NovelToon NovelToon
Kalong

Kalong

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Hantu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Zia Ni

Desa Semilir dan sekitarnya yang awalnya tenang kini berubah mencekam setelah satu persatu warganya meninggal secara misterius, yakni mereka kehabisan darah, tubuh mengering dan keriput. Tidak cukup sampai di situ, sejak kematian korban pertama, desa tersebut terus-menerus mengalami teror yang menakutkan.

Sekalipun perangkat desa setempat dan para warga telah berusaha semampu mereka untuk menghentikan peristiwa mencekam itu, korban jiwa masih saja berjatuhan dan teror terus berlanjut.

Apakah yang sebenarnya terjadi? Siapakah pelaku pembunuhannya? Apakah motifnya? Dan bagaimanakah cara menghentikan semua peristiwa menakutkan itu? Ikuti kisahnya di sini...

Ingat! Ini hanyalah karangan fiksi belaka, mohon bijak dalam berkomentar 🙏

Selamat membaca

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menemukan Kerangka Kedua Orang Tua

"Maaf ya Sat kalau lauknya seadanya," ujar si Drajat sambil mencedok nasi.

"Tidak apa-apa Jat, ini saja sudah enak kok. Bisa makan setiap hari saja sudah bersyukur."

Satrio benar-benar menikmati makanan sederhana yang disediakan oleh Drajat karena selama puluhan tahun tinggal di hutan terlarang, dia sering puasa dan jarang sekali makan nasi. Jika perutnya sudah sangat lapar, dia akan membakar umbi-umbian/ikan/binatang buruan seperti ayam hutan, dan makan buah seadanya.

"Kamu nginep di sini saja ya, tidak perlu takut, daerah sekitar rumahku sudah lama tidak didatangi warga. Besok aku belikan kamu ayam untuk lauk," kata si empunya rumah.

"Tidak perlu repot-repot Jat, pasar kan jauh dari rumahmu," balas Satrio.

"Tidak apa-apa, aku tidak merasa repot kok, mumpung aku ada uang. Lagipula kita kan sudah sangat lama tidak ketemu," ucap Drajat yang kemudian mulai menyuapkan makanannya ke dalam mulutnya.

Setelah makan siang bersama selesai, Drajat pun mengajak Satrio untuk sholat dzuhur namun pria berambut putih panjang itu menolak dengan alasan kehidupan spiritualnya sedang melemah. Tidak ingin menyinggung teman sekaligus tetangganya yang sudah puluhan tahun tidak bertemu, Drajat pun akhirnya sholat dzuhur sendirian.

Sesudah melaksanakan sholat dzuhur, Drajat pun kemudian mengajak Satrio untuk memanen ubi jalar, kacang tanah dan sayuran di kebun. Sekalipun luas kebunnya tidak seberapa, tapi sampai umurnya setua itu, Drajat masih rajin merawat dan memanfaatkan kebunnya.

"Penampilanmu kok tidak biasa to Sat, kayak guru silat atau pertapa saja," tebakan Drajat setengah jitu.

"Ya beginilah Jat aku sekarang. Tidak mau ribet masalah penampilan," Satrio tetap menyembunyikan identitasnya.

"Tapi kalau ada orang yang lihat bisa takut lo," kata si Drajat.

"Untungnya aku jarang ketemu orang lain Jat, sehari-harinya ya luntang-lantung dengan 2 kerabat angkatku," balas Satrio.

"Kamu hidup sendirian selama puluhan tahun tidak kesepian, Jat? Apalagi rumahmu cukup jauh dari pemukiman. Kamu tidak takut dengan teror yang menimpa desa ini?" imbuh pria berpakaian serba hitam itu.

"Justru hidup sendirian begini aku bisa tenang Sat, pikirannya tidak macem-macem, cukup mikir hidup sendiri. Kalau masalah teror, aku sudah pasrah pada Gusti Allah, mau mati kapan saja sekalipun tidak ketahuan tetangga juga tidak masalah. Aku tidak mau mikir yang berat-berat, dibuat santai saja," terang si Drajat.

"Kamu sudah tahu kabar terbaru di desa ini?" lanjut laki-laki berambut putih panjang tersebut.

"Tadi pagi waktu ke pasar aku baru tahu kalau ada 21 warga desa yang meninggal dalam satu malam, termasuk Pak Purnomo, si Bapak Kepala Desa. Rumornya sih yang meninggal juga orang-orang terdekatnya Pak Purnomo. Apa orang itu berbuat licik selama jadi kepala desa seperti bapaknya juga ya?" pikiran Drajat masih belum bisa menganalisis jika kematian misterius 21 warga itu disebabkan oleh temannya sendiri.

"Selama ini kamu jarang kumpul-kumpul dengan warga?" lanjut Satrio.

"Tidak Sat, sejak kejadian yang menimpa kedua orang tuamu, keluargaku ikut dikucilkan sampai sekarang ini. Sekali waktu kalau aku tidak sengaja ketemu dengan warga yang sedang ngarit atau mencari kayu bakar, aku lah yang selalu menyapa mereka duluan tapi mereka diam saja, aku tidak pernah dianggap oleh mereka," timpal Drajat terus terang.

Kurang ajar! Ternyata efek fitnahan Wijoyo berdampak juga ke keluarga Drajat. Untungnya kelelawar-kelelawar itu sudah kusuruh untuk menyebar racun di seluruh desa, umpat Satrio dalam hati.

"Maaf yo Jat, gara-gara masalah yang menimpa keluargaku, keluargamu ikutan kena juga," kata pria berbaju serba hitam itu.

"Kenapa kamu minta maaf, Sat? Kamu dan kedua orang tuamu kan tidak salah. Yang edan itu kan si Wijoyo dan kroco-kroconya. Dari luarnya saja kelihatannya baik, berpangkat, dan berduit tapi aslinya keji," sahut si Drajat.

"Kedua orang tuaku meninggalnya bagaimana, Jat? Trus mereka dikubur dimana?" tanya laki-laki berambut putih panjang tersebut yang membuat temannya menghentikan aktifitasnya untuk sesaat karena hatinya merasa sedih.

"Kenapa, Jat? Kok diam?" Satrio mulai curiga.

"Aku tidak tega untuk mengatakannya, Sat," jawab Drajat jujur.

"Tidak apa-apa Jat, katakan saja, aku sudah siap mental kok," desak pria berbaju serba hitam itu.

"Anu Sat... Kedua orang tuamu dibakar hidup-hidup, setelah itu kerangkanya dimasukkan ke dalam karung trus dibuang di jurang yang ada di bagian Timur hutan."

Mendengar keterangan temannya, Satrio langsung panas hatinya tapi dia masih berusaha untuk menahannya karena di dekatnya masih ada Drajat.

"Aku benar-benar ikut berbelasungkawa, Sat. Aku tidak menyangka jika mereka sekeji itu," ucap Drajat pelan namun Satrio tidak berkomentar apa-apa karena hatinya sedang menahan emosi.

Sepulangnya dari kebun, Satrio membantu Drajat mencuci kacang tanah dan ubi jalar. Sementara si empunya rumah sedang merebus kacang tanah dan mengukus ubi jalar, Satrio mandi sambil mengumpat dalam hati. Dia bersumpah akan membuat Desa Glagah menjadi desa mati.

Malamnya, setelah menyirep Drajat, Satrio keluar dari rumah lalu mulutnya komat kamit membaca mantra hingga beberapa saat kemudian tubuhnya mengeluarkan asap hitam dan berubah wujud menjadi kelelawar. Sesudah itu, kelelawar jelmaan Satrio terbang ke arah Timur hutan untuk mencari kerangka kedua orang tuanya.

Setibanya di area jurang, si kelelawar terbang berkeliling sambil menajamkan mata batinnya untuk mempermudah pencarian kerangka kedua orang tuanya yang sudah 50 tahun lebih berada di jurang itu.

Setelah 40 menitan terbang berkeliling, akhirnya Satrio pun menemukan lokasi kerangka kedua orang tuanya. Sesudah merubah wujudnya menjadi manusia kembali, dengan menggunakan ilmu yang dimilikinya, dia membongkar tanah yang ada di depannya hingga karung yang membungkus kerangka kedua orang tuanya mulai terlihat.

Para dedemit hutan yang menyaksikan gerak-gerik Satrio tidak ada yang berani mengusiknya karena aura negatif yang dipancarkan oleh laki-laki tua itu terasa kuat.

Dari mulutnya Satrio keluar suara lengkingan yang nyaring dan panjang sebagai luapan emosi yang terpendam selama puluhan tahun, yang membuat sebagian dedemit yang berada di sekitar jurang itu langsung kabur menjauh. Hatinya kembali tersayat setelah tahu bagaimana cara kedua orang tuanya meninggal.

"Bapak, Emak, maafkan aku karena baru hari ini menemukan kerangka kalian. Aku berjanji, akan membuat orang-orang yang telah membuat kalian seperti ini hidup menderita termasuk keturunannya," kata pria tua itu dengan hati geram.

Seraya memanggul karung berisi kerangka kedua orang tuanya, dengan menggunakan ajiannya, Satrio berjalan super cepat menuju ke hutan terlarang untuk mengubur kerangka itu dengan layak.

1
kalea rizuky
pantes dendam warga desa emank jahat bgt
🎧✏📖
semangat✌
Kezia Suhartini: trimakasih Kak... 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!