My Hot Step Mother

'Siapa yang peduli, mau marah, mau ngambek, mau salto, mangga aku layani. Sudah lama saya tidak adu kekuatan.' Gumam Airin kesal.

Dia sangat benci dengan sikap tidak manusiawi dari pria itu, kadang dia berfikir. Kenapa Randi tidak pergi ke psikiater untuk merawat otaknya yang bermasalah itu.

Dia meletakkan kembali pantatnya di sofa yang tadi dia duduki. Mengambil ponselnya dan menyetujui persyaratan penerimaan karyawan baru sebagai kurir makanan cepat saji.

Dia beristirahat dengan tenang, sampai terbangun dengan sendirinya di pagi hari. Dia melihat jam, karena mengingat wawancara yang dia lakukan hari ini.

Dengan memakai kemeja dan celana panjang, dia menuruni tangga menuju meja makan, sebelum pergi dia berencana serapan terlebih dahulu.

Tapi saat masuk ruang makan dia terkejut, Randi belum pergi kerja. 'Hari apa ini?' batinnya, 'mengapa jam begini dia belum pergi?'

"Selamat pagi" Dia menyapa dan duduk di sebrang tempat duduk Randi. Mengambil roti dan mengolesnya dengan selai.

Kemudian menungkan susu untuk dirinya sendiri, dan dengan tenang menikmati sarapannya.

Randi memperhatikannya dan tidak bicara apa- apa, mereka tidak mirip dengan suami dan istri.

"Mengapa kau tidak mau menerima kartu yang aku berikan, bukankah seharusnya aku yang memberi nafkah untukmu?" Randi membuka suara.

"Hmm, kenapa baru sekarang kau ungkit? Di saat aku hendak bekerja di luar. Seandainya jika aku tidak meminta izin padamu tadi malam, mungkin kau tidak mengingat bahwa aku bagian dari keluarga ini." Airin menarik nafas dalam- dalam, tiba - tiba selera makannya sudah hilang.

Randi hanya terdiam, memang entah mengapa dia tidak memikirkan sampai ke situ, selama ini dia hidup sendiri walaupun ada Arya di rumah tersebut.

Tapi dia tidak pernah memperhatikan khusus tentang wanita di rumahnya. Ketika persediaan dapur habis atau biaya lainnya, biasanya mbok Asih meminta langsung saat di butuhkan.

Sementara dengan istri- istrinya yang dulu, dia hanya memiliki hari yang singkat. Istri pertamanya hanya sampi 1 minggu saja, sementara istri keduanya hanya 2 hari saja.

Semuanya meninggal di ranjangnya. Jadi tidak pernah terjadi masalah menafkahi lahiriah.

Bisa di bilang, sebenarnya dia sangat tidak mengerti hubungan pria dan wanita secara normal dalam hubungan rumah tangga.

Dulu dia sempat dekat dengan beberapa wanita, tapi akhirnya dia putuskan karena trauma dengan istri pertamanya, wanita yang dia cintai tapi tetap mati di dalam pelukannya.

Jadi dia tidak ingin menjalin cinta lagi, ketakutannya akan sisi lain dirinya membuatnya trauma.

"Ini, kunci mobil, kamu bisa memilikinya." Randi memberikan kunci mobil untuk di gunakan Airin.

"Tidak perlu, dalam pekerjaan baruku tidak membutuhkan mobil." Balas Airin jengah, dia tidak tertarik dengan apa yang di tawarkan oleh pria itu.

"Jadi apa yang kau inginkan, agar aku bisa mengushakan untuk memberikannya padamu?" Randi bertanya dengan sedikit perasaan yang tidak enak.

"Anggap saja uang bulanan yang kamu berikan kepadaku untuk membayar utang mantan mertuaku." Kata Airin sambil memetik kecil- kecil roti yang ada di tangannya. Dia sudah tidak berselara memasukkan kedalam mulutnya.

"Itu.. Lain hal, tanggung jawabku tidak sama dengan hutang Mantan mertuamu." Ucapnya dengan menekuk tangannya diatas meja, dia menatap lurus ke wajah Airin.

Airin juga balas menatapnya, dia tidak takut dengan apa yang akan di lakukan pria ini.

"Aku tidak membutuhkannya." Dia berdiri karena merasa tidak ada lagi yang perlu dia lakukan di meja makan ini, "aku nanti terlambat, ini wawancara pertamaku." sambungnya lagi.

"Aku antar?" Randi menawarkan.

"Tidak perlu." Airin juga perlu merahasiakan apa pekerjaan barunya. Jika suaminya ini tahu, pasti tidak akan di beri izin.

Dia lelaki terkaya masuk 10 besar si kota ini, akan sangat memalukan jika istrinya menjadi seorang tukang kurir.

Jadi lebih baik dia tidak mengetahui apa pekerjaannya.

Dia memiliki motor besar di garasi apartemennya, tapi dia tidak akan menggunakan itu, lebih baik memakai motor skuter. Lebih gampang dan ringan dalam membawa beban.