CEO Masuk Desa

...🌾🌾🌾 CEO Masuk Desa 🌾🌾🌾...

Mengapa juragan Burhan bisa sampai ke tempat ini? Pada awalnya hanya mengikuti Dewi berbelanja. Pada akhirnya memaksa untuk mengantar pulang dengan dalih Dewi masih hamil muda.

Endingnya bertamu, sebab iba dengan keadaan Dewi yang hamil muda tapi suaminya tidak ada di rumah. Wanita yang cukup geram lagi-lagi kehamilannya dijadikan alasan.

"Juragan tidak pulang?" Tanya Dewi berusaha tersenyum melirik ke arah tiga gelas teh kosong diatas meja.

"Tidak apa-apa, Abang tidak tega meninggalkan kamu sendiri. Kalau Dewi mau istirahat, istirahat saja di dalam." Jawaban cerdas dari sang juragan.

Tapi pasti ada udang di balik penggorengan. Dalam ruangan merupakan tempat yang sepi, berbeda dengan teras dimana terkadang warga desa lewat. Jika Dewi beristirahat di dalam, sedangkan dirinya diluar, dengan beralasan ke kamar mandi dirinya dapat ikut masuk ke dalam. Kemudian mendekati Dewi perlahan.

"Aku tidak apa-apa, juragan bisa pulang. Sudah sore sebentar lagi Jefri juga pulang." Benar-benar berusaha tersenyum, terhadap orang kaya ini. Tidak ingin dirinya dan ayang terkena masalah.

Benar! Ini sudah sore, bagaimana jika perebut calon istri orang itu datang tanpa dirinya sempat mempengaruhi Dewi?

Tangan sang juragan merayap cepat, memegang jemari tangan Dewi."Dewi sebelum Abang..."

"Sayang kamu sudah pulang!? Cuci tanganmu dengan sabun, lalu bersihkan dengan hand sanitizer. Jika tidak ingin aku amplas." Bagaikan setan, Jefri tiba-tiba muncul di hadapan mereka.

Dengan cepat pula Dewi menarik tangannya dari sang juragan."A...aku cuci tangan, sekalian mandi! Biar aku buatkan air hangat! Jangan cemburu ya sayang." Ucap Dewi kabur ke dalam rumah. Gila! Jefri tidak marah atau membentaknya, tapi aura kemarahan bagaikan guru matematika tengah mengintimidasi murid bodoh benar-benar terasa. Suaminya ternyata lebih berkharisma dibandingkan dengan ayahnya atau juragan Burhan.

Kala Dewi memasuki rumah, dirinya tersenyum sedikit menunduk."Juragan..." Ucap Jefri.

"Punya lahan segini tapi ingin punya anak istri dan menghidupinya?" Suara tawa sang juragan terdengar.

Tapi.

Taukah kalian perbedaan jika berhadapan dengan CEO yang terbiasa berhadapan di depan ratusan orang cerdas. Bahkan memimpin perusahaan dengan puluhan ribu karyawan. Berbanding dengan seseorang yang memang sudah kaya dari lahir, hanya melanjutkan usaha keluarga?

"Apa pencapaianmu?" Tanya Jefri meninggalkan rasa hormatnya.

"Aku pemilik lahan terluas di desa ini. Punya tambak ikan, punya penggilingan padi. Semua warga hormat padaku." Jawab Juragan Burhan dengan bangganya.

"Aku tanya apa pencapaianmu? Bukan apa saja yang anda miliki?" Kembali nada suara Jefri berubah, menjadi lebih sarkas.

"Apa maksudmu!? Kamu hanya pemilik lahan kecil yang menghamili calon istri ketigaku. Jika bukan karena kamu yang merayunya, seharusnya Dewi sekarang sudah berada di rumahku dan melayaniku sebagai suami." Geram sang juragan menarik kerah pakaian Jefri.

"Pencapaian...hal yang sebelumnya tidak kamu miliki, tapi sekarang kamu memilikinya. Itulah arti pencapaian bagiku." Ucap Jefri tersenyum, bergerak cepat, mencari titik tidak seimbang pada bagian kaki pria dengan tubuh yang lebih besar darinya ini.

Kemudian kala keseimbangan telah hilang bagian punggung dipukulnya menggunakan siku hingga terjatuh di tanah.

Brug!

Pemuda yang tersenyum kemudian sedikit membungkuk."Tau pencapaian terbesarku tahun ini? Memuaskan Dewi di atas ranjang. Tidak sepertimu yang tubuhnya besar tapi sejatinya lemah."

"Apa kamu bilang---"

"Juragan tidak apa-apa..." Ucap Jefri tiba-tiba tersenyum ramah, membantunya bangkit. Tapi kenapa?

Kala sang juragan menoleh, ternyata Dewi keluar ke teras lagi."Yang kamu belikan pembersih wajah yang baru?" tanyanya.

"Iya! Untukmu apa yang tidak..." Pemuda yang mengedipkan sebelah matanya. Membuat seketika Dewi merinding. Apa suaminya kesurupan?

"Juragan masih disini?" Tanya Dewi.

"Iya, Abang terpeleset tadi." Jawabnya gengsi mengatakan dirinya dijatuhkan oleh anak bau kencur.

"Sudah malam, sebaiknya juragan pulang. Ini untuk juragan sekedar oleh-oleh, terimakasih sudah menemani istri saya. Tanggal 2 jangan lupa pasokan ikan segarnya." Lagi-lagi iblis ini berpura-pura baik hati, memberikan salah satu semangka hasil panennya yang memiliki sedikit cacat, hingga sengaja tidak dijual. Tapi masih layak konsumsi, bahkan masih dapat dikatakan unggulan untuk kelas buah di tempat ini.

"Bocah ini..." Batin sang juragan menghela napas berusaha bersabar.

"Dewi... Abang---" Kalimat sang juragan disela.

Dengan cepat Jefri memegang jemari tangan istrinya."Juragan, terimakasih sudah peduli...tapi mohon mengerti, ini sudah mulai malam. Dan kami pengantin baru. Hati-hati dijalan juragan..."

Bug!

Pintu depan ditutup olehnya. Meninggalkan sang juragan yang melangkah pergi dengan kesal.

Sedangkan di balik pintu yang tertutup.

"Sayang...mandi bareng yuk?" Pinta Dewi masih belum menyerah ingin bunting anak suaminya.

Tapi.

Sang suami melirik dengan tatapan tajam pada sang istri.

"Aku tidak tau! Kami bertemu di pasar! Siapa sangka aku akan diikuti sampai sini. Kalau menolak aku takut kamu akan terkena masalah!" Jawab Dewi cepat, mengetahui suaminya sedang murka.

Jefri menghela napas kasar."Lain kali jangan takluk olehnya. Ingat ini, walaupun takut kotor atau tidak berani dihajar massa. Tapi suamimu dapat diandalkan."

Kalimat demi kalimat yang membuat sang istri semakin tersipu. Gila! Suami yang tidak menyentuhnya begitu romantis."Ayang memang paling keren!"

Dewi bermanja-manja menempel pada lengan suaminya. Namun, dengan cepat juga dirinya didorong. Kecewa? Iya! Pada awalnya.

Cup!

Tapi satu kecupan mendarat di pipinya membuatnya bagaikan terbang ke surga. Hatinya berbunga-bunga, ada mawar, melati, semuanya indah.

"Yang! Aku cinta kamu!" Teriak Dewi yang baru kembali kesadarannya setelah sang suami memasuki kamar mandi."Kamu sudah nakal berani cium-cium! Mandi bareng yuk!" teriaknya lagi mengetuk pintu kamar mandi berulang kali.

Sementara Jefri yang berada di dalam sana tersenyum dengan sekujur tubuh yang basah, setelah melepaskan pakaiannya dan membasuh tubuhnya.

Istrinya... benar-benar lucu...

*

Membawa semangka pulang. Dua istri dan lima orang anaknya masih berada di rumah. Tentunya rumah terbesar dan termewah di kampung ini. Satu-satunya rumah berlantai dua, dilengkapi dengan beberapa kamar.

Kolam renang? Tentu saja ada, hanya tidak begitu besar.

Menghela napas berkali-kali kala istri keduanya menjanjikan kopi hitam pahit.

"Mau dibikinkan apa?" Tanya sang istri kedua, duduk di sebelah suaminya, membuat istri pertama yang tengah mengasuh anak kesal setengah mati.

"Tidak selera makan. Omong-ngomong, Abang jadi pinang anak pak kades." Ucap Burhan yang sudah memikirkannya matang-matang dalam perjalanan kemari.

"Kenapa!?"

"Kenapa!?"

Teriak istri pertama dan kedua bersamaan. Mereka terkadang melayani suaminya bergantian, harus gigit jari jika sang suami terkadang pilih kasih. Ini tambah satu istri lagi.

"Yah... walaupun sudah menikah, dua tahun lagi pemilu. Abang tetap ingin ikut jadi calon legislatif. Jadi setelah anak itu lahir, Abang tunggu jandanya Dewi, baru menikahinya." Sebuah imajinasi tingkat tinggi dari sang juragan. Benar! Mereka menikah karena anak bukan? Lagipula wanita mana yang mau hidup melarat. Jadi setelah anaknya lahir, dirinya akan membicarakan semuanya kembali dengan Supra dan bocah itu (Jefri).

"Aku tidak setuju bapak nikah lagi!" Teriak Yunita.

"Tenang pernikahan kamu dan Deni kan dua hari lagi. Kalian juga tinggal di rumah Deni yang sudah di renovasi. Jadi kamu tidak akan sering bertemu dengan Dewi. Tapi tetap harus menghormatinya, dia akan tetap menjadi ibumu..."

🌾🌾🌾