Winda Happy Azhari, seorang penulis novel yang memakai nama pena Happy terjerumus masuk bertransmigrasi ke dalam novel yang dia tulis sendiri. Di sana, dia menjadi tokoh antagonis atau penjahat dalam novel nya yang ditakdirkan mati di tangan pengawal pribadinya.
Tak mampu lepas dari kehidupan barunya, Happy hanya bisa menerimanya dan memutuskan untuk mengubah takdir yang telah dia tulis dalam novelnya itu dengan harapan dia tidak akan dibunuh oleh pengawal pribadinya. Tak peduli jika hidupnya menjadi sulit atau berantakan, selama ia masih hidup, dia akan berusaha melewatinya agar bisa kembali ke dunianya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ajakan Pangeran Lewis
"Apa yang Pangeran Lewis lakukan terhadap pencuri-pencuri itu?" Tanya Elizabeth kembali pada apa yang dibicarakan Pangeran Lewis tadi.
Pangeran Lewis tampaknya tidak menyadari bahwa Elizabeth dari tadi melamun di tengah percakapan mereka dan menjawab pertanyaannya.
"Aku membawa mereka ke para prajurit yang bertugas di sekitar sini dan memenjarakan mereka." Jawab Pangeran Lewis.
Elizabeth mengabaikannya, karena dia berpikir bahwa hukuman itu lebih baik daripada memenggal tangan para pencuri itu lalu membawa mereka ke penjara.
Kerajaan yang Pangeran Lewis sebutkan itu adalah Kerajaan Darkwood. Sebuah kerajaan di sebelah barat Everwood. Kedua kerajaan tersebut bersahabat karena ayah Pangeran Lewis dan Raja dari Darkwood bersahabat baik
"Kerajaan Darkwood, aku ingin mengunjungi kerajaan lain," kata Elizabeth lantang tanpa sadar.
"Kamu belum pernah keluar dari kerajaan ini?" Tanya Pangeran Lewis dengan ekspresi terkejut yang terlihat di wajahnya.
Elizabeth menggelengkan kepalanya.
"Saya khawatir saya tidak ingat pernah pergi ke kerajaan lain." Jawab Elizabeth.
"Sayang sekali. Setidaknya kau harus pergi ke kerajaan lain sekali seumur hidupmu." Balas Pangeran Lewis.
Elizabeth mengangguk sambil memandangi bintang-bintang yang berkelap-kelip di malam hari.
"Pasti menyenangkan." Ucap Elizabeth.
Elizabeth lalu mendengar Pangeran Lewis bertepuk tangan.
Dia berbalik dan dengan wajah riang, Pangeran Lewis berkata, "Bagaimana kalau kau ikut aku saat aku harus mengunjungi kerajaan lain?"
Elizabeth hampir terjatuh dari balkon setelah mendengar ajakan Pangeran Lewis yang tiba-tiba.
Terperangah, dia membalas, "Apa?!"
Pangeran Lewis mengangguk, sambil berpikir dalam hati, "Ya... ya... kamu harus ikut denganku, pasti seru!"
'Kenapa pangeran ini begitu energik?c pikir Elizabeth.
Elizabeth merasa kepalanya pusing.
""Yang Mulia Pangeran. Anda sangat baik, tapi...."
Pangeran Lewis menatap Elizabeth dengan mata berbinar penuh permohonan yang tampak semakin sedih di bawah sinar bulan. Elizabeth membuka dan menutup mulutnya sebelum mendesah, tak mampu menolak ajakannya.
"Kalau begitu, saya menerima tawaran Yang Mulia Pangeran," kata Elizabeth sambil menggertakkan giginya.
Pangeran Lewis tersenyum lebar.
"Bagus sekali! Aku akan memberitahumu nanti." Ucapnya.
Mata Elizabeth tiba-tiba terasa seperti disiram air murni yang membersihkan matanya dari semua dosa saat dia menatap Pangeran Lewis yang bersinar seperti malaikat.
'Aku merasa seperti melihat sayap di belakangnya.' ucap Elizabeth dalam hati.
Pesta dansa pun berakhir dengan aman karena Pangeran Lewis dan Elizabeth sebagian besar menghabiskan waktu mereka di balkon tanpa memberi tahu tamu yang ada di pesta itu.
"Aku akan segera menulis surat kepadamu," kata Pangeran Lewis saat dia mengantar Elizabeth kembali ke rumahnya.
Elizabeth mengangguk, membungkuk padanya saat melihatnya pergi.
"Baiklah, selamat malam, Yang Mulia Pangeran." Ucap Elizabeth.
Pangeran Lewis melambaikan tangan dan pergi dengan kereta kudanya. Alex segera masuk ke dalam rumah dan menyiapkan air mandi untuk Elizabeth. Setelah itu, Elizabeth duduk di sofa di kamarnya, bersantai setelah mandi.
"Nona tidak seharusnya membiarkan rambut Nona basah seperti itu." Ucap Alex.
Elizabeth menguap, perlahan merasa lelah.
"Akan kering dengan sendirinya." Ucap Elizabeth.
Matanya perlahan menutup, kepalanya mengangguk ke depan dan ke belakang. Alex menggelengkan kepalanya sebelum berjalan mendekat, mengambil handuk yang melingkari leher Elizabeth. Dia meletakkannya di atas rambut Elizabeth dan mulai mengeringkannya.
Rasanya seperti pijatan kulit kepala yang membuat Elizabeth semakin mengantuk dan tak lama kemudian, dia tertidur lelap di sofa dengan posisi duduk sementara Alex mengeringkan rambutnya.
Beberapa saat kemudian Alex selesai mengeringkan rambut Elizabeth, lalu menyingkirkan handuk dari kepalanya. Elizabeth tertidur sambil duduk tegak. Alex memperhatikan Elizabeth bergoyang ke kiri dan ke kanan, tetapi tak sekalipun terjatuh.
"Konyol." Ucap Alex.
Dia lalu mengangkat Elizabeth, membawanya ke tempat tidur, dan menyelimutinya. Tangannya memegang lampu, hendak mematikannya.
Elizabeth mengerang pelan, "Bakso...."
"Bakso? Pasti itu sesuatu dari dunianya." Ucap Alex.
Alex melirik Elizabeth sekali lagi. Elizabeth bergeser, meringkuk ke samping sambil terus tertidur lelap.
"Selamat malam, Nona." Ucap Alex.
Dia mematikan lampu dan diam-diam meninggalkan kamar Elizabeth, lalu kembali ke kamarnya sendiri juga.
...****************...
Minggu demi minggu berlalu, dan Elizabeth merasa bahwa hidupnya damai. Hubungannya dengan Alex pun membaik. Terkadang dia memergoki Alex tersenyum tipis, dan di lain waktu Alex tertawa pelan, yang nyaris tak terdengar, tetapi Elizabeth masih bisa mendengarnya.
"Cuaca hari ini bagus," kata Elizabeth sambil meregangkan tangannya di kursi dekat jendela.
"Memang benar, Nona." Balas Alex.
Elizabeth menatap kata-kata di bukunya, merenung.
"Aku ingin tahu apa yang bisa kita lakukan." Ucap Elizabeth.
"Kita?" Kata Alex.
Elizabeth mendengus sambil menggelengkan kepala.
"Kenapa kamu tidak pernah melibatkan dirimu sendiri, Alex? Satu-satunya orang yang aku mau untuk menemaniku cuma kamu." Ucap Elizabeth.
"...." Alex hanya diam.
"Lihat sekarang kau tak menanggapiku, kasar sekali." Ucap Elizabeth.
Dia mengerutkan kening, meniup rambutnya menjauh dari wajahnya sebelum sebuah ide muncul dalam benaknya.
"Itu dia!" Kata Elizabeth sambil menjentikkan jarinya, dia tiba-tiba berdiri.
"Ayo piknik hari ini!!" Serunya riang.
Alex menatapnya dalam diam, membuat Elizabeth berpikir bahwa Alex tidak mendengarnya. Dia berjalan mendekat dan melambaikan tangan ke wajah Alex.
"Hei? Kau dengar apa yang kukatakan?" Tanya Elizabeth.
Sesaat Elizabeth mengira dia melihat ekspresi terkejut di wajah pria itu sebelum dia mundur selangkah.
Sambil berdeham pelan, Alex menjawab, "Baik, Nona. Saya akan meminta para juru masak untuk menyiapkan makanannya."
Elizabeth menggeleng.
"Tidak perlu meminta mereka untuk membuatnya. Kamu bisa siapkan tikar dan semuanya. Aku yang akan siapkan makanannya." Ucap Elizabeth.
"Nona tahu cara memasak?" Tanya Alex.
Elizabeth menggaruk tengkuknya dan bergumam malu.
"Tidak juga, tapi aku bisa membuat makanan sederhana!" Serunya.
Sambil mengacungkan jempol, dia menyeringai.
"Serahkan saja makanannya padaku!" Ucapnya.
Alex hanya bisa menatap Elizabeth saat dia pergi ke dapur dengan tatapan yang sering dia gunakan ketika dia tidak pernah bisa memahami wanita itu dan tindakannya.
Saat berjalan menuju dapur, para juru masak memperhatikan Elizabeth dan menjadi tegang.
"No... Nona Elizabeth! Apa yang membawa Anda ke sini?" Tanya juru masak.
"Aku ingin menyiapkan makanan untuk piknikku hari ini." Jawab Elizabeth.
Salah satu juru masak mengangguk.
"Saya akan menyiapkannya..."
Elizabeth mengangkat tangannya.
"Tidak, aku akan melakukannya. Tolong bawakan aku roti, telur, mentimun, tomat, dan mayones." Ucap Elizabeth.
Terkejut, para juru masak di dapur menatapnya tanpa bergerak. Elizabeth mendesah, sedikit mengernyit.
"Halo? Aku bilang tolong bawakan bahan-bahan itu." Ucap Elizabeth.
Tersadar dari lamunannya, mereka berlarian mengumpulkan bahan-bahan dan membawanya kepada Elizabeth.
Elizabeth mengangguk dan melipat lengan bajunya hingga siku. Dia mulai menata satu persatu bahan yang dibawa para juru masak untuk mulai dipotong-potong.
Bersambung...