NovelToon NovelToon
DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahasia)

DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahasia)

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Cintapertama / One Night Stand / Beda Usia / Identitas Tersembunyi / Dark Romance
Popularitas:24.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Kevia tak pernah membayangkan hidupnya berubah jadi neraka setelah ayahnya menikah lagi demi biaya pengobatan ibunya yang sakit. Diperlakukan bak pembantu, diinjak bak debu oleh ibu dan saudara tiri, ia terjebak dalam pusaran gelap yang kian menyesakkan. Saat hampir dijual, seseorang muncul dan menyelamatkannya. Namun, Kevia bahkan tak sempat mengenal siapa penolong itu.

Ketika keputusasaan membuatnya rela menjual diri, malam kelam kembali menghadirkan sosok asing yang membeli sekaligus mengambil sesuatu yang tak pernah ia rela berikan. Wajah pria itu tak pernah ia lihat, hanya bayangan samar yang tertinggal dalam ingatan. Anehnya, sejak malam itu, ia selalu merasa ada sosok yang diam-diam melindungi, mengusir bahaya yang datang tanpa jejak.

Siapa pria misterius yang terus mengikuti langkahnya? Apakah ia pelindung dalam senyap… atau takdir baru yang akan membelenggu selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14. Dua Sosok Berbeda

"Ayo."

Yoga kembali menarik lembut tangan Kevia, membuat gadis itu setengah berlari kecil mengikutinya.

“Ke mana?” tanya Kevia bingung, tapi langkah kakinya tetap patuh mengikuti pria itu.

Yoga justru balik bertanya, “Kulit kamu sensitif, nggak? Atau punya alergi?”

Pertanyaan aneh itu membuat Kevia mengernyit. Tapi ia tetap menjawab, “Aku nggak punya alergi. Kulitku juga nggak sensitif.”

Senyum tipis muncul di wajah Yoga. “Bagus.”

Ia terus melangkah hingga berhenti di sebuah toko kecantikan yang berkilau terang di dalam mall. Tanpa ragu, Yoga langsung menghampiri pramuniaga. “Kak, skincare terbaik untuk gadis seusia dia.”

Kevia terbelalak. “Om… eh, Kak… beli skincare buat siapa?” tanyanya dengan ragu.

“Buat kamu. Buat siapa lagi?” Yoga menoleh, lalu dengan nakalnya mencolek ujung hidung Kevia.

Wajah gadis itu langsung memanas. “Eh, nggak perlu… Kakak nggak usah repot-repot.”

Yoga mendekat, menempelkan telunjuknya ke bibir Kevia.

“Sstt… jangan menolak. Kalau kamu nolak…” matanya menatap dalam, “…ini terakhir kita ketemu.”

Kevia terperanjat. Jantungnya berdegup kencang. Ia begitu bahagia bisa bertemu lagi dengan pria ini, bagaimana mungkin ia berani mengambil risiko kehilangan? Maka, ia memilih diam.

Setelah itu, Yoga membelikan beberapa stel pakaian. “Untuk kuliah,” ujarnya singkat saat Kevia membuka mulut untuk menolak.

Dua anak buah Yoga yang sejak tadi membuntuti dari jauh benar-benar melongo, nyaris tak percaya dengan pemandangan di depan mata.

“Aku gak salah lihat 'kan?” bisik salah satunya.

“Kita gak salah ngikutin orang 'kan? Itu… beneran bos kita?”

“Rasanya aku juga gak percaya. Bos kita yang dingin, berwibawa, bahkan suka bikin orang ciut nyali… bisa sehangat itu pada seorang gadis.”

“Bahkan rela belanjain kayak gitu… Ini beneran di luar nalar.”

Setelah merasa cukup, Yoga mengajak Kevia pulang. Malam itu, motor Yoga melaju tenang di jalanan sepi, membawanya sampai ke kontrakan kecil Kevia.

Sesampainya di depan pintu, Yoga menurunkan belanjaan. Ia tersenyum getir melihat tempat gadis itu tinggal. “Kalau ada apa-apa… atau butuh sesuatu, langsung hubungi aku.” Ia menyerahkan semua barang belanjaan itu ke tangan Kevia.

“Kakak nggak perlu beliin semua ini buat aku…” Kevia berucap pelan, hatinya tak enak.

Yoga hanya tersenyum, lalu mengacak rambut gadis itu dengan hangat. “Jangan nolak. Aku nggak mau ketemu kamu lagi kalau kamu nggak terima pemberianku.”

Kevia tercekat. Lagi-lagi ancaman itu. Bagaimana ia sanggup? Hanya dengan mengingat pria itu saja, hatinya sudah menghangat. Kehilangan bukanlah pilihan.

Maka malam itu, Kevia menggenggam erat belanjaan di tangannya… juga genggaman tak terlihat yang Yoga tanamkan di hatinya.

“Ingat, skincare-nya dipakai. Aku nggak mau gadis kecilku yang cantik jadi kusam dan kehilangan sinarnya.”

Yoga mencubit pipi Kevia dengan gemas.

Wajah Kevia langsung memerah. Ia menunduk, tersipu malu.

Setelah beberapa detik diam, Yoga kembali bertanya pelan, “Ayah dan ibumu ada nggak di rumah?”

Kevia mendongak sebentar, lalu menjawab lirih, “Ayah masih di rumah sakit… nemenin Ibu.”

Tatapan Yoga membeku. “Ibumu sakit?”

Gadis itu mengangguk pelan. “Iya… Ibu gagal ginjal. Jadi harus cuci darah… dua minggu sekali.”

Yoga menatapnya lama, seolah ada sesuatu yang menohok dadanya. Suaranya terdengar berat saat ia berkata, “Kalau gitu… nanti jika aku nggak sibuk, aku sempatkan nengok ibumu.”

Kevia hanya bisa diam, hatinya terasa hangat mendengar kalimat sederhana itu.

Tak lama, Yoga pamit pulang. Motor besarnya perlahan menjauh, raung mesinnya terdengar makin samar, hingga akhirnya hilang di tikungan gang.

Kevia berdiri terpaku, matanya masih mengikuti punggung itu sampai benar-benar menghilang. Senyum kecil terukir di wajahnya, tak pudar meski udara malam dingin menusuk kulit.

Ia masuk ke kontrakan mungilnya, menatap belanjaan yang tadi diberikan Yoga. Ponsel, laptop, pakaian baru, hingga skincare yang kini seakan memancarkan sinar lain baginya. Senyumnya kembali merekah, seperti gadis kecil yang baru saja mendapat hadiah terindah.

Ia melangkah ke kamar mandi, air dingin menyiram tubuhnya yang lelah, namun pikirannya masih dipenuhi wajah hangat Yoga. Senyum ramah, tatapan teduh, bahkan cubitan gemas di pipinya tadi. Semuanya seperti cahaya matahari yang mengusir sepi.

Tapi begitu jemarinya menyentuh kulit, seolah ada bayangan lain yang ikut terbawa arus air. Plester di tangannya yang sudah basah membuatnya terdiam. Lalu, seperti bayangan hitam yang merayap dari dasar pikirannya, suara itu kembali.

Berat. Dekat. Nyaris berbisik.

“Karena malam ini… kau adalah milikku sepenuhnya.”

Dadanya terasa sesak. Aroma samar parfum pria misterius itu, tajam, dalam, menusuk, seakan tercium kembali, berbeda jauh dari aroma segar yang masih menempel dari pelukan Yoga tadi.

Jantungnya berdegup kencang. Hangat yang tadi ia rasakan bersama Yoga, berubah jadi dingin yang menghantui. Seolah ada jurang lebar yang memisahkan mereka, meski jarak fisik barusan begitu dekat.

Ia menutup matanya rapat-rapat, berusaha mengusir suara itu. Namun semakin ia melawan, semakin jelas gema itu terdengar di telinganya.

Yoga dan pria misterius. Dua sosok yang sama-sama menggoda, tapi bagai langit dan jurang.

Kevia menggigit bibirnya, membiarkan air membasahi wajahnya hingga bercampur dengan air mata.

***

Kemala sudah membaik dan pulang ke rumah. Malam itu, setelah memastikan ibunya tertidur pulas, Kevia melangkah ke ruang tamu kecil. Lampu redup menggantung, menciptakan bayangan panjang di dinding kusam.

Ardi duduk di kursi tua, bahunya sedikit membungkuk, wajahnya terlihat lelah meski matanya masih terjaga.

“Ayah…” suara Kevia pelan, tapi cukup untuk membuat pria itu menoleh.

“Ada apa, Sayang?” tanya Ardi lembut, menatap putrinya dengan penuh perhatian.

Kevia menggenggam jemarinya sendiri, ragu sejenak lalu duduk di samping ayahnya. “Uang yang aku dapat kemarin… bagaimana kalau kita jadikan modal usaha, Yah?”

Ardi terdiam. Kedua alisnya bertaut, jelas sedang berpikir. “Usaha?” ulangnya pelan.

Kevia mengangguk mantap, meski nadanya bergetar. “Aku nggak mau Ayah kerja serabutan terus. Aku ingin Ayah punya usaha sendiri. Biar kita bisa lebih tenang.”

Keheningan singkat menyelip di antara mereka. Ardi menatap wajah putrinya lama, seakan tak percaya anak gadisnya bisa berpikir sejauh itu.

“Usaha apa, Via?” tanyanya akhirnya, suara berat tapi penuh harap.

Kevia tersenyum tipis, namun sorot matanya berkilat penuh tekad.

“Aku kepikiran toko kelontong kecil, Yah. Tempat sederhana, tapi bisa jadi milik kita sendiri. Orang bisa berbelanja kebutuhan pokok, dan kita nggak akan repot mengurusnya. Kita bisa tetap sambil menjaga Ibu. Menurutku… itu bisa jadi awal harapan baru buat keluarga kita.”

Ardi terdiam. Napasnya terhela panjang, dadanya berguncang seolah menahan sesuatu. Perlahan, bibirnya melengkung, senyum getir yang sarat dengan rasa syukur. Matanya berkaca-kaca, berkilau di bawah cahaya lampu redup.

“Kamu benar-benar sudah dewasa, Via…” suaranya serak, penuh emosi. “Ayah… ayah bangga sekali padamu.”

Kevia menunduk, kedua tangannya mengepal erat di pangkuan, berusaha menahan perasaan yang menggelegak di dadanya. Ada haru, ada lega, juga ada semangat baru yang mulai tumbuh.

Kontrakan kecil itu terasa begitu sempit ketika Ardi melontarkan kegundahannya.

“Tapi, Sayang…” suaranya berat, sarat keraguan, “kontrakan ini tidak mungkin kita jadikan warung. Tempatnya sempit, kurang strategis. Kalau kita sungguh ingin membuka warung kelontong, kita harus mencari tempat lain.”

Kevia hanya mengangguk pelan. Mata beningnya menatap sang ayah dengan keteguhan.

“Soal itu, kita cari bareng-bareng, Yah,” ucapnya lirih, seolah hendak menghapus beban yang menekan hati ayahnya.

Ardi menatap wajah putrinya. Senyum samar menyungging di bibirnya, lalu tangannya terulur, mengusap lembut puncak kepala Kevia.

“Ayah bersyukur sekali punya kamu… dan ibumu.” Suaranya bergetar, hampir pecah. “Maafkan ayah, Sayang. Dulu ayah salah mengambil keputusan. Ayah yang membuat kamu dan ibumu menderita.”

Rasa sesal itu begitu nyata, membayang di wajah letih Ardi, memantul di sorot matanya yang mulai basah.

Namun Kevia menggeleng lembut.

“Ayah tidak perlu minta maaf,” bisiknya penuh ketulusan. “Waktu itu kita memang tidak punya jalan lain. Biarlah semua yang pahit terkubur di belakang kita. Mari kita buka lembaran baru.”

Air mata akhirnya lolos dari mata Ardi. Tanpa pikir panjang, ia meraih tubuh putrinya, memeluknya erat-erat.

“Ayah bahagia sekali memiliki putri sepertimu. Kamu dan ibumu… adalah hadiah terindah yang Tuhan titipkan pada ayah.”

Pelukan itu menghangatkan, menyalakan kembali sesuatu yang sempat padam di hati Kevia. Lima tahun lebih ia kehilangan kehangatan seorang ayah, kehilangan pelukan yang dulu ia pikir tak akan pernah kembali sejak ayahnya menikah lagi. Kini, kehangatan itu nyata, meleburkan seluruh rindu dan luka.

Kevia menutup mata, membalas pelukan itu dengan erat.

“Aku juga bahagia, Yah,” suaranya serak namun tegas. “Bahagia sekali punya ayah seperti ayah.”

Waktu seolah berhenti sesaat. Hanya ada detak jantung yang berpacu dalam satu irama, menyatukan luka lama dengan harapan baru.

...🌸❤️🌸...

Next chapter...

“Copet! Copet!”

Ardi menoleh, jantungnya ikut berdegup kencang. Dari arah belakang, seseorang tiba-tiba menabraknya keras.

“Ak—!”

To be continued

1
far~Hidayu❤️😘🇵🇸
Kevin Sama popy saja.. Kevia duda di sentuh om yoga kepunyaan om yoga.. semoga Kevia menyedari yg om Yoga adalah lelaki yang di ciptakan untuk nya.. menyedari yg perawan yg dia jual itu adalah milik yoga.. tetapi bagaimana author membongkar misteri ini sehingga Kevia menerima kenyataan bahawa Om yoga lah penyelamat nya
far~Hidayu❤️😘🇵🇸
apa si om sugar daddy Alias Yoga sudah akad nikah diam2 bersama pak Ardi Thor???
love_me🧡
ikatan batinnya kuat ya via walaupun mukanya tersembunyi tp mampu memporak porandakan perasaanmu
Siti Jumiati
jangan diam aja kevia kalau kamu benar2 cinta dan engak mau kehilangan pria misterius itu,
ayo semangat kejar cintamu sebelum ia diambil orang lain ntar nyesel Lo...
walaupun kamu belum tau wajahnya tapi kamu kan tau ketulusan cintanya itu benar2 nyata,
dia rela memberikan apapun yang ia miliki kalau kamu mau menikah dengannya,tunggu apalagi kevia...
selama kamu bersama ia terasa nyaman dan terlindungi itu sudah cukup.
semangat lanjut kak Nana sehat selalu 🤲
Cicih Sophiana
karena kamu sdh merasa nyaman dengan dia... maka kamu sekarang sdh mencintai nya Kevia tanpa sadar kamu takut kehilangan dia..
abimasta
begitulah disaat dekat di tolak setelah pergi baru mikir,semangat kevia..yoga pasti datang lagi
Cicih Sophiana
SINTING tunjukan wajah ganteng mu yg paripurna nya dong... biar Kevia meleleh seperti coklat kena panas
Hanipah Fitri
Kevia ternyata cinta nya sama sinting bukan yoga, walaupun dgn org yg sama
love_me🧡
kalau kamu dipecat lamar aja di bos Yoga kalian itu sebenarnya orang baik cuma salah tempat kerja aja
Endang Sulistiyowati
pahamilah perasaan dan mantabkan hatimu dulu Via. setelah yakin kejarlah. kamu memang masih muda, tp ga ada salahnya kalo kamu kejar impian kamu setelah menikah. Toh kamu nikahnya sama orang kaya, ga perlu masak,cuci baju, beresin rmh, wkwkwkkk 😂
anonim
Belum ada dua puluh empat jam setelah ketemu Sinting hari ini kamu gelisah sendiri Kevia.
Takut kehilangan - salah kamu sendiri selalu bicara tidak mengenakkan Sinting. Sinting cinta sama kamu - sepertinya kamupun sudah ada rasa terhadap Sinting. Kamu masih bocah jadi belum bisa berfikir jernih - marah-marah mulu bawaanmu.
Siti Jumiati
kalian itu sebenarnya sama2 cinta dan juga sama2 bucin...
knapa kamu gk rela kehilangan pria misterius karena dia sebenarnya yoga orang yang selama ini kamu sukai
kalau cinta yang bilang aja cinta jangan kamu bohongi dirimu sendiri.
anonim
Posesif banget nih Sinting - Kevia tak boleh bersama pria lain.
Menyuruh Kevia keluar dari Kafe dengan mengirimi foto intim Kevia bersamanya - bikin emosi saja nih orang 😁.

Akhirnya Kevia masuk ke mobil Sinting - terjadi pembicaraan yang bikin Kevia marah. Benar nih Kevia tidak mau menikah sama Sinting - ntar kecewa lho kalau sudah melihat wajahnya.
Kevia menolak menikah - disuruh keluar dari mobil.
Apa benar Sinting mulai hari ini tidak akan menghubungi atau menemui Kevia lagi. Bagaiman Kevia ??? Menyesal tidak ? Hatimu sakit ya...sepertinya kamu sudah ada rasa sama Sinting - nyatanya kamu tidak rela kehilangan dia kan ??
Dek Sri
semoga Rima tidak menemukan kevia
Anitha Ramto
Yoga anak buah si Rima ajak kerja sama saja sama kamu...untuk menjebak si Rima
Anitha Ramto
sekarang kamu baru tahu rasanya kehilangan kan Via...,kamu jangan egois jadi orang,di ajak hidup bersamanya kamu selalu meolak,,,

biarkan Yoga menjauhi Kevia dulu biar Kevia sadar bahwa Pria misterius itulah yang selalu melindunginya dan menginginkannya dengan sepenuh hati,,dengan tulus
Hanima
ya rugi lah kalau di lepas Viaaa 🤭
Felycia R. Fernandez
naaah kan,makanya tahan emosi,kontrol omongan...
klo sekarang jadi serba salah kan...
sabar aja dulu,Selami hati mu.ntar juga ayank mu balik lagi kok Via...
setelah itu jangan sering marah marah lagi ya,hati dan tubuh mu butuh dia.
Felycia R. Fernandez
ingat dulu mau makan aja mereka sulit...
sekarang udah bisa pesan...
hidup seperti roda,dulu dibawah, sekarang diatas...🥰🥰🥰🥰
Fadillah Ahmad
Lanjutkan Kak Nana... 🙏🙏🙏😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!