MENIKAHI TUAN MUDA ARROGANT

Sean menarik napas lega saat hasratnya sudah tercapai. Ziva sangat pandai dalam memanjakan dirinya. Sean mengelap bibir Ziva dari sisa-sisa ca*ran miliknya.

"Istri cantikku ... ternyata sangat pandai memanjakan suaminya," ucap Sean.

Ziva mengibas-ngibaskan tanganya. "Tanganku pegal ... lama sekali kamu keluarnya."

Sean terkekeh. "Aku sudah bilang sejak awal. Pakai bibirmu, kamu saja tidak mau. Malah pakai tangan jadinya tidak keluar. Setelah bibirmu melahapnya baru lah aku bisa keluar."

Ziva kesal lalu segera masuk ke dalam kamar mandi. Dia membersihkan tangan dan juga mulutnya. Sedang Sean hanya tersenyum melihat istrinya itu. Akhirnya dia bisa juga mencapai pelepasan.

Semalam saat Sean menginap di rumah Eve, dia tidak menyentuh istrinya itu. Sean hanya tidur di satu ranjang yang sama. Sean beranjak keluar dari kamarnya.

Kali ini dia harus menyelesaikan masalah yang telah di buat Rissa. Sean pergi menuju ruang kerjanya. Di sana sudah ada Jimi yang tengah menunggu Sean.

"Jim ... aku ada tugas untukmu," kata Sean

"Apa ini mengenai Rissa?" tanya Jimi.

Sean mengangguk. "Kamu cari Daniel, wanita itu bilang pacarnya itu mandul."

"Aku sudah memeriksa CCTV di Villa. Di rekaman itu memang terlihat Rissa tengah membawamu ke dalam kamar. Lalu kalian keluar saat keesokan harinya," ungkap Jimi.

Sean mengangguk akan penuturan Jimi. Dia memang ingat saat mereka sama-sama keluar dari kamar. Sean hanya tidak mengingat kalau dirinya telah bercinta dengan Rissa.

Sean yakin betul pada waktu itu, dia hanya mabuk. Itu semua karena Ziva yang telah berani menamparnya. Sean kesal karena ada wanita yang menolak dirinya. Karena kesal lalu Sean berpesta dengan mabuk-mabukan.

Sean mengusap wajahnya. "Kamu cari saja Daniel. Aku yakin dia tahu tentang Rissa."

Jimi mengangguk. "Baik Tuan!"

Jimi keluar dari ruangan kerja Sean. Dia harus segera mencari Daniel untuk mengungkap semua kebohongan Rissa.

Ziva keluar dari kamar menuju taman bunga. Taman bunga itu banyak di tumbuhi bunga mawar. Kebanyakan bunga yang di tanam adalah mawar putih. Sean memang sangat menyukai bunga mawar putih. Baginya putih itu melambangkan kemurnian dan perdamaian.

Ziva memetik beberapa tangkai bunga untuk Sean. Dia meletakan bunga yang telah dia petik ke dalam sebuah vas.

"Sean pasti suka, dengan bunga yang aku petik."

Rissa datang dengan melipat tangan di dada. Dia mengambil bunga itu lalu menghancurkannya. Ziva melotot akan apa yang dia lakukan Rissa.

"Rissa ... apa yang kamu lakukan?" pekik Ziva

Rissa tersenyum sinis. "Menghancurkan bunga yang kamu petik. Begitu juga hubunganmu bersama Sean. Aku akan menghancurkanya hingga berkeping-keping."

Ziva menghela, dia berusaha untuk tidak meladeni wanita hamil. Ziva mengerti mungkin kehamilan Rissa membuatnya menjadi sensitif.

"Rissa ... kamu lagi hamil. Lebih baik kamu jangan marah-marah. Jangan racuni pikiranmu dengan rencana-rencana jahat," ucap Ziva.

Rissa malah merasa kesal akan nasihat yang di berikan Ziva. "Jangan sok menasihatiku. Kamu itu lebih jahat dariku."

Ziva memutar mata malas. Dia malas meladeni Rissa. Ziva lalu pergi meninggalkan Rissa di taman. Ziva pergi berjalan-jalan menyusuri rumah besar Sean.

Selama Ziva bekerja sebagai pelayan, hanya daerah tertentu saja yang dia bersihkan. Rumah Sean sangat besar. Ada sebagian ruangan yang belum pernah Ziva kunjungi.

Ziva berjalan-jalan menyusuri satu persatu ruangan di rumahnya. Ada satu kamar yang menarik perhatian Ziva. Ruangan kamar itu bertuliskan MY ROOM berlapis emas.

Ziva mencoba membuka pintu itu tetapi terkunci. Ziva berusaha untuk membukanya tetapi tidak bisa.

"Ruangan apa ini. Kenapa pakai di kunci segala," gumam Ziva.

Ziva lalu kembali menuju kamarnya. Dia sedikit kecewa karena tidak bisa membuka ruangan itu. Ziva masuk ke dalam kamarnya. Rasanya dia sangat bosan berada di dalam rumah.

Menjadi seorang Nyonya Sean membuat Ziva merasa tidak punya teman. Para pelayan yang menjadi teman bicaranya, kini mulai menjauh. Mereka menjadi segan pada Ziva yang telah menjadi Nyonya rumah.

Sean juga sibuk dengan urusanya. Kalau mengajak Ken untuk bicara maka akan membuat Sean marah. Ziva jadi merindukan rumah sewanya. Dia merindukan suasana pertemanan saat dia masih tinggal di rumah sewanya.

"Aku minta izin saja pada Sean. Aku ingin pergi jalan-jalan," guman Ziva.

Ziva lalu pergi menemui Sean di ruang kerjanya. Sebelumya Ziva membuatkan Sean teh hijau terlebih dahulu. Ziva mengetuk pintu ruang kerja dengan membawa nampan di tanganya.

Tok ... tok ... tok ... !

Terdengar suara yang mengijinkan Ziva untuk masuk ke dalam. Ziva memutar knop pintu lalu masuk ke dalam ruang kerja. Sean mengernyit saat istrinya yang masuk dengan membawa nampan di tangan.

"Sayang ... kamu tidak perlu repot. Kamu bisa meminta pelayan untuk membawanya," ucap Sean.

Ziva meletakan secangkir teh di meja kerja Sean. "Aku akan melayani suamiku sendiri."

Sean lalu meminum teh yang di bawa oleh Ziva. Dia lalu mengiring Ziva untuk duduk di sofa. Ziva dan Sean saling duduk berdampingan.

"Hubby ... aku ingin pergi ke luar sebentar," kata Ziva.

Sean berkerut. "Kemana?"

Ziva sedikir ragu untuk bicara. "A-aku ingin jalan-jalan saja. Di sini aku tidak punya teman."

Sean menatap wajah memelas istrinya. Dia menjadi merasa bersalah pada Ziva. Seharusnya mereka melakukan bulan madu atau pergi berlibur. Ini malah Ziva terkurung di dalam rumah.

Awal mula memang Sean menikahi Ziva karena wajah cantiknya. Lalu karena Ziva menampar dan menolak dirinya. Alasan ketiga membuat cemburu istrinya Eve.

Tetapi perasaan aneh itu muncul saat Ziva tersenyum pada Richard dan Ken. Ada kecemburuan di dalam diri Sean.

"Aku akan menyuruh supir untuk mengantarmu jalan-jalan," ujar Sean.

Ziva mengeleng, dia menolak untuk memakai supir. Dia tidak akan bebas untuk kemana pun. "Tidak usah ... aku bisa pergi sendiri."

"Tidak boleh!" Sean sangat khawatir kalau sampai Ziva pergi sendiri. Dia takut Ziva akan di ganggu oleh pria-pria di luar sana.

Ziva mengengam tangan Sean. "Tenang saja ... aku bisa menjaga diriku."

"Baiklah ... kamu pulangnya jangan sampai telat," ucap Sean.

Sean mengecup kening istrinya. Ziva tersenyum ceria karena Sean mengijinkanya untuk keluar. Ziva keluar dari ruang kerja menuju kamarnya.

Ziva mulai berganti pakaian dan merubah penampilanya seperti dulu. Dia berubah menjadi jelek dan buluk. Ziva menuruni anak tangga lalu keluar dari rumah besar.

Sean menatap kepergian Ziva dari kaca ruang kerjanya. Dia lalu menelepon seseorang untuk mengawasi Ziva. Meski Ziva sudah merubah penampilan dirinya, Sean tetap merasa khawatir.

Baru kali ini Sean merasa khawatir terhadap seorang wanita. Selain putrinya maka tidak ada lagi wanita yang dia cemaskan. Tetapi sekarang ada Ziva yang akan selalu membuat hatinya khawatir.

Tbc

Dukung Author dengan vote, like dan juga koment.