Sekar Ayu, gadis sederhana lulusan SMK, hidup di bawah naungan paman dan bibinya yang sukses di dunia fashion. Meski tumbuh di lingkungan materialistis, Sekar tetap menjaga kelembutan hati. Hidupnya berubah ketika bertemu Arumi, istri seorang konglomerat, yang menjodohkannya dengan Bayu Pratama, CEO muda dan pewaris perusahaan besar.
Namun, Bayu menyimpan luka mendalam akibat pengkhianatan cinta masa lalu, yang membuatnya membatasi dirinya dari kasih sayang. Pernikahan mereka berjalan tanpa cinta, namun Sekar berusaha menembus tembok hati Bayu dengan kesabaran dan cinta tulus. Seiring waktu, rahasia masa lalu Bayu terungkap, mengancam kebahagiaan mereka. Akankah Sekar mampu menyembuhkan luka Bayu, atau justru masa lalu akan menghancurkan hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dina Sen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
perhatian Arifal
Ketika di satu sisi Bayu tengah sibuk dengan segala rencana, di sisi lain Sekar berfikir untuk mempertimbangkan ucapan Arifal yang mengatakan dirinya tak punya pengalaman.
Sore itu Sekar yang masih berbaring di rumah sakit, menegur Arifal yang sibuk dengan leptopnya di meja sebrang sana, Sekar memperhatikan betapa sibuknya Arifal yang entah tengah mengerjakan apa.
"Arifal..." tegur Sekar lirih.
"hm," Arifal mengangkat wajah, menatapnya. "ada apa Sekar?"
"aku lihat, kamu sibuk sekali? Apa yang kamu kerjakan?" tanya Sekar.
Arifal tersenyum, lantas fokus kembali meng utak-atik laptopnya, "aku? Mengerjakan pekerjaanku Sekar."
Sekar tersenyum semu lantas mengangguk, "mungkin, enak ya' bisa kerja, punya banyak teman. Yang jelas enggak kesepian deh."
Arifal menegakkan tubuhnya lantas berdiri mendekati Sekar, ia duduk di samping ranjang pasien. Tiba-tiba Arifal menarik kursi dan membenarkan hingga menghadap pada Sekar. Ia lantas duduk, "Sekar, kamu pun bisa. Asal kamu mau... Sekarang, kalau tidak punya pengalaman? Kamu mau ngapain, Sekar? Hidup kita tidak bisa kalau terus bergantung pada siapapun."
"tapi---" Sekar berhenti bicara.
"tapi apa? Tapi kamu takut di marahi suami, atau tante ommu? Begitu?" Arifal menjawab cepat. "kamu, jadi wanita harus punya pendirian Sekar. Umurmu masih muda, jangan kamu sia-siakan, dan ingat Sekar, suamimu adalah laki-laki yang memiliki jabatan tertinggi. Banyak wanita yang menginginkan posisimu."
Sekar menatap jendela kaca, terdiam sejenak. Ucapan Arifal mulai terolah olehnya. "kamu benar, Fal. Aku baru sadar, mungkin saat ini juga' suamiku bosan dengan keberadaan ku, karena aku dan dia di jodohkan, mungkin saja dia pura-pura baik di depanku."
Arifal menghela nafas, "aku si, tidak sedang memanasi kamu... Tapi yang aku katakan semua pasti akan terbukti nanti."
Sekar mencoba duduk,
"e... Kamu mau apa?" tanya Arifal." biar aku bantu."
Arifal menarik katrol ranjang pasien, memposisikan Sekar agar duduk dengan nyaman di atas tempat tidur.
"terimakasih, Fal."
Arifal mengangguk sedikit mengulas senyum.
***
Di tempat lain, Sore, Rama datang ke rumah Pratama. dengan langkah tenang ia masuk, seolah tak ada masalah.
Di dalam rumah, mbok Rini yang tengah membereskan ruang tengah terkejut dengan kedatangan Rama tanpa permisi, so itu rumah orang tuanya sendiri, jadi ia bebas keluar masuk.
"Mbok, orang-orang pada kemana? Ko sepi?" tanyanya mendadak.
mbok Rinj yang tengah mengelap meja kaca, seketika menoleh, "eh, den." Mbok rini segera menjawab dan berdiri sopan. "anu den, non sekar sedang menginap di rumah tantenya."
"menginap? Kenapa?" tanya Rama sedikit heran.
"kata Joni, omnya Non Sekar sakit... Katanya si pengen bantu-bantu Tantenya," jawab mbok Rinj suaranya sedikit bergetar.
Rama yang percaya, lantas menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal. "hah... Ya sudah Mbok, soalnya saya telpon tidak aktif, nomor Bayu juga enggak aktif, orang kantor bilang memang ada proyek di luar kota."
Mbok Rini hanya mengangguk, "iya Den." singkatnya.
"aku pikir sudah pulang, dia." gumamnya nyaris tak terdengar, sembari ia meletakkan kedua tangannya di pinggang.
Rama lantas pamit pada Mbok Rini untuk kembali ke kantor.
Sementara di gazebo, Joni merasa darahnya berdesir ketika melihat Rama keluar dari rumah mewah Pratama. Ia takut Rama bertanya macam-macam, mendengar klakson mobilnya saja jantung Joni berdegup kencang.
***
Rumah Alira.
Malam, di ruang makan. Bayu merasakan hatinya muak bahkan jijik. Menatap wanita yang membuat hidupnya berantakan' rasanya seperti tak ada celah dirinya untuk hidup bebas dan normal seperti laki-laki lainnya.
Hujan dan petir di luar saling bersahutan, nampak seperti hatinya yang kacau... "memang sudah benar' memilih Sekar adalah pilihan tepat. Wanita berkelas dan mandiri seperti Alira ini' sepertinya tidak akan pernah menghargai laki-laki." begitu gerutunya hati Bayu, yang geram pada Alira.
"sayang, ayok makan. Kamu malah lihatin aku? Kamu gak sabar, malam ini?" ucap Alira di bangku bersebrangan dengan Bayu. Tatapan nakalnya begitu mengotori pandangan.
"oh iya, ini ... Aku juga lagi makan," jawabnya cepat.
Bayu mengambil sendok, mencoba menutupi kekesalannya dengan senyum datar. Namun, setiap kali tatapan Alira jatuh padanya, ada sesuatu di dalam dirinya yang memberontak.
Wanita itu terlalu percaya diri, terlalu bebas mempermainkan perasaan, seolah semua yang ia inginkan bisa digenggam dengan satu jentikan jari.
Alira mengulum senyum manis, tapi bagi Bayu — senyum itu penuh racun.
“Sayang,” ucap Alira sambil mencondongkan tubuh sedikit ke depan, dagunya bertumpu di punggung tangan, “aku lihat kamu akhir-akhir ini sering melamun. Kamu gak bahagia, ya, di sini?”
Bayu menatapnya tajam. “Bahagia?” ia tersenyum miring, “kata itu udah lama gak ada dalam kamus hidupku, Ra.”
Alira mengangkat alis, pura-pura tersinggung. “Wah, sepeka itu kamu, ya. Apa karena kamu bosan sama aku? Atau…” ia mencondongkan tubuh lebih dekat, suaranya menurun menjadi lebih menggoda, “…kamu masih mikirin istrimu yang itu?”
Bayu langsung meletakkan sendoknya, suaranya terdengar berat. “Jangan bawa-bawa dia, Alira.”
Alira terkekeh pelan, “Kenapa? kamu kepikiran? Atau kamu takut aku bongkar semuanya di depan keluargamu?”
Nada suaranya seperti pisau, tajam dan penuh ancaman. Bayu menatapnya datar, mencoba menahan emosi yang hampir meledak.
Ia tahu, satu kalimat salah dari mulutnya, Alira pasti akan menggunakan itu untuk menghancurkan semua yang tersisa dari hidupnya.
“Sudahlah,” katanya dingin, berdiri dari kursi. “Aku tidak mau bicarakan itu. Aku mau ke kamar, perutku tiba-tiba tidak enak.”
“Bohong,” ujar Alira cepat, berdiri pula, menatap Bayu yang sudah mengambil langkah ke arah tangga. “Kamu cuma pengen menghindar. Karena kamu gak bisa pura-pura sayang sama aku!”
Bayu berhenti di anak tangga kedua, tubuhnya menegang.
Ia menoleh setengah, menatap Alira yang berdiri di bawah, masih dengan ekspresi puas di wajahnya.
“Pura-pura?” gumam Bayu pelan. “Kamu sendiri yang ngajarin aku, Ra… gimana caranya berpura-pura.”
Alira terdiam, senyum di bibirnya memudar. Tapi Bayu sudah berbalik, naik ke lantai dua tanpa menoleh lagi.
....
Malam semakin larut.
Hujan turun lebih deras, membasahi seluruh sisi halaman. Petir menyambar, membuat cahaya putih menyelinap di sela tirai kamar.
Bayu duduk di kursi dekat jendela, pikirannya tak lepas dari tulisan itu, catatan dari pengacaranya, "hasil tes DNA akan keluar satu minggu lagi."
Ia memikirkan itu lama, lalu mendesah. “Satu minggu…” katanya pelan. “Satu minggu untuk tahu, siapa yang sebenarnya bohong di antara kita.”
Pikirannya melayang pada Sekar, wajah lembut yang tidak pernah meninggikan suara, tangan yang selalu gemetar saat membuatkan kopi untuknya, senyum yang sederhana tapi tulus.
Hatinya tiba-tiba terasa sesak.
Ia menutup mata, menahan napas, mencoba menyingkirkan rasa bersalah yang mulai tumbuh.
Tapi di dalam keheningan, suara lembut itu seperti bergema di telinganya,
"Bayu, kamu sudah makan? Aku takut kamu kerja terus, lupa istirahat..."
Bayu membuka mata. Pandangannya buram.
“Sekar…” bisiknya lirih. “Aku salah ninggalin kamu… Kamu sedang apa, Sekar.”
***
Di rumah sakit.
Perempuan itu masih duduk bersandar di tempat tidur, menatap ke arah Arifal yang kini menutup laptopnya setelah bekerja seharian di kursi seberang.
Sekar memperhatikan pria itu diam-diam lagi, caranya serius, tatapannya fokus, jarinya cepat di atas keyboard.
Untuk sesaat, Sekar merasa iri. Hidup Arifal tampak penuh arah, penuh kegiatan.
Beda dengan dirinya yang selama ini hanya bergantung pada tante, pada Bayu, pada keadaan.
“Fal…” panggil Sekar pelan.
Arifal menoleh, mengangkat wajah. “Hm? Ada apa, Sekar?”
Sekar tersenyum lemah. “Kamu sibuk banget, ya. sebenarnya kamu kerja apa? Maaf kalau aku bertanya."
Arifal menutup laptop pelan, menatapnya sambil tersenyum. “bukan aku niat sombong Sekar, aku bekerja mengawasi orang-orang di Hotel dan Restoran. kenapa, Sekar?
Sekar menatapnya dengan kagum bercampur sedih. “Kayaknya enak ya, bisa kerja. Bisa punya dunia sendiri, gak kesepian,"
Arifal bangkit, menghampiri Sekar, menarik kursi dan duduk di samping tempat tidurnya kembali.
“Sekar,” ucapnya lembut, “kamu pun bisa. aku kan sudah katakan sama kamu' apa kamu mau bekerja?"
Sekar terdiam, menunduk. “Tapi… aku gak punya pengalaman, Fal.”
“Semua orang mulai dari nol,” jawab Arifal cepat. “pengalaman akan kamu dapat, setelah kamu mau mencoba. Bagaimana?"
Sekar menatapnya, matanya bergetar. “Aku… aku gak tahu. Mungkin kamu benar. Aku terlalu takut. Takut dimarahi, takut ditinggalkan, takut dianggap nggak pantas…”
Arifal menatapnya lembut. “Kalau kamu terus takut, kamu gak akan pernah tahu siapa diri kamu sebenarnya. kamu harus yakin, kalau kamu bisa."
Sekar tersenyum, "Mungkin kamu benar, aku harus coba. Lagi pula' Bayu sampai sekarang belum juga memberi kabar bahkan, tidak ada yang di titipi pesan."
Arifal menarik napas panjang. “Aku gak mau ngomong jelek tentang dia, Sekar. Tapi… mungkin kamu harus siap kalau suatu hari kebenaran gak sesuai dengan harapanmu.”
Sekar hanya diam. Tapi dalam hatinya, kalimat itu berputar lama, menekan dadanya perlahan.
Ia menggenggam ujung selimut, menatap ke luar jendela, langit sudah gelap.
"Sekar..." panggil Arifal lembut.
Sekar menoleh, " iya, Rifal."
Arifal menghela nafas pelan, "Tidurlah, ini sudah malam, dan maaf untuk malam ini, aku harus pulang. Ibuku di rumah sendiri... Adikku sedang ada KKN di luar kota, aku terpaksa tinggalkan kamu, ya. Besok aku ke sini lagi,"
Sekar mengangguk mengulas senyum, " tidak apa, Rifal. Pulang lah, kasihan mamah kamu. Terimakasih ya, sudah mau temani aku semalam dan seharian ini. Maaf merepotkan."
Arifal menepuk pelan lengan sekar, "tidak apa, kamu cepat sembuh ya."
Sekar jgn percaya begitu saja sama Alira dong 🥲🥲 Bayu cuma di jebak 🥲🥲
Alira pelakor stress 😅😅😅
kasihan Sekar semoga Sekar percaya begitu saja sama perkataan Alira 🥲🥲
akhirnya Sekar bakal kerja di toko nya Arifal 😄😄
penasaran sama lanjutannya...
di tunggu updatenya Author kesayangan kuuuu tetap semangat terus yaa Sayyy quuu lanjut kan karya mu 💪💪🥰🥰🤗🤗
penasaran dg lanjutannya..
di tunggu updatenya Author Kesayangan kuuu tetap semangat terus Sayyy 🤗🥰💪💪
semoga nnt Sekar bisa kerja di Toko..
bagus juga Sekar Mandiri 😁😁
penasaran dg lanjutannya...
di tunggu updatenya ya Author kesayangan kuuu tetap semangat terus yaa Sayyy quuu 💪💪🤗🤗🥰🥰
gmn jika nnt Bayu tau yaa 😆😆
penasaran dg lanjutannya...
di tunggu updatenya yaa Author kesayangan kuuu tetap terus semangat ya Sayyy 🥰🤗💪💪🤗
di tunggu updatenya Author kesayangan kuuu Emak Ncingg si Gemoyyy tetap semangat Sayy 🤗🥰💪
penasaran dg lanjut nya gmn yaa nnt jika Bayu tau Sekar kecelakaan?? di tunggu updatenya Author kesayangan kuuu tetap semangat Sayyy 🤗🥰💪
duhh kira² berhasil gk yaa Bayu...
gmn hasilnya nnt??
di tunggu updatenya author kesayangan kuuu Emak Ncinggg si Gemoyyy tetap semangat ya Sayyy 💪💪🥰🥰🤗🤗
semoga Sekar baik² saja 🥲🥲
gmn nnt reaksi Bayu setelah tau Sekar kecelakaan??
di tunggu updatenya Author Kesayangan kuuu Semangat ya Sayyy 🐱🤗🥰💪
kira² berhasil gk yaaa??
di tunggu updatenya Author Kesayangan kuuu tetap semangat Sayyy 🥰🐱💪
di tunggu updatenya ya Author Kesayangan kuuu terus semangat Sayyy 💪🥰🐱☺🤗