Awalnya Erina Jasmin di tuduh mencuri dompet milik pelanggan di kafe di mana dia bekerja. Dia di laporkan oleh manajer kafe dan di pecat oleh atasannya. Erina kesal karena di tuduh mencuri dompet milik pelanggan yang ternyata Erika Gladys perempuan pemilik dompet itu.
Alih-alih tidak di laporkan pada polisi, Erina di tawari sebuah kesepakatan untuk menjadi istri pengganti seorang kaya. Dia awalnya menolak, tapi karena Erika Gladys menawarkan uang banyak untuk membantunya membiayai ibunya dalam pengobatan di rumah sakit.
Karena wajah Erina Jasmin dan Erika Gladys sangatlah mirip bagai di pinang di belah dua. Maka misi yang di tugaskan Erika pada Erina pun di jalankan, menjadi seorang istri dari Kenzio Pahlevi Abraham. Lalu, apa intrik masalah yang akan di hadapi oleh Erina setelah menjadi istri pengganti Erika yang hidupnya memang untuk bersenang-senang saja dengan beberapa selingkuhannya.
Dan apakah Erina dan Erika sebenarnya saudara kembar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummi asya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Debat Di Meja Makan
Hari Minggu di rumah besar itu, Nadia datang pagi-pagi untuk ikut sarapan pagi di sana. Erina belum turun dari kamarnya, sedangkan Ken selama dua hari pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan.
"Selamat pagi nenek, apa nenek sehat?" sapa Nadia pada perempuan tua berusia hampir tujuh puluh yang duduk di kusir meja makan.
"Pagi Nadia, kenapa kamu pagi-pagi sudah ada di sini?" tanya neneknya.
"Nenek, kenapa tanya begitu? Aku hampir setiap hari menginap di rumah ini, bukankah itu biasa?" jawab Nadia.
"Ya ya, terserah kamu."
"Oh ya nek, nenek sehat?"
"Lumayan, nenek lagi batuk. Jadi Erika yang selalu mengingatkan nenek untuk minum obat, aah nenek jadi suka sama dia sekarang. Selalu memperhatikan nenek," ucap neneknya dengan wajah ceria.
Nadia diam, ada rasa kesal di hatinya mendengar neneknya membanggakan Erika. Ternyata Erika sudah mengambil hati neneknya, biasanya perempuan itu akan acuh tak acuh pada neneknya, dia sering menginap di rumah Ken karena dengan alasan akan menemani neneknya.
"Nadia, kamu cepatlah menikah. Usiamu sudah berapa? Jangan terlalu lama sendiri, nenek takut nanti tidak bisa melihatmu menikah," ucapnya.
"Nenek jangan berkata seperti itu, nenek tahu siapa yang aku suka," ucap Nadia.
"Kamu jangan mengejar yang tidak mungkin, kakakmu itu sudah punya istri. Carilah yang lain."
"Ck, tapi istrinya tidak becus mengurusnya nek. Biarkan aku yang mengurusnya."
Neneknya hanya menggeleng kepala saja mendengar ucapan Nadia, mereka tidak tahu kalau Erina berdiri tak jauh dari ruang makan itu. Ken juga baru bergabung dengan keduanya.
"Ken, mana istrimu? Kenapa tidak tidak di sini?" tanya neneknya.
"Dia tadi sudah turun, lalu kemana dia kalau tidak di sini?" Ken balik bertanya.
Laki-laki itu berbalik ke arah lemari, melihat Erina berdiri diam menatap ketiganya.
"Kenapa kamu di situ terus?" tanya Ken pada Erina.
Erina berjalan mendekat dengan wajah datar, melirik sinis pada Nadia. Sikapnya itu di tunjukkan memang pada Nadia, tapi ketika memandang neneknya dia tersenyum manis.
"Selamat pagi nenek," sapa Erina ramah.
"Selamat pagi juga sayang, kenapa terlambat datang ke meja makan?" tanya nenek.
"Aku sebenarnya sudah datang sejak tadi, berhubung kulihat nenek mengobrol santai dengan Nadia. Jadi aku diam saja," jawab Erina kembali melirik Nadia.
Nadia tentu saja kesal dan malu mendengar ucapan Erina itu, tapi wajahnya masih bersikap tenang. Tangannya mengambil piring untuk Ken lalu hendak di isi dengan nasi goreng, tapi sikap Nadia itu di cegah Erina.
"Biarkan istrinya yang melayani suami, nona Nadia tidak perlu repot melayani suamiku," ucap Erina dengan senyum kecil mengejek.
Nadia berdecak kesal, piring tadi di ambil Erina dan mengisinya dengan nasi goreng.
"Kenapa kalian ribut? Ini waktunya makan," ucap Ken, Erina menoleh pada Ken begitu juga dengan Nadia.
Tapi gadis itu tersenyum kecil.
"Tidak ada yang ribut suamiku, aku hanya ingin aku saja yang melayanimu menyiapkan makanan," kata Erina dengan tenang, meletakkan piring di depan Ken.
"Melayaniku? Kemana kamu sejak pulang tidak melayaniku?" tanya Ken menatap Erina dingin.
"Hmm, kupikir kamu masih marah padaku dan tidak mau tidur di kamar, apa kamu dan Nadia sudah...."
"Erika!"
"Erika!"
Teriakan Ken dan Nadia membuat terkejut neneknya, keduanya menatap tajam penuh emosi pada Erina. Nenek Sabrina memegangi dadanya, derak jantungnya sedikit kencang.
"Uugh!"
"Nenek? Kenapa?" tanya Erina sedikit khawatir.
"Kalian jangan berdebat seperti itu saat makan, kecilkan suara kalian," ucap nenek Sabrina pelan suaranya.
"Maafkan aku nek," ucap Ken merasa bersalah, tapi dia melirik pada Erina.
Nadia menatap Erina dengan kesal, dia sedikit senang karena Erina menyadari kalau dirinya menyukai Ken.
"Nenek mau makan di kamar saja, kalian saja sarapan sendiri," ucap nenek Sabrina bangkit dari duduknya.
Erina ikut bangkit dan memapah nenek Sabrina berjalan menuju kamarnya, berbalik ke arah Ken dan Nadia. Keduanya saling diam, apa lagi Ken yang tampak kesal wajahnya.
"Ken, istrimu itu keterlaluan, nenek baru saja ikut bergabung untuk sarapan dengan kita. Tapi dia malah bikin kacau," ucap Nadia.
"Sudahlah, jangan dengarkan ucapan Erika. Dia memang seperti itu," ucap Ken mengambil gelas dan menenggak isinya.
"Ken, apa yang kamu katakan itu benar? Maksudku, apakah Erika tidak melayanimu lagi?" tanya Nadia.
"Jangan bahas itu, aku ingin makan sarapan dengan tenang. Kamu cepatlah sarapan, jauh-jauh kesini pagi-pagi hanya untuk sarapan kan?" ucap Ken.
"Ya, tapi aku juga ada keperluan denganmu dan Tita," jawab Nadia.
"Tita? Keperluan apa sama Tita?" tanya Ken.
"Hanya keperluan yang tidak penting, aku mau menyuruhnya membelikan sesuatu di pasar," jawab Nadia berbohong.
Dia melirik Ken lalu mengambil nasi gorengnya, Erina pun datang. Wajahnya tampak dingin melihat Nadia melayani Ken mengambilkan udang goreng dan juga kerupuk. Dia duduk di samping kanan Ken, mengambil piring dan di isi dengan nasi goreng.
Ken menatap Erina, mulutnya mengunyah nasi dengan pelan. Nadia melirik sinis pada Erina.
"Oh ya, kamu tidak pergi jalan-jalan Erika?" tanya Nadia.
"Tidak. Aku mau menemani suamiku di rumah," jawab Erina menyuap nasi gorengnya.
Ken mendengar ucapan Erina berhenti mengunyah suapan ketiganya lalu menatap Erina.
"Aku akan pergi keluar," ucap Ken.
"Kalau begitu, aku juga ikut," ucap Erina tidak mau kalah.
Tentu membuat Nadia melotot, Erina hanya melirik saja.
"Tumben, biasanya kamu akan pergi sendiri jika aku pergi keluar," ucap Ken.
"Yah, seperti katamu. Aku harus melayanimu kan?"
"Ooh, jadi kamu sadar kalau sebagai istri harus melayani suami?" dengan sinis Nadia berucap.
"Tentu saja, dari dulu aku selalu sadar kalau melayani suami itu adalah kewajiban seorang istri," timpal Erina, kali ini tatapan dingin Erina pada Nadia.
Nadia balik menatap, wajahnya penuh kesal tapi masih bersikap tenang karena Ken ada di sampingnya.
"Ken, apa kamu merasa kalau istrimu itu melayani dengan baik?" tanya Nadia.
"Aku tidak merasa baik melayani suamiku, tapi aku tahu kalau suamiku itu tidak suka dengan caraku melayaninya," ucap Erina.
"Heh, kamu tahu. Ken itu hampir dua puluh empat jam bersamaku, aku bekerja di kantornya dan selalu membantunya di kantor. Bahkan ketika makan siang, kami bersama. Di rumah jika pekerjaan menumpuk aku membantunya. Lalu kamu? Apa pekerjaanmu yang kamu sebut melayani suami dengan baik?" tanya Nadia dengan sinis dan penuh kebencian pada Erina.
Erina diam menatap Nadia, hatinya kesal tapi masih bersikap tenang. Dia melirik pada Ken yang masih diam melihat perdebatan dirinya dan sepupunya. Erina berpikir sejenak, lalu
"Nadia, kamu adalah bawahan suamiku. Tentu saja kamu bekerja sama suamiku. Kamu di suruh apa pun oleh suamiku, karena kamu bawahannya. Aku? Tentu aku istrinya, jelas lebih baik dari pada seorang ....lalat hijau sepertimu."
"Erika! Jaga ucapanmu!"
Ken berteriak pada Erina dengan tatapan ketidak sukaan, dia membanting sendok di tangannya lalu berdiri dan melangkah pergi. Nadia kaget dengan sikap Ken itu, tapi kemudian dia tersenyum penuh kemenangan menatap Erina.
"Lihat, siapa yang lebih di belakang oleh Ken? Heh, dasar pecundang!"
Nadia ikut berdiri dan melangkah pergi, Erina diam di tempat duduknya. Menyuap nasi gorengnya, makan dengan tenang lalu tersenyum miring.
"Heh, benar-benar keluarga aneh."
_
_
******
bagaimana kl mereka jatuh hati...
sampai kapan bs menghindar dr hubungan suami istri?
ato Nadia?