Kadang kala, yang bersama tidak selamanya bersatu. Tuhan selalu punya rencana untuk setiap manusia. Begitu pun dengan kisah Agra. Aurora mungkin dikirim Tuhan hanya untuk membuat Agra belajar satu hal, bahwa tidak semua yang ia inginkan bisa terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Zakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Papa Bram
Pemuda dengan kaos oblong berwarna merah maroon polos serta celana santai selututnya kini tengah berbaring dikasur king zise nya dan menatap langit-langit kamarnya yang berwarna silver.
Pikirannya jauh menerawang entah apa yang dipirkan pemuda itu. Tiba-tiba saja pemuda itu menghembuskan nafas gusar saat mengingat dirinya dengan seorang gadis dipasar malam dan seseorang yang mengintainya. Agra tahu ini pasti rencana papanya. Agra bingung mengapa papanya menyuruh Jack untuk mengintainya. Apa mungkin papanya akan berbuat sesuatu pada Aurora? Ah, rasanya Agra benar-benar bersalah dengan gadis itu.
Agra merasa benar-benar bersalah. Bagaimana tidak? Pertama, dia selalu menghina gadis itu. Kedua gara-gara dia gadis itu juga terlibat dengan Leon yang merupakan musuh bebuyutannya, dan terakhir gara-gara dia juga gadis itu kini terlibat dengan papa-nya.
Sejenak Agra berfikir, apa lebih baik ia menjauhi gadis itu? Tapi tidak mungkin, gadis itu sudah terlalu jauh masuk kedalam dunia kelam Agra. Jika Agra menjauhi gadis itu, siapa yang akan melindunginya? Rey? Rasanya Agra tidak rela jika Rey yang harus menjaga gadis pikun itu.
Untuk kesekian kalinya Agra menghembuskan nafas berat, yang ada difikirannya saat ini ia harus melindungi gadis itu. Tapi bagaimana caranya agar Agra selalu ada didekat gadis itu untuk melindunginya? Apa ia harus beralasan takut gadis itu kenapa-kenapa? Atau kasihan dengan gadis itu karena gara-gara dia, Gadis itu juga menjadi incaran musuh atau bahkan papanya sendiri? Atau mungkin meminta gadis itu untuk menjadi...pacarnya?
Agra mengacak-ngacak rambutnya frustasi, tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu di kamar Agra. Pemuda itu bangkit dari kasurnya lalu membuka pintu kamarnya menampilkan wanita parubaya dengan senyum khas seorang ibu yang selalu membuat Agra merasa tenang sama seperti saat ia melihat senyum gadis itu. Eh kok gadis itu lagi sih?!!"
"Kenapa ma?" tanya Agra setelah membuka pintu.
Citra tersenyum lalu menjawab pertanyaan anak tampannya ini. "Papa nungguin kamu dibawah."
"Tumben?" ucapnya dengan alis berkerut karena tidak biasanya papanya itu menunggunya hanya jika tidak ada yang penting.
"Udah.. Ayo turun, katanya papa mau ngomong sama kamu." Ajak Citra lalu menarik tangan anaknya ke ruang keluarga.
***
"Kenapa pa?" tanya Agra setelah mendudukkan dirinya di sofa super empuk itu.
"Gak ada apa-apa kok. Papa cuma mau ngobrol sama kamu," jawab papanya yang kini duduk dihadapan Agra serta mamanya di samping papa nya.
Bram menatap Agra yang kini memasang wajah santainya. "Gimana sekolah kamu?" tanya Bram.
"Baik," jawab pemuda itu santai.
Bram terkekeh dan Citra tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, ada-ada saja putra nya ini. Katanya baik, padahal wajahnya nampak sedikit lebam.
"Kamu yakin?" tanya mama-nya mengejek.
"Maaa..." rengek Agra, Agra memang sedikit manja pada mamanya, yang kadang membuat Bram iri.
"Berapa orang yang kamu habisin?" kini Agra beralih menatap Bram.
"Gak tau." jawab Agra polos, karena memang ia tak mengetahui berapa orang yang ia kalahkan.
Keduanya terkekeh mendengar jawaban polos anak tunggalnya itu.
Tiba-tiba suasana mendadak hening saat Bram berdehem, membuat Agra dan Citra menatap pria parubaya namun masih tampan itu.
"Kamu ada acara besok Gra?" tanya Bram mulai serius.
"Gak tau pa,"
"Besok kalau kamu punya acara batalin dulu aja soalnya besok ada pertemuan di kantor dan papa akan memperkenalkan kamu ke teman- teman bisnis papa."
"Pa... Papa taukan kalo Agra gak suk-"
"Gra dengerin kata papa kamu kali ini aja nak." suara Citra kembali mengintrupsi membuat Agra menghela nafas berat.
"Kamu gak usah khawatir, Deon sama Alif juga bakal datang sama papa nya." Jelas papa Agra membuat pemuda itu menghembuskan nafas lega, setidaknya ia masih punya teman mengobrol disana, dari pada harus mengobrol dengan om-om dengan bahasa formal. Agra benar-benar tidak suka itu!!
"Yaudah... Nanti Agra usahain." ucapnya lalu beranjak dari duduknya menuju ke lantai atas kamarnya.