NovelToon NovelToon
Dear, Anak Presdir

Dear, Anak Presdir

Status: tamat
Genre:Tamat / One Night Stand / Crazy Rich/Konglomerat / Teen Angst / Teen School/College / Menyembunyikan Identitas / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: DityaR

Ada cowok yang pikirannya masih di zaman batu, yang menganggap seks cuma sekedar kompetisi. Semakin banyak cewek yang ditiduri, maka semakin jantan dia.

Terus ada juga yang menganggap ini cuma sebagai salah satu ajang seleksi. Kalau goyangannya enak, maka mereka bakal jadian.

Ada lagi yang melihat ini cuma buat kesenangan, tanpa perlu ada keterikatan. Ya, melakukannya cuma karena suka. Sudah, begitu saja.

Dan ada juga cowok yang menganggap seks itu sesuatu yang sakral. Sesuatu yang cuma bisa mereka lakukan sama orang yang benar-benar mereka sayangi.

Nah, kalau gue sendiri?

Jujur, gue juga nggak mengerti. Gue bahkan nggak tahu apa arti seks buat gue.

Terus, sekarang gue ada di sini sama Carolline?

Gue baru kenal dia, jadi gue nggak ada niatan buat tidur sama dia. Tapi kalau soal bikin dia puas?

Itu cerita lain.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Move On

...Asta...

...✦•┈๑⋅⋯ ⋯⋅๑┈•✦...

Vey mengeluarkan HP-nya dan nunjukin Instagram.

Di layar, kelihatan profil Bessie. Foto-fotonya kebanyakan tentang kopi dan selfie.

Dan fix, ini Bessie yang gue kenal. Satu-satunya teman cewek gue di kampus.

Tiba-tiba gue keingat obrolan gue sama dia beberapa minggu lalu. Reaksi dia ketika pergi dengan muka kesal, sekarang jadi masuk akal, “Party Monster itu teman lo?”

"Oh… Jadi gitu." Gue pura-pura biasa saja. Nggak yakin juga sih, kalau pun gue kenal Bessie bakal ngebantu apa enggak. Dia sudah kelihatan cukup sedih. "Lo tahu nggak kenapa mereka putus?"

"Nggak tahu. Gue juga nggak gerti siapa yang mutusin. Tapi dia… Gue nggak tahu cara menjelaskannya, Asta. Kadang gue bisa lihat kalau dia lagi kepikiran Bessie… bahkan pas dia lagi ada di samping gue."

"Sori, pasti lo…"

"Kadang rasanya nyesek banget. Tapi kadang gue juga merasa… bodo amat."

"Hah?"

"Makanya gue bilang gue bingung. Kadang nyakitin, kadang gue nggak peduli sama sekali. Gue nggak mengerti perasaan gue sendiri."

"Oh… iya, ngerti sih."

Sebenarnya, enggak.

Gue sama sekali nggak mengerti hubungan mereka.

Vey menyandarkan kepala ke sofa dan memperhatikan gue beberapa detik.

"Sekarang, gue mau ngebahas itu."

Gue langsung tegang dikit. "Itu… maksud lo apa?"

"Tentang… apa yang lo bilang ke Dino pas lo mabok."

Oh.

Gue bisa merasakan panas naik ke tengkuk gue. Jujur, dia benar. Gue nggak pernah menjelaskan apa pun. Nggak pernah mikirin lagi, apalagi minta maaf ke dia.

"Maaf ya, Vey. Gue nggak tahu kenapa gue bisa gitu. Hari itu gue lagi kacau, terus gue minum… Pokoknya, gue benar-benar nggak bermaksud bikin lo nggak nyaman."

Vey diam beberapa detik, masih menatap gue dengan cara yang gue nggak bisa baca.

"Lo tuh... nenangin."

"Hah?" Gue kerutkan alis, bingung.

"Cara lo bersikap. Lo... beda, Asta. Lo selalu hati-hati biar nggak nyakitin orang, dan lo minta maaf kalau merasa harus. Nggak banyak orang yang kayak gitu."

Cara dia ngomong lo, cara dia memperhatikan gue, terus bagaimana pandangannya turun ke bibir gue...

Bahaya banget.

Kenapa gue menghindari dia?

Kenapa gue males banget buat menghadapi ini semua?

Karena gue suka sama dia. Dan kalau kita sendirian begini, semuanya jadi makin jelas, makin nggak bisa dihindari.

Gue ketawa kecil, mencoba mencairkan suasana.

Tapi dia nggak ketawa.

Gue langsung kaku pas dia bergeser sedikit, makin dekat, sampai gue bisa merasakan hangat tubuhnya bercampur sama gue. Dari dekat, gue bisa lihat matanya masih bengkak dan hidungnya masih merah. Tapi dia tetap kelihatan cantik banget.

Bibirnya.

Lembab.

"Vey?" bisik Gue pelan.

Gue nggak tahu dia mau ngapain, tapi yang jelas kita nggak seharusnya sedekat ini. Gue nggak boleh kepancing. Tapi dari awal kenal, dia selalu punya cara buat bikin gue kepengen.

Dia tatap mata gue, terus senyum dikit sebelum tanya, "Gue… gue suka sama lo?"

Tangan dia naik ke pipi gue, membelai pelan. Gue hampir merem, menikmati sentuhannya. sudah lama banget nggak ada yang menyentuh gue sehalus ini dengan penuh perhatian.

Dan ya Tuhan, gue butuh ini.

Tapi bukan dari dia.

"Vey…"

"Kita harus bahas ini, cepet atau lambat."

"Barusan kita udah bahas. Dan gue udah minta maaf." Nada suara gue tegas.

Senyumnya langsung luntur.

"Oh, gitu. Jadi… itu cuma kesalahan, ya?" Dia nelan ludah, terus buang muka. "Oke, ngerti."

Dia balik meluk bantalnya lagi, terus jilat bibirnya pelan. Kayak malu, kayak mencoba menguatkan diri.

Gue nggak tahu ini waktu yang tepat atau bukan. Gue nggak tahu ini bakal jadi hal yang benar atau malah merusak semuanya.

Tapi gue pengen.

Gue sudah pengen dari pertama kali gue kenal dia.

Dan suara Dino di kepala gue kayak bensin yang bikin api ini makin besar,"Lo tuh masih muda, Asta. Lo kuliah, cewek-cewek suka sama lo. sudah, nikmati aja."

Jadi gue angkat tangan gue, pegang pipi Vey. Dia kaget, tubuhnya kaku. Mata kita ketemu lagi. Gue nelan ludah, jantung gue berdebar.

Dia maju duluan, menutup jarak di antara kita. Bibir kita bersentuhan, dan hangat yang langsung menjalar ke seluruh badan gue.

Dan itu membuka semua yang gue tahan selama ini. Gue berhenti mikir. Gue cium dia kayak orang gila.

Gue nggak nyium Vey dengan lembut, tapi juga nggak brutal. Bibir kita awalnya masih agak canggung, bergerak pelan, mencari ritme. sampai akhirnya kita mulai nemuin iramanya.

Dia jelas tahu apa yang dia lakuin. Kepalanya miring sedikit, terus lidahnya mulai main, bikin gue hampir kehilangan akal.

Beberapa detik kayak gini saja, gue sudah bisa merasakan panas yang mulai turun ke selangkangan. Nafas kita kedengaran jelas di ruang tamu.

Dia gigit bibir gue, bikin gue mengeluarkan erangan pelan sebelum gue balas nyium dia dengan lebih ganas.

Gue makin agresif, makin nggak sabar.

Dan dia…

Dia mengeluarkan suara kecil yang bakar darah gue sebelum melempar satu kakinya ke atas paha gue dan duduk di pangkuan gue, merapatkan tubuhnya ke sesuatu yang jelas sudah berdiri tegak.

Tangan gue turun ke pinggulnya, langsung narik dia lebih dekat. Dia ngos-ngosan di bibir gue.

Gue nggak tahu ini karena memang gue benaran suka sama dia atau bagaimana, tapi perasaan yang menyerang gue sekarang, beda.

Sama Carroline, semuanya terasa cepat. Sama Vey… ini lebih dari itu.

Bukan cuma soal nafsu.

Ada sesuatu yang lebih dalam di sini.

Cara kita menyentuh satu sama lain, cara kita mencium… ada kehangatan di setiap gerakan kita.

Jari gue naik, melewati ujung kaosnya, akhirnya menyentuh kulit halus di pinggang dan perutnya.

Kita berpisah sebentar buat tarik nafas.

"Asta…" bisiknya, mata kita ketemu. Gue terbawa ke dalam tatapannya, nggak yakin harus ngomong apa.

Gue menyentuh rambutnya, menyelipkan ke belakang kupingnya.

Harusnya kita nggak ngelakuin ini… kan?

"Kita nggak seharusnya…" Gue mengeluh pelan, tapi suara gue ketelan begitu saja pas dia mulai gerakan pinggulnya.

Sial.

Gue sudah keras sepenuhnya sekarang. Dan gue bahkan sudah lupa mau ngomong apa.

Dia menyembunyikan mukanya di leher gue, cium, terus jilat kulit gue pelan.

Gue melenguh, tutup mata, kepala gue jatuh ke belakang, bersandar ke sofa.

"Vey…"

Dia terus naik, makin dekat ke kuping gue, terus berbisik, "Jangan kebanyakan mikir, Asta."

Nafasnya berat, dan gue bisa merasakan setiap gerakan dia di atas gue. Godaan ini terlalu gila, dan sebelum gue kehilangan akal, gue tarik dia pelan, bikin ada jarak di antara kita.

Dia melihat gue, jelas bingung.

Gue telan ludah, lalu dengan tangan gemeteran, gue naikkan kaosnya. Kulit dadanya yang terlihat mulus, bikin kepala gue makin kacau. Gue hampir saja kehilangan kendali.

Tapi Vey cuma diam, matanya terkunci di gue, kayak lagi menunggu sesuatu.

Gue dekati dia lagi, napas gue berat saat bibir gue menyentuh kulitnya. Jari-jarinya merayap ke rambut gue, sementara dia merapatkan diri makin dekat.

Semua ini sudah terlalu jauh.

Gerakan kita semakin intens, semakin nggak terkendali. Napasnya terputus-putus, dan gue bisa dengar suara kecil yang keluar dari bibirnya.

Tapi tiba-tiba…

...Brak!...

Ada suara pintu terbuka dari arah lorong.

Kita langsung berpisah secepat mungkin. Vey buru-buru benerin bajunya, sementara gue asal narik bantal buat nutupin diri.

Dada kita naik turun, nafas masih berantakan, sementara mata kita sama-sama tertuju ke sosok yang baru saja muncul.

Dino.

Rambutnya berantakan, matanya setengah terbuka, jelas baru bangun tidur.

Dia ngulet dikit, terus tanya dengan suara serak, "Ngapain lo berdua?"

Gue meraba-raba dinding mencari saklar buat nyalain lampu.

"Ngobrol aja biar ngantuk," jawab Vey. "Jangan nyalain lampu, nanti lo bikin kita makin gak bisa tidur."

"Kayaknya barusan gue dengar suara orang mendesah…" Dino nguap lagi.

"Ah, balkon kebuka. Barusan ada mobil lewat, ada anak-anak teriak-teriak gitu. Ya lo tahu lah, malam minggu…" jelas Vey. Gue agak kaget, sih lihat dia bisa bohong selancar itu, sementara gue aja gak bisa ngomong apa-apa.

"Oh…" Dino garuk-garuk leher terus lihat ke arah gue. "Lo gak apa-apa?"

Gue mengangguk. "Iya, cuma gak bisa tidur aja."

"Masih kepikiran Selma, ya?" Dino nyeletuk, bikin gue langsung tegang. Gue lirik Vey, ekspresinya langsung berubah suram. "Lo tuh benar-benar terobsesi sama cewek itu. Gak salah sih, Selma emang…"

"Kenapa lo gak ke pesta?"gue langsung potong omongannya biar topik ini gak berlanjut. Gue gak sebego itu buat sebut cewek lain pas Vey ada di sebelah gue, apalagi setelah kita ciuman gila-gilaan tadi.

"Gue kena tekel pas main bola, kaki gue masih sakit. Mau minum obat bentar," jawab Dino. Dia ke dapur, lampunya menyala pas dia buka kulkas buat ambil sebotol air.

Dia balik ke lorong tapi terus berhenti, memperhatikan Vey, kayaknya lagi nungguin dia. Vey senyum, terus bangun berdiri.

"Semoga lo bisa tidur nyenyak, Asta," kata dia sebelum jalan ke arah Dino.

Gue cuma bisa memperhatikan dia sampai akhirnya mereka hilang di lorong. Sedetik, gue kebayang bagaimana kalau dia bukannya pergi sama Dino, tapi ke kasur sama gue. Pikiran itu bikin perasaan gue kacau, kayak ada yang gak enak di perut gue.

Mereka bakal ngewew?

Vey ngewew sama Dino, padahal barusan dia jelas-jelas bergairah gara-gara gue?

Itu.

Bukan.

Urusan.

Lo.

Asta.

Gue tahu dia masih jalin hubungan sama Dino pas gue cium dia. Gue gak punya hak buat merasa begini. Tapi karena gue bego, perasaan gue tetap aneh dan gue gak mengerti kenapa.

Gue lempar bantal ke samping, terus pergi ke kamar. Begitu sampai, gue langsung melempar badan ke kasur sambil ngecek HP. Ada satu pesan dari nomor gak dikenal:

...📩...

Gue gak bakal bisa tidur kalau gak minta maaf, sorry banget cara gue ngomong tadi. Selma yang kasih gue nomor lo. Phyton

Pesan itu langsung bikin pikiran gue balik ke kekacauan sebelumnya. Gue jilat bibir sekilas sebelum balas.

^^^Gue: Santai aja, gak apa-apa kok.^^^

Phyton: Besok lo bisa pesen apa aja di kafe, gue traktir buat nebus kesalahan.

^^^Gue: Oke, sampai besok, Phyton.^^^

1
Nur
lanjut
Ummi Yatusholiha
hadeuh phyton, pliss gak usah takut melawan. baru nyadar kan kamu klo melvin itu monster
Ummi Yatusholiha
biang kerok deh si melvin
Ummi Yatusholiha
ternyata ibu astuti tetap manusia bermuka dua
Ummi Yatusholiha
semangat asta 🥰🥰
Ummi Yatusholiha
phyton 🥺🥺🥺
Ummi Yatusholiha
bagus asta, gitu dong
Ummi Yatusholiha
ketebak banget ya asta 😄
Ummi Yatusholiha
bener banget sih mama selma
Ummi Yatusholiha
wah astaaaa,apa bener kamu juga suka sama phyton, ribet nih 🤦‍♀️🤦‍♀️
Ummi Yatusholiha
udah deh asta,pastaiin perasaan kamu sebenarnya gimana ke selma, trus ambil keputusan buat ngelanjutin atw berhenti
Ummi Yatusholiha
udah deh phyton kamu harus berusaha tegas ke melvin dan tinggalin melvin. ibu kamu gak akan bangga dgn keadaan kamu sekarang,yg ada pasti beliau sangat kecewa sama kamu.
cobalah utk hidup normal phyton
Ummi Yatusholiha
tuh ketahuan kan sama si melvin.. deg degan deh
Ummi Yatusholiha
egois banget si malvin
Ummi Yatusholiha
vey juga kok gitu sih,deket sama vino dan ngaku kecewa karna vino blm bisa move on dari bessie, tapi malah godain asta juga.. gatel gak tuh
Ummi Yatusholiha
kirain asta gak bakal tergoda sama vey,secara asta kan udah kesemsem banget sama selma.
arif didu
oo baru ngeh, jd si uar piton ini gay?
Ummi Yatusholiha
𝚘𝚊𝚕𝚊𝚊𝚊𝚊,𝚝𝚎𝚛𝚗𝚢𝚊𝚝𝚊 𝚋𝚎𝚜𝚜𝚒𝚎 𝚖𝚊𝚗𝚝𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚒 𝚍𝚒𝚗𝚘.. 𝚒𝚔𝚞𝚝 𝚔𝚊𝚐𝚎𝚝 𝚋𝚊𝚛𝚎𝚗𝚐 𝚊𝚜𝚝𝚊
Ummi Yatusholiha
𝚝𝚛𝚞𝚜 𝚔𝚎𝚗𝚊𝚙𝚊 𝚜𝚒 𝚖𝚊𝚕𝚟𝚒𝚗 𝚜𝚊𝚖𝚙𝚎 𝚔𝚊𝚢𝚊𝚔 𝚐𝚒𝚝𝚞 𝚔𝚎 𝚙𝚑𝚢𝚝𝚘𝚗.
𝚜𝚊𝚕𝚞𝚝 𝚜𝚊𝚖𝚊 𝚜𝚎𝚕𝚖𝚊,𝚠𝚊𝚕𝚊𝚞𝚙𝚞𝚗 𝚖𝚊𝚕𝚟𝚒𝚗 𝚔𝚊𝚔𝚊𝚔𝚗𝚢𝚊 𝚝𝚊𝚙𝚒 𝚍𝚒𝚊 𝚝𝚍𝚔 𝚋𝚎𝚕𝚊𝚒𝚗 𝚔𝚊𝚔𝚊𝚔𝚗𝚢𝚊,𝚜𝚎𝚕𝚖𝚊 𝚖𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚗𝚐𝚎𝚍𝚞𝚔𝚞𝚗𝚐 𝚙𝚑𝚢𝚝𝚘𝚗
Ummi Yatusholiha
𝚘𝚖𝚎𝚐𝚘𝚝,𝚐𝚊𝚔 𝚗𝚢𝚊𝚗𝚐𝚔𝚊 𝚝𝚎𝚛𝚗𝚢𝚊𝚝𝚊 𝚜𝚒 𝚌𝚘𝚠𝚘𝚔 𝚝𝚘𝚡𝚒𝚍 𝚔𝚊𝚔𝚊𝚔 𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚎𝚕𝚖𝚊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!