NovelToon NovelToon
Nikah Paksa Tapi Mau

Nikah Paksa Tapi Mau

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:5.6k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Alda Putri Anggara kehilangan kedua orang tuanya sejak kecil dan tumbuh di bawah asuhan paman dan bibi yang serakah, menguasai seluruh harta warisan orang tuanya. Di rumah sendiri, Alda diperlakukan seperti pembantu, ditindas oleh sepupunya, Sinta, yang selalu iri karena kecantikan dan kepintaran Alda. Hidupnya hanya dipenuhi hinaan, kerja keras, dan kesepian hingga suatu hari kecelakaan tragis merenggut nyawanya untuk beberapa menit. Alda mati suri, namun jiwa seorang konglomerat wanita cerdas dan tangguh bernama Aurora masuk ke tubuhnya. Sejak saat itu, Alda bukan lagi gadis lemah. Ia menjadi berani, tajam, dan tak mudah diinjak.

Ketika pamannya menjodohkannya dengan Arsen pewaris perusahaan besar yang lumpuh dan berhati dingin hidup Alda berubah drastis. Bukannya tunduk, ia justru menaklukkan hati sang suami, membongkar kebusukan keluarganya, dan membalas semua ketidakadilan dengan cerdas, lucu, dan penuh kejutan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Beberapa minggu kemudian, di kantor pusat gabungan Varmond-Lin Corporation, nama yang kini jadi simbol persatuan dua kekuatan besar, Alda menghadiri rapat direksi untuk terakhir kalinya sebelum cuti melahirkan.

“Jadi kamu benar-benar mau istirahat total?” tanya Arsen sambil menandatangani dokumen di sampingnya.

“Ya, dokter bilang aku harus lebih banyak istirahat,” jawab Alda, menatap tumpukan berkas. “Dan kamu juga harus janji gak kerja sampai larut.”

Arsen menaikkan alis. “Kalau aku gak kerja, nanti siapa yang jagain kamu?”

Alda menatapnya geli. “Pelayan rumah, perawat, dan dokter pribadi. Kamu? Tugasmu cuma jadi calon ayah panik yang siap nganter ke rumah sakit kapan aja.”

“Berarti aku boleh panik?”

“Boleh,” jawabnya sambil tertawa pelan. “Tapi jangan lebay.”

Suasana di ruang kerja mereka kini berbeda. Tak ada lagi tekanan atau rasa bersaing.

Yang ada hanyalah dua orang yang belajar saling menopang, membangun sesuatu bukan untuk melawan siapa pun, tapi untuk melindungi apa yang mereka cintai.

---- 

Beberapa Bulan Kemudian

Malam itu hujan turun perlahan. Langit bergemuruh lembut, dan di kamar rumah besar itu, Alda terbangun oleh rasa nyeri yang aneh di perutnya.

“Arsen…” suaranya pelan.

Arsen yang setengah tertidur langsung terjaga, panik tapi sigap. “Alda? Kenapa? Sakit? Air ketuban—?”

“Arsen…” Alda menggenggam tangannya, senyum di wajahnya tenang meski keringat membasahi pelipis. “Kayaknya… waktunya.”

Arsen terdiam sejenak, lalu buru-buru memanggil dokter dan perawat yang sudah siaga.

Dalam beberapa menit, rumah besar itu berubah jadi hiruk-pikuk lembut: suara langkah, instruksi dokter, dan detak jantung yang berpacu.

Waktu seolah berhenti bagi Arsen.

Dan saat tangisan pertama bayi mereka terdengar di udara, ia hampir tak percaya.

Sebuah suara kecil… tapi membawa seluruh dunia baginya.

Dokter tersenyum, mengangkat bayi mungil itu, lalu menyerahkannya pada Alda yang terbaring dengan air mata bahagia.

“Anak laki-laki,” bisik dokter.

Alda menatap bayi itu dengan tangan gemetar, lalu memandang Arsen yang berdiri di sisinya air matanya jatuh juga.

Arsen menunduk, menyentuh dahi bayi kecil itu dengan jari gemetar.

“Halo, Nak,” katanya pelan. “Selamat datang di dunia.”

Alda tersenyum lemah. “Namanya… Arsenio Lin Varmond.”

Arsen mengangguk, menatap dua orang yang kini jadi pusat hidupnya. “Nama yang sempurna.”

 ----

Pagi menjelang.

Cahaya matahari menembus tirai, menyinari wajah tiga manusia di kamar itu seorang ayah, seorang ibu, dan kehidupan kecil yang jadi simbol akhir dari dendam dan awal dari cinta sejati.

Alda menatap Arsen dan berbisik, “Kita berhasil…”

Arsen mencium keningnya. “Kita baru mulai, Alda.”

Dan kali ini, keduanya tahu:

Tak ada lagi bayang masa lalu yang bisa memisahkan mereka.

...****************...

Tiga bulan telah berlalu sejak tangisan pertama memenuhi kamar besar keluarga Varmond.

Musim semi berganti menjadi awal musim panas, dan di rumah besar di pinggiran kota itu, suasana berubah total.

Rumah yang dulu sunyi kini hidup dengan suara-suara kecil tawa lembut, tangisan bayi, dan langkah terburu-buru seorang ayah yang baru belajar menenangkan buah hatinya di tengah malam.

Di kamar bayi, Arsen tampak kikuk tapi bersemangat.

Ia menggoyang pelan buaian putih, sementara Arsenio kecil menggeliat di dalamnya, menatap ayahnya dengan mata bundar berwarna abu kehijauan, mirip Arsen tapi dengan senyum hangat Alda.

“Kalau kamu begadang terus, nanti ayah kelihatan kayak zombie di rapat,” bisik Arsen sambil tersenyum, suaranya serak karena kurang tidur.

Bayi itu hanya merespons dengan cegukan kecil, lalu tersenyum tanpa suara.

Alda berdiri di ambang pintu, bersandar dengan senyum lembut. “Dari semua hal yang kamu kuasai, aku gak nyangka kamu bakal jago nyanyi lullaby,” katanya pelan.

Arsen menoleh dengan ekspresi bangga. “Ya jelas, aku nyanyi khusus buat dua orang penting di hidupku. Kamu dan dia.”

Alda mendekat, duduk di kursi samping. “Dua-duanya kayaknya lebih sering bikin kamu kurang tidur, deh.”

Arsen tertawa pelan. “Kamu pikir aku keberatan? Ini kayak… balasan dari semesta setelah semua yang kita lewatin dulu.”

Alda menatap wajahnya lama wajah pria yang dulu keras dan penuh beban, kini lembut dan penuh cinta. “Kamu berubah banyak, Arsen.”

“Karena kamu ngajarin aku caranya tenang,” jawabnya, menatapnya dalam. “Dulu aku cuma tahu caranya bertahan. Sekarang aku tahu caranya hidup.”

Alda menggenggam tangannya, membalas senyum itu. “Dan kamu ngajarin aku gimana caranya percaya lagi.”

Mereka saling menatap sejenak tak ada kata yang perlu diucap. Dalam diam, keduanya tahu: kebahagiaan itu tidak datang tiba-tiba. Ia tumbuh pelan, seperti bunga di musim semi, setelah badai panjang berlalu.

 

Beberapa minggu kemudian, Alda mulai kembali bekerja perlahan, meski dari rumah. Ruang kerja mereka kini tak lagi kaku dan dingin seperti dulu. Di salah satu sudut, terdapat boks bayi, penuh mainan kecil dan boneka beruang.

Suatu pagi, Arsen masuk sambil membawa dua cangkir teh. “Bos besar, waktunya istirahat,” katanya dengan nada menggoda.

Alda menatap tumpukan laporan di mejanya. “Aku baru setengah jalan, Ars.”

“Tapi bayi kita udah tidur, dan kamu belum makan sejak pagi,” balasnya tegas.

Alda meliriknya sekilas, lalu tersenyum kecil. “Kamu kayak sekretaris cerewet.”

“Lebih tepatnya suami yang takut istri kelaparan,” jawabnya cepat.

Ia meletakkan cangkir di meja, lalu duduk di kursi sebelahnya. Tatapannya memperhatikan Alda dengan lembut bagaimana wanita itu kini tampak berbeda, lebih tenang, tapi juga lebih kuat.

“Dulu kamu suka bilang hidup kamu kayak pertarungan yang gak habis-habis,” kata Arsen pelan. “Masih ngerasa gitu sekarang?”

Alda terdiam sesaat, menatap keluar jendela di mana cahaya matahari memantul di dedaunan. “Sekarang rasanya kayak perjalanan yang akhirnya punya arah. Aku gak mau berjuang buat balas dendam lagi. Aku cuma mau memastikan Arsenio tumbuh di dunia yang lebih baik dari yang kita punya dulu.”

Arsen mengangguk. “Dan aku bakal bantu kamu jaga dunia itu.”

Alda menatapnya dan terkekeh. “Kamu ngomongnya kayak superhero.”

Arsen tersenyum lebar. “Kalau buat kamu dan anak kita, aku rela jadi apa aja.”

----

Hari-hari berikutnya dipenuhi rutinitas kecil yang hangat.

Kadang Alda duduk di taman sambil memangku Arsenio, membacakan cerita-cerita ringan yang dulu ia suka. Kadang Arsen ikut duduk di sebelahnya, mengerjakan laporan di laptop sambil sesekali mencuri pandang ke arah istri dan anaknya.

“Lucu banget ya,” kata Alda suatu sore sambil mengelus kepala bayi mereka. “Kamu dulu dingin banget, tapi sekarang bisa diem berjam-jam cuma buat liatin dia tidur.”

Arsen terkekeh. “Kamu gak ngerti, ini seni. Seni jadi ayah.”

“Seni panik tiap kali dia bersin?” goda Alda.

Arsen mengangkat alis pura-pura tersinggung. “Itu refleks alami manusia normal.”

Mereka tertawa bersama.

Di tengah tawa itu, Alda menatap langit yang mulai jingga. “Kamu sadar gak, Ars? Dulu semua hal yang aku lakukan cuma buat bertahan. Tapi sekarang… aku ingin menikmati setiap detik.”

Arsen menatapnya lembut. “Karena akhirnya kamu punya rumah, Da. Bukan cuma tempat tinggal, tapi rumah di mana kamu bisa berhenti lari.”

Alda menunduk, tersenyum kecil. “Rumahku kamu.”

Ucapan itu sederhana, tapi cukup membuat Arsen terdiam lama. Ia meraih tangan Alda, menciumnya perlahan. “Dan kamu rumahku juga.”

Bersambung

1
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
satu persatu kebahagiaan mereka kembali
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Cindy
lanjut kak
Ilfa Yarni
past ayah arsen mengannggsp kematian istrinya krn salah arsen mknya dia pergi dan skr setelah sadar dia kembali
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
cinta dan kebersamaan yg dtg dr luka itu akan kuat dan tak tergoyahkan senang ya klo suami istri saling mencintai dan saling setia rmh tangga rasanya bahagia banget
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
aaaa romantis skali
Ilfa Yarni
Thor dendam pd bibi jg pamannya Alda dan jg mantan suaminya aurora kok ga diceritain thor
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
masalah arsen udah selsai dan besoknya maslah Alda yg akan mereka selesaokan
Ilfa Yarni
akhirnya hati mereka berdua udah terpaut semoga kedepannya kalian berdua bisa bahagia
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
wah arsen byk kemajuan dan udah nembak aurora jwb dong aurora klo km jg cinta
-Thiea-
jahatnya tuh mulut..😑
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!