Setelah enam tahun menjalani hubungan jarak jauh, Raka dan Viola kembali dipertemukan. Namun cinta tak selalu berjalan mulus, mereka harus menghadapi tantangan dan rintangan yang menguji kekuatan cinta mereka.
Apakah cinta mereka akan tetap kuat dan bertahan, ataukah jarak akan kembali memisahkan mereka selamanya?
"Nggak ada yang berubah. Love only for you, Viola. Hanya kamu..." ~Raka.
🍁🍁🍁
Novel ini merupakan Sequel dari novel yang berjudul 'Sumpah, I Love You'. Selamat menyimak dan jangan lupa tinggalkan jejak. 😇😇😇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 : LOFY
Merasa ada yang janggal dan seperti ada yang sedang ditutup-tutupi oleh kedua orang tuanya, Raka memilih mengangguk setuju, menyetujui permintaan papanya tanpa banyak protes. Hingga setelah papanya pamit pergi ke kantor, dia berfikir untuk mengintogerasi mamanya.
"Nanti saja aku tanya Mama, sekarang waktunya tidak cukup, Viola pasti sudah menunggu dan dia akan marah kalau aku sampai telat jemput," pikirnya sembari melihat jam ditangannya yang sudah menunjukkan pukul tujuh.
Setelah berpamitan pada mamanya yang sedang membereskan meja makan, sementara Dafa sudah diantar kesekolah oleh supir, Raka segera melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh ke rumah kekasihnya. Dan benar saja, begitu sampai disana Viola sudah ada diteras rumah, sedang berjalan mondar-mandir sambil beberapa kali mencoba menghubunginya.
"Ka...! Lama banget sih. Aku udah nungguin setengah jam loh, udah kayak setrikaan tau," segera dia menghampiri Raka yang baru saja turun dari dalam mobil. Seperti biasa, senyuman yang terbit diwajah Raka membuatnya tidak bisa marah lama-lama.
"Iya, maaf ya Cantik." ucapnya selembut mungkin. Mengusap lembut kepala sang kekasih.
Tidak segera membukakan pintu mobil, Raka lebih dulu menghampiri Tamara yang baru saja keluar dari dalam rumah. Menyalami wanita itu dengan takzim.
"Maaf Tante, saya telat jemput Vio nya."
"Tante sih nggak masalah," Tamara melirik sebentar ke arah putrinya sebelum melanjutkan kalimatnya. "Hari ini tumben dia udah bangun dari jam lima loh, udah nggak sabar mau ketemu Nak Raka katanya."
"Dih, Mama kok buka kartu sih. Vio kan malu," wajahnya yang merona dia palingkan kesamping. Diam-diam tersenyum tipis.
"Yaudah, kami pamit dulu ya, Tante. Takut Vio nya telat." pamit Raka. Kembali menyalami wanita itu.
"Iya hati-hati dijalan ya kalian." balas Tamara. Masih setia berdiri disana sampai mobil yang dinaiki oleh putrinya melesat keluar meninggalkan halaman rumah.
*
*
*
Waktu yang sudah mendesak tak lantas membuat Raka terburu-buru mengendarai mobilnya. Kenyamanan dan keselamatan sang kekasih lebih dia utamakan. Hingga setelah bermacet-macetan dengan kendaraan lain, mereka sampai di salah satu gedung megah di Jakarta setelah menempuh sekitar empat puluh menit perjalanan.
"Nanti siang aku telpon, sorenya aku jemput." ucap Raka begitu mobilnya sudah terparkir di halaman kantor.
Viola menganggukkan kepala, "Setelah ini kamu ada kegiatan apa?"
"Sebenarnya aku mau ketemu sama Beni dan yang lainnya, tapi papa nyuruh aku buat jemput anak temannya. Jadi mau nggak mau ketemuan sama mereka aku undur, mungkin siangan aja," jawab Raka.
"Jemput anak temannya om Arman? Mungkinkah yang dimaksud itu perempuan yang mau dijodohkan dengan Raka?" kembali dia termenung. Selain kasus yang menimpa papanya, hal lain yang selalu mengusik hatinya adalah perjodohan Raka. Dan sampai detik ini, Raka terlihat seperti tidak tahu apa-apa, atau... Dia hanya berpura-pura tidak tahu saja?
"Vio." Raka menepuk pelan bahu Viola, membuat gadis itu terkesiap kaget. "Kenapa melamun? Ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganggu hati kamu, hemm?"
Lagi-lagi dia mengangguk, hatinya mendorong untuk bercerita, "Ada. Sebenarnya pap..."
Tok...
Tok...
Tok...
"Vio ayo cepat turun...! Kangen-kangenannya nanti lagi. Kita udah hampir telat nih." Dian yang sedari tadi menunggu di depan pintu utama segera mengetuk kaca mobil milik Raka saat melihat sahabatnya itu tidak kunjung turun dari dalam mobil.
Sontak mereka berdua menoleh ke arah Dian. Sebelum berangkat tadi Viola memang menelfon Dian dan memintanya untuk menunggunya di depan kantor supaya mereka bisa naik bareng ke atas.
"Dian udah nungguin tuh," tunjuk Raka dengan dagunya pada Dian yang kini berdiri di samping mobilnya. "Buruan kamu turun gih, nanti telat masuk loh."
Belum sempat dia melangkahkan kakinya turun setelah pintu mobil terbuka, Viola kembali menoleh ke samping. "Anak temannya papa kamu itu cewek apa cowok?" tanyanya. Nada suaranya terdengar datar, tapi penuh dengan keraguan.
"Nggak tahu, nggak nanya juga tadi," jawab Raka jujur karena dia memang tidak sempat menanyakan sampai sedetail itu tadi saat papanya meminta untuk menjemput anak dari temannya. "Memangnya kenapa, Cantik?"
Viola menghela napas panjang, "Pokoknya ingat ya. Kalau cewek, kamu harus jaga jarak. Nggak ada deket-deket nggak ada tatap-tatapan seperti di sinetron." papar Viola panjang lebar, seolah ingin membentengi Raka dari yang namanya orang ketiga dalam hubungan mereka.
"Heuh, apa aku terlalu posesif ya?" mendadak dia diam setelah bicara panjang lebar. "Maksudnya ak--"
Cup...
Kecupan singkat itu mampu membungkam mulutnya. Tenggorokannya seakan kering dan tidak mampu mengeluarkan suara lagi. Matanya mengerjap pelan, menatap Raka yang kini sedang tersenyum padanya.
"Iya paham, Cantik. Nggak macam-macam nggak neko-neko,"
Buru-buru Viola turun saat merasakan jantungnya sudah tidak aman. Menutup pintu mobil dan segera menarik tangan Dian. Membawa sahabatnya itu meninggalkan halaman kantor.
Setelah memastikan Viola dan Dian masuk ke dalam gedung, Raka melajukan kembali mobilnya. Tapi bukan untuk menjemput anak dari teman papanya, melainkan langsung ke kantor papanya.
*
*
*
Arman nampak geram saat melihat Tiara datang seorang diri ke kantornya. Rupanya Raka menyuruh supir keluarga mereka untuk menjemput Tiara setelah supir itu mengantarkan Dafa kesekolah.
Sebenarnya Arman berbohong saat mengatakan jika Tiara ini ingin belajar tentang bisnis padanya, itu hanya sebuah alasan saja supaya bisa mendekatkan Raka dengan Tiara. Tapi sepertinya putranya itu lebih memilih untuk menemui Viola.
"Mungkin Raka-nya masih capek, Om." ucap Tiara yang saat ini sudah duduk di sofa ruangan kerja Arman.
"Nggak kok Tiara, sebenarnya Raka juga nggak sabar pengen ketemu sama kamu. Mungkin dia ada urusan dulu sebentar. Maklum, dia kan baru pulang dari London, jadi pasti ingin menemui teman-temannya dulu disini." Arman tidak ingin memupuskan harapan Tiara hingga terpaksa dia harus berbohong. "Sebentar, Om coba telepon Raka dulu ya?"
Memilih untuk berdiri sedikit menjauh, Arman mencoba untuk menghubungi putranya, namun teleponnya sama sekali tidak diangkat meskipun panggilan tersambung. Hingga setelah beberapa menit dan beberapa kali mencoba, terdengar pintu ruangannya diketuk dari luar. Seseorang membuka pintu itu sedikit lebar setelah dirinya mempersilahkan untuk masuk.
Tiara merasa seperti sedang terhipnotis saat melihat pria itu masuk. Kaos polo berwarna biru muda yang pas dengan warna kulitnya, dan celana jeans yang sesuai dengan gaya santainya, membuat pria itu terlihat lebih tampan dari difoto yang pernah dia lihat.
"Maaf Pa, aku nggak bisa jemput anaknya teman Papa. Tapi harusnya dia sudah datang kan?" tanya Raka.
Tatapannya mengikuti arah pandang papanya. Melihat seorang gadis juga sudah berdiri di ruangan itu sekarang dan sedang menatapnya tanpa berkedip.
...🪷🪷🪷...
.covernya kelar juga akhirnya👏👏
aaah bapak nya Raka pasti ini...
pengen sleding si papa 😠😠😠😠😠
so sweet 😍😍😍😍
sosor terus Raka, tunjukan klo di hati kamu hanya Viola satu satu nya...
kalian udah sama sama dewasa bukan anak SMA lagi yang marahan atau ada masalah malah lari...
hadapi bersama sama... apalagi masalah si Arman itu,selagi Raka gak berpindah hati pasti kamu tetap satu satu nya Vio