergulat dengan kehampaannya, Wijaya, Jaya, dan Dara menemukan bahwa ketergantungan mereka pada Api Biru Ratih selama ini telah menutupi potensi sejati mereka.

Wijaya, sang ksatria, harus bertarung melawan Lyra, Serigala Salju tercepat, tanpa pedangnya. Luna menyegel kemampuan fisik Wijaya, memaksanya hanya menggunakan kecepatan refleks dan analisis medan perang.

"Pedangmu hanya perpanjangan tangan!" raung Luna. "Jika pikiranmu lambat, pedang terbaik pun hanyalah besi rongsokan! Temukan kecepatan di dalam dirimu, Wijaya!"

Jaya dan Dara dilatih bersama oleh Sagara. Jaya, si pemanah, harus belajar memanifestasikan anak panah dari energi murninya sendiri, bukan hanya mengandalkan Api Biru Ratih untuk membakar.

Latihan Jaya: Memanah tanpa busur dan anak panah fisik, hanya menggunakan fokus untuk menciptakan proyektil energi.

Dara, kekuatannya adalah ilusi, kini harus menciptakan ilusi yang berwujud dan bertahan lama tanpa energi luar. Ia dilatih untuk mengubah emosi murni menjadi proyeksi yang kokoh.

Latihan Dara: Mengubah ketakutan menjadi perisai kabut, dan harapan menjadi panah cahaya.

Saat pelatihan, kedekatan Jaya dan Dara semakin intens. Mereka berdua berjuang dengan cara yang sama: menciptakan sesuatu dari ketiadaan. Sering kali, mereka berakhir berdua di tepi gua, mempraktikkan teknik mereka.

Suatu malam, saat berlatih menembakkan panah energi, Jaya gagal total, panahnya buyar. Dara mendekat.

"Terlalu banyak amarah," bisik Dara, suaranya lembut seperti salju yang jatuh. "Fokus pada keinginan untuk melindungi, bukan pada kebencianmu pada Penguasa."

Jaya menoleh, mata mereka bertemu. Jarak di antara mereka sangat tipis, dipenuhi keheningan. Jaya merasakan detak jantungnya sendiri yang kuat.

"Aku hanya..." Jaya memulai, suaranya serak. "Aku takut jika aku tidak cukup cepat, aku tidak akan bisa melindungimu dan lainya . Seperti di Lembah itu."

Dara hanya tersenyum tipis, senyum yang meredakan rasa sakit Jaya. Dia tidak menyentuh, hanya mengangkat tangannya dan menciptakan sebuah ilusi bunga es yang mekar di udara dingin, hanya untuk Jaya.

"Kita akan melindunginya bersama," jawab Dara. Keduanya tahu bahwa ketertarikan itu nyata, sekuat dan sebersih es, tetapi belum ada yang berani memecah keheningan itu. Fokus mereka adalah kelangsungan hidup.

Bagian integral dari pelatihan adalah berburu. Untuk belajar bergerak dalam keheningan mematikan dan membaca alam, mereka harus berburu bersama para Serigala Salju.

Dalam salah satu perburuan, kelompok itu diserang oleh Troll Gua Es yang tersesat. Ratih, yang hanya memiliki sedikit energi, harus mengandalkan kelincahan yang dia pelajari dari Lyra.

Wijaya, yang melihat Ratih bergerak, tertegun. Ratih tidak lagi bertarung sebagai penyihir yang mengandalkan Api Biru yang kuat. Ia bertarung sebagai pejuang yang cerdik dan lincah, menipu Troll untuk menjebaknya di antara dua tebing es.

"Dia tidak punya kekuatan, tapi dia juga tidak menunjukkan rasa takut," pikir Wijaya, menatap mata biru es Ratih yang menusuk.

Wijaya selalu mengagumi kekuatan magis Ratih. Tapi sekarang, ia mengagumi ketabahan jiwanya—kehendak murni yang memaksa dirinya untuk bertahan hidup dan memimpin, bahkan saat ia hanyalah "manusia biasa".

Setelah Troll itu dikalahkan, Wijaya mendatangi Ratih. "Kau melakukannya dengan baik, Api Merah."

Ratih hanya tersenyum lelah. "Aku harus bisa. Liontin hanya memanggil api dan aku harus bisa bertahan tanpa api itu. Wijaya aku kadang takut, tak lagi mampu melindungi kalian, tapi ratu Luna mengajarkan aku apa itu kekuatan sejati."

Pada saat itu, kekaguman Wijaya pada Ratih berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam dan lebih mengakar. Bukan lagi hanya rasa hormat pada sang pemimpin, tetapi pengakuan pada inti keras kepala Ratih. Dia menyadari, di balik kobaran Api Biru, ada seorang wanita yang kehendaknya lebih kuat dari api mana pun.

Minggu terakhir pelatihan, Ratih berhasil. Duduk di sarang terdalam, di mana suhu adalah yang terhangat, ia memejamkan mata. Ia membiarkan kekosongan yang ditinggalkan Penguasa menelannya.

Tidak ada api. Tidak ada kekuatan. Hanya kehendak.

Kael. Aria. Wijaya. Jaya. Dara. Luna.

Dorongan untuk melindungi mereka, untuk membalas dendam pada kehancuran yang ditimbulkan Penguasa, tiba-tiba memantik sesuatu. Itu bukan Api Biru yang megah, melainkan benang api biru tipis yang muncul dari kulitnya, berputar di sekeliling pergelangan tangannya yang kosong.

"Kau berhasil," bisik Luna, matanya bersinar bangga.

"Ini... lemah," kata Ratih, suaranya penuh getaran.

"Ya," jawab Luna. "Tapi itu milikmu. Api yang kau paksa lahir dari ketiadaan. Api yang tidak bisa dicuri. Sekarang kau adalah Api yang Terlahir dari Ketiadaan."

Di saat yang sama, Jaya mampu menembakkan tiga panah energi murni secara bersamaan. Dara mampu mempertahankan ilusi dirinya yang sempurna selama satu jam. Wijaya bergerak secepat Lyra. Mereka sudah siap.

Pada malam bulan purnama penuh—malam yang sama ketika Penguasa dijanjikan akan mengubah Kael—Luna mengumpulkan tim di tepi Sarang Serigala Salju.

"Waktunya telah tiba," ucap Luna, tatapannya dingin dan tajam. "Penguasa tidak menghancurkanmu, Ratih. Dia mengira dengan mencuri Api Biru, dia akan mematahkanmu. Tetapi dia hanya memberimu kesempatan untuk menjadi sesuatu yang tidak terduga. Ikuti aku. Malam ini, kita akan membawa pulang teman-teman kita."

🍁🍁Jangan lupa tinggalkan ulasan, like, dan komentarnya teman-teman 🙏🤗🍁🍁

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!