Gagal menikah karena calon suaminya selingkuh dengan sesama jenis, ternyata membuat Bulan tidak lagi menyukai laki-laki bertubuh atletis seperti yang telah menjadi kesukaannya. Dia bahkan menganggap laki-laki bertubuh kekar semua sama seperti Andra, mantan tunangannya.
Lalu ia dikirim ke rumah kakak dari sang ibu, dan bertemu dengan Samudra Biru, sepupu yang sama sekali tak dilirik Bulan karena traumanya terhadap laki-laki. Berbeda dengan Samudra Biru yang ternyata juga dosen Bulan di kampus, Biru menyukai Bulan dengan segala keanehannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfajry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mantan Kekasih Biru
Bulan berjinjit, melingkarkan tangannya di leher Biru. Menarik lelaki itu supaya menunduk agar dia bisa meraih bibir Biru dan melakukannya lagi.
Biru tentu saja senang. Maka dia menghimpit tubuh Bulan ke dinding dan menciumnya dengan lebih gila lagi. Jangan salahkan dirinya karena Bulan yang meminta.
Biru menyelipkan tangannya ke tengkuk Bulan, membuat gadis itu semakin meremang dan meremas pelan rambut Biru supaya lelaki itu memperdalam ciumannya.
Tangan Biru kini menyusup masuk ke dalam kemeja Bulan, naik meraba pinggang meliuk gadis itu. Sentuhan hangat yang menyentuh kulit Bulan membuatnya melenguh, merasakan panas dingin dalam dirinya. Ia bergetar ingin merasakan nikmat lain yang lebih liar lagi jika dia melakukan lebih. Maka Bulan membiarkan pria itu melakukannya.
Namun di tengah itu, Bulan malah teringat akan dirinya dan Biru adalah sepupu, dan melakukan ini adalah perbuatan yang terlarang. Maka dia membuka matanya. Begitu pun Biru, seolah tengah memikirkan hal yang sama.
Ciuman mereka terlepas perlahan. Tangan Biru pun turun dan keluar, membenarkan posisi baju Bulan. Bibir mereka basah, Biru menghapus bekas salivanya yang menempel di bibir Bulan dengan ibu jarinya. Padahal napsunya sudah di ujung, tetapi kesadaran Biru masih mendominasi.
Bulan jadi canggung. Dia malu dan merasa bodoh karena berani memulai duluan.
"Saya balik dulu, ya." Ucap Biru dengan suara berat. Matanya masih sayu dengan kabut gairah yang belum hilang. Napasnya terengah, dan setelah mengatakan itu pun Biru belum pergi. Dia masih mengusap pipi Bulan dengan lembut.
"Ingat, jangan dekat dengan laki-laki mana pun, Bulan."
Gadis itu enggan menjawab. Lalu ia menerima ciuman di dahinya dengan hati berdebar. Kecupan itu membuat hati Bulan terenyuh dan sudah paham dengan status mereka saat ini walau Biru tidak mengatakan apapun soal itu. Lalu Biru mencium singkat bibirnya, mel*matnya sebentar.
Sebenarnya Biru masih ingin di dekat Bulan. Kalau perlu dia tidur bersama Bulan, walau hanya saling pelukan saja. Namun ia harus menahan semua itu. Apalagi ini terlalu tiba-tiba bagi Bulan.
Setelah itu, Biru keluar dari pintu penghubung. Dia menatap Bulan cukup lama sebelum akhirnya menutup pintu. Tidak terdengar suara kunci, seperti Biru berniat masuk lagi.
Setelah melihat pintu benar-benar tertutup, Bulan langsung terduduk di sisi ranjang. Lututnya mendadak lemas, jantungnya berdebar-debar dan belum mau reda. Dia memijit dahinya, pusing, kenapa jadi begini?
Bulan bukannya menolak, hanya saja status mereka saat ini tidak bisa membuatnya lega. Andai saja Biru itu orang lain, bukan anak tantenya, pasti tidak akan seperti ini. Lalu apa yang terjadi jika Dina tahu?
Entahlah. Bulan membaringkan tubuh sambil menutup matanya dengan lengan. Dia enggan memikirkan sesuatu yang belum terjadi. Biarkan dulu berjalan, lihat saja apa yang Biru akan lakukan dengan semua ini.
...⚘️...
Pagi itu, Bulan keluar dari kamar. Dia terkaget saat ternyata Biru juga tengah jalan perlahan ke arahnya.
Lelaki itu tersenyum, "Tidur nyenyak?"
Bulan mengangguk lambat, lalu mengikuti Biru menuruni anak tangga. Setelah mendengar kata nyenyak, pikiran Bulan jadi bertanya-tanya, kenapa dia malah bisa tidur nyenyak setelah semua yang terjadi semalam?
"Pagi, Biru, Bulan.." Sapa Dina. Dia menyendokkan nasi goreng untuk sang suami dan Selatan yang sudah duduk duluan disana.
"Pagi tante, om." Bulan duduk berseberangan dengan Biru. Lelaki itu hanya diam menarik kursi dan duduk disebelah Selatan.
"Biru, hari ini mama mau ketemuan sama Malika. Dia rajin banget ngajakin mama shopping. Mama seneng banget deh, Ru. Kamu kapan sih, ada waktu buat ketemu sama Malika. Dia nanyain kamu terus, tahu."
Biru sibuk mengoles selai di atas roti panggang. Enggan memberi komentar. Sesekali matanya melirik Bulan yang memperhatikannya dengan tenang.
"Biru sibuk, Ma." Jawaban yang Biru berikan semata-mata untuk Bulan. Supaya gadis itu tahu, dia tidak berniat bertemu dengan perempuan bernama Malika itu.
"Jangan sibuk-sibuk terus, Ru. Malika udah luangin waktu buat kamu. Katanya, dia juga ngga bakalan nolak kalau kamu ajak nikah lagi."
Bulan berhenti mengunyah. Dadanya terasa denyut seketika. Ajak nikah.. lagi? Bukankah itu artinya Biru pernah mengajak perempuan bernama Malika itu menikah? Sejauh apa hubungan mereka?
"Malika kan, dulu pengen lanjutin S2-nya, Ru. Bukan bermaksud nolak kamu. Dia udah ceritain semua ke mama, kok. Jadi sekarang, dia mau hubungannya dengan kamu bisa kaya dulu lagi. Apalagi Malika sekarang makin cantik lho, Ru. S2-nya luar negeri, keluarganya juga bukan sembarangan. Menurut Papa gimana, Pa?" Dina meminta pendapat suaminya untuk memperkuat ucapannya.
"Yang penting keturunannya bagus, dan bukan keluarga yang bisa merusak citra keluarga kita."
Jawaban datar itu menghantam dada Bulan. Dia menunduk dan mengunyah dengan sangat lamban. Dari semua percakapan itu saja, Bulan sangat sadar akan dirinya. Dan tentu saja hubungan dengan Biru, tidak akan pernah berjalan dengan baik. Terlebih jika kedua orang tua ini tahu hubungan mereka.
Sementara itu, lirikan Biru pada Bulan tidak teralihkan. Melihat raut Bulan pun sudah sangat membuat Biru bisa membaca isi hatinya. Dan karena itu pula Biru harus angkat bicara.
"Mama nggak bermaksud-"
"Ma, Biru dan Malika udah ga ada hubungan apa-apa sejak dua tahun lalu. Dan untuk ini, please, jangan urusin urusan Biru, Ma." Lelaki itu sampai meletakkan rotinya yang baru sekali gigit. Lalu menyandang tas, dan pergi begitu saja.
Helaan napas terdengar dari mulut Dina. Pagi itu seharusnya suasananya ceria seperti biasa. Namun ternyata Dina salah memilih topik hingga membuat Biru kesal dan pergi.
Keheningan tercipta setelahnya, lalu Dina tertawa kecil memecahkan suasana canggung diantara mereka.
"Bulan, ayo abisin makanannya. Selat, pulang sekolah jangan kemana-mana lagi. Guru les kamu akan datang. Udah kelas tiga, jangan banyak main!"
Selatan melengos, terlebih dia harus menuruti sang mama untuk belajar agar bisa tamat dengan nilai memuaskan.
~
Bulan keluar dari pagar, berjalan beberapa meter untuk keluar komplek dan mencari ojek. Namun seperti biasa, mobil Biru ternyata sudah menunggu.
Dia menepi tepat di sebelah Bulan dan menitahkan gadis itu untuk masuk ke dalam.
Biru langsung menjalankan mobil setelah gadis itu masuk. Dia mencari tempat yang agak jauh dari lingkungan rumahnya untuk memberi penjelasan soal percakapan di meja makan tadi.
Biru menepikan mobil, lalu melepas seatbelt supaya membuatnya leluasa untuk mencondongkan diri kearah Bulan.
"Hei." Biru meraih dan menggenggam tangan Bulan, membuat gadis itu menoleh. "Jangan dengerin Mama. Saya ngga ada hubungan apa-apa lagi dengan Malika. Saya memang dulu pacaran dengan dia. Setahun, lalu saya juga mengajaknya menikah tapi dia menolak tanpa alasan. Dan kepergiannya ke Paris juga tanpa sepengetahuan saya. Tiba-tiba dia menghilang tanpa kabar, dan saya sudah ngga peduli lagi soal dia. Karena sekarang kamu yang ada di sisi saya. Mama, sama sekali ngga tahu apa-apa. Semua yang Mama bilang adalah penjelasan Malika yang dibuat untuk mengesankan Mama. Tapi di mata saya, dia hanyalah masa lalu yang udah lewat. Kamu percaya saya kan, Bulan?"
Biru menjelaskan semuanya tanpa diminta. Baginya, penjelasan seperti ini sangatlah penting. Dia tidak mau Bulan berpikir yang tidak-tidak soal hubungan mereka selama ini. Biru tidak ingin Bulan menganggapnya hanya bermain-main.
Dia sangat menyukai Bulan, dari semua yang ada pada diri gadis itu, Biru menyukai semuanya.
Bulan tersenyum kecil. "Kakak kenapa, sih. Ngga apapa, lagi. Wajar kok, kalau tante Dina mau yang terbaik buat kakak." Sahutnya dengan hati mengecil.
"Mereka ngga tau apa yang terbaik buat saya, Bulan. Cuma saya yang tau apa yang saya mau dan yang buat saya senang. Dan sekarang yang buat saya senang dan yang saya mau, ya, kamu."
Bulan tidak lagi bisa mengatakan apa-apa. Dia tak berani menatap mata Biru yang menyiratkan perasaan dalam hatinya. Sebenarnya semua perkataan Biru menyentuh hatinya. Hanya saja, selalu ia teringat akan hubungan kekeluargaan mereka saat ini.
"T-tapi, kak. Hubungan kita memang-"
"Saya gak mau dengar apapun, Bulan. Yang paling penting, saya tahu dan bisa saya rasakan perasaan kamu ke saya. Itu sudah lebih dari cukup." Biru mengusap tangan Bulan dengan ibu jarinya. Lembut sekali. Bulan jadi luluh dan tidak bisa menolak semua ucapan Biru yang sebenarnya membahagiakannya.
"Sudah? Saya ngga mau liat kamu cemberut."
"Siapa yang cemberutt!!?" Elak Bulan.
Biru terkekeh geli, lalu mengecup tangan Bulan yang sejak tadi ia genggam. Menempelkan telapak tangan Bulan di bibirnya.
Melihat itu, tentu hati Bulan berdesir. Perlakuan Biru kepadanya benar-benar membuat Bulan jatuh hati dalam sekejap.
Lalu tiba-tiba Biru meletakkan tangan Bulan. "Kita jalan, ya. Saya nggak mau telat, karena itu bisa mencoreng citra saya sebagai dosen yang disiplin." Ujar Biru dengan wajah mendadak dingin dan langsung menjalankan mobil.
Menyebalkan, batin Bulan.
To Be Continued.....
"bisa....aku akan diem dan nurut seperti anak kecil.kakak silahkan bekerja dengan baik".
POV pembaca
"bocah kurang asem.udah sakit masih aja ambil kesempatan dalam kelonggaran".
kalo biru nama panjangnya "samudra biru".
kalo selatan? namanya panjang nya siapa.
Gak mungkin "selatan barat daya kan"?
takut banget nih di nyuruh buat celakain mbul.
makin lama makin menjadi.dasar mbul mbul.
mamah mertua.......!!!
anakmu ni lho. dorong segera ke KUA.
siape yang di hukum, siape yang gak kuat nahan godaan.
aku paling demen, kalo ada chat dari mereka berdua.seruuuj aja gituh.
IG mu apa beb