NovelToon NovelToon
Biarkan Aku Jatuh Cinta

Biarkan Aku Jatuh Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / Nikahmuda / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:11.8M
Nilai: 5
Nama Author: Me Nia

BIARKAN AKU JATUH CINTA
Ig @authormenia

Akbar diundang ke SMA dan bertemu dengan Ami yang muda dan cantik. Hatinya terasa kembali pada masa dia masih muda, bagaikan air dingin yang dituangkan air mendidih. Dia menemukan jiwa yang muda dan menarik, sehingga dia terjerumus dalam cinta yang melonjak.
Akbar menjalin hubungan cinta dengan Ami yang berumur belasan tahun.
Bagaimana hubungan dengan perbedaan usia 16 tahun akan berkembang?
Bagaimana seorang gadis yang memutuskan untuk menikah muda harus berjuang untuk mendapatkan persetujuan dari keluarganya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21. Ikan Arwana Terbang Melayang

Ibu Sekar belum keluar kamar. Aul yang berada di teras belakang kedengarannya sedang bertelepon dengan Panji. Membuat Ami leluasa melihat-lihat ke arah luar dari jendela ruang tamu. Sudah jam satu siang. Jadi gelisah menunggu Akbar datang.

"Itu Panda," pekik riang Ami dalam hati, begitu melihat Akbar menggeser pintu gerbang yang sudah terbuka sedikit. Buru-buru mengeluarkan cermin mini yang berada di saku celana. Memastikan lagi matanya tidak ada belek. Meyakinkan lagi lubang hidung bersih dari upil. Hingga kemudian terdengar bel ditekan.

Biasa aja, Mi. Gak usah grogi kali. Bukan Ami banget deh. Relax and action!

Ami mensugesti diri serta menarik nafas dan menghembuskan perlahan, sebelum memutar gagang pintu.

"Assalamu'alaikum." Sapa Akbar begitu pintu dibukakan setengahnya oleh Ami.

"Wa'alaikum salam. Masuk, Kak." Ami tersipu malu begitu berhadapan dengan Akbar yang tersenyum manis. Mendadak jantungnya kelojotan. Ia membukakan pintu lebar-lebar dan bergeser posisi untuk memberi jalan.

Namun Akbar masih bergeming. Menoleh ke sebelah kanan. Sudah nampak sopirnya membawakan tentengan berisi pisang raja. Membawa masuk ke dalam ruang tamu.

"Aku bawain pesananmu nih." Akbar barulah masuk. Sengaja merubah panggilan menjadi aku kamu, demi memuluskan pendekatan.

Ami melebarkan mata menatap lima kantong keresek besar yang bisa dilihat dari atasnya yang terbuka. Isinya pisang semua. "Kak, ini pisang beneran? Padahal kemarin just kidding," ujarnya masih dengan ekspresi kaget.

"Kan aku udah bilang, apa sih yang enggak buat Ami. Ini pisang raja bukan sembarang pisang raja. Maknanya, rasanya aku...." Akbar terpaksa menggantungkan ucapan karena melihat Ibu Sekar datang. Terpaksa aksi balasan gombalan gagal terucap.

"Ami, kenapa Kak Akbar gak disuruh duduk?" Ibu Sekar menegur Ami yang sama-sama berdiri.

"Eh iya lupa. Ini aku lagi kaget, Kak Akbar bawa oleh-oleh pisang banyak banget." Ami berkata jujur.

Ibu Sekar mengernyit. Ia pun memperhatikan empat kantong kresek besar berwarna hitam.

"Barusan di jalan liat kakek jualan pisang. Akbar borong aja kasian. Bawa kesini buat Ibu." Jelas Akbar menjawab raut keheranan yang tersirat di wajah Ibu Sekar.

"Alhamdulillah jadi rejekinya penjual pisang. Ini Ibu terima. Terima kasih ya Akbar. Kalau sebagian Ibu sedekahin lagi boleh? Ini kan banyak." Ibu Sekar menatap Akbar meminta persetujuan.

Akbar mengangguk. "Terserah Ibu aja, Bu."

"Kalau gitu mendingan sekarang langsung aja makan dulu. Ami, temenin Kak Akbar lewat jalan depan ya. Ibu sama Teh Aul lewat belakang." Ibu Sekar mengajak makan di gazebo yang sudah disiapkan sebelumnya.

"Ayo, Kak!" Ami mengangguk mengajak keluar. Segera menutupkan pintu setelah sama-sama keluar. "Kak, kata Ibu, pak sopir juga disuruh makan. Ini voucher nya biar otomatis free kalau ke kasir," sambungnya menyerahkan kartu seukuran KTP yang ia rogoh dari saku celana kulotnya.

Akbar menerimanya dan membuka sampul imitasi berwarna coklat itu karena penasaran. Kedua alis bertaut dan bertanya untuk memastikan, "Vouchernya emang bentuk cermin, Mi?"

Membuat Ami yang baru turun dari teras, menghentikan langkah dan melihat lagi benda yang dipegang Akbar. Terkejut.

"Eh, salah...salah." Sontak Ami akan mengambil cermin mininya. Namun lebih dulu Akbar mengepalkan tangan sambil tertawa. Merah matang wajah Ami tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

"Kak Akbar sini, iiih. Aku salah ngasih." Ami merajuk. Mencoba membuka paksa kepalan tangan Akbar yang masih tertawa-tawa. Ukuran tangan yang lebih besar darinya, membuat ia kesulitan. Bahkan Panda nya itu kini sengaja menyembunyikan tangan di belakang punggung. Setiap ingin dijangkau, badan atletis itu ikut bergerak berkelit.

"Tidak bisa diambil lagi ya, Mi. Ini udah jadi milik aku. Anggap aja emang voucher." Akbar menaik turunkan alisnya melihat Ami yang menyerah dengan kedua pipi yang matang seperti tomat.

"Ini yang benernya." Ami merogoh ulang saku celananya. Kali ini benar sebuah kartu bertuliskan free voucher makan di Dapoer Ibu. "Aku malu lho, Kak. Jadi pengen masuk lobang," sambungnya. Karena melihat Akbar masih tertawa-tawa ditahan.

Akbar berdehem untuk mengerem tawa. Ia memasukkan cermin mini bersampul coklat itu ke dalam saku celana jeansnya. "Mau aku bawa ke Jakarta ah buat kenang-kenangan. Voucher itu gak usah, Mi. Pak Sob udah dikasih uang makan. Biar dia bayar sendiri. Ayo ah, Ibu pasti udah nungguin," ujarnya spontan menarik lengan Ami. Mengajak melanjutkan berjalan menuju pintu masuk rumah makan lewat depan.

Ami mensejajari langkah Akbar masih dengan rona malu, sampai tiba di gazebo dimana sudah ada Ibu Sekar dan Aul sudah duduk lesehan.

"Akbar mau pesan apa? silakan aja bebas, jangan sungkan." Ibu Sekar mendekatkan daftar menu kepada tamu yang sengaja dijamunya itu.

"Akbar ngikut aja, Bu. Paling request es jeruk Ketapang aja." Akbar meminta dengan percaya diri.

"Apa? Es jeruk Ketapang?!" Aul mengerutkan kening, menatap heran.

"Eh, salah baca. Maksudnya pesan es jeruk Mandarin." Akbar sekilas terkaget. Ia meralat dengan menunjuk gambar minuman dan namanya di dalam daftar menu. Kemudian melihat Ami yang mentertawakan dengan bibir mengatup. Ia pun mengulum senyum.

"Ami, jangan suka ngetawain orang ih." Tegur Ibu Sekar yang jelas melihat bahu Ami terguncang-guncang karena posisi duduk di sampingnya.

"Nggak apa-apa kok Bu. Akbar suka sama Ami. Nggak ada Ami nggak rame." Akbar yang mewakili menjawab dengan kalimat penuh arti.

Dua orang pelayan membawa nasi dalam bakul bambu serta gurame bakar, ditambah lauk pelengkap lainnya. Disajikan di meja persegi panjang yang bisa diisi pengunjung untuk enam orang.

"Sebentar ya nunggu seorang lagi tadi lagi otewe." Aul melihat aplikasi chat. Namun tidak ada pesan yang baru.

"Tuh....Shahrukh Khan datang." Ami menunjuk dengan dagu ke arah orang yang baru turun dari tangga.

Akbar terkekeh melihat Shahrukh Khan yang dimaksud ternyata Panji. Ia berpindah duduk untuk ditempati Panji agar berdampingan dengan Aul. Ia sendiri menjadi berada di samping Ami.

"Wah beneran ada Mas Akbar. Tadinya gak percaya waktu Aul telepon ngajak makan-makan." Ucap Panji diiringi adu tos dengan Akbar.

"Ini udah mau pulang ke Jakarta, tapi diundang Ibu Sekar makan siang disini. Ya nggak nolak dong." Jelas Akbar. Meski pada akhirnya tidak ada momen berduaan dengan Ami. Namun kebersamaan acara makan-makan ini tetap menyenangkan. Bisa duduk bersisian dengan si ratu gombal dan lawak yang tidak ada matinya mengocok perut selama kebersamaan di gazebo itu.

Waktunya harus pulang usai satu jam lamanya duduk bersama di gazebo. Meski masih betah, apa boleh buat. Tugas pekerjaan menantinya di Jakarta. Sambil sama-sama beranjak dari gazebo, semua orang mengantarnya sampai depan mobil.

***

Kumandang adzan magrib terdengar bersahutan. Aul beranjak lebih dulu dari sofa dan mengingatkan Ami untuk bersiap-siap usai sholat magrib.

"Emang mau kemana, Teh?" Ami mematikan televisi sambil menatap heran ke arah Aul.

"Mau dinner sama keluarga Kak Panji. Kita gak bawa mobil. Mau dijemput sama Kak Panji jam tujuh." Jelas Aul.

"Padma ikut?" Ami masih penasaran.

"Iya. Kan Teteh bilang semuanya. Termasuk Enin. Buruan sholat dulu. Pakai baju yang bagus!" Aul lebih dulu melangkah menuju kamarnya.

"Dinner dimana, Teh?" Teriak Ami. Tapi tak ada sahutan karena Aul lebih dulu menutup pintu kamarnya.

Ami bergegas menaiki tangga dengan semangat. Ia tidak tahu sebelumnya akan rencana dinner dua keluarga itu. Tapi membayangkan pasti seru. Karena akan bertemu Padma juga.

Jam tujuh kurang lima menit, Panji sudah datang menjemput. Ibu Sekar, Aul, dan Ami, dalam kondisi sudah siap berangkat. Hingga tak perlu lama, semuanya masuk ke dalam mobil. Mobil pun melaju.

"Itu mobil Ayah nyusul." Ucap Panji melihat dari kaca spion pada mobil berwarna hitam yang ada sedikit jauh di belakangnya. Ia sengaja menurunkan kecepatan agar jarak menjadi dekat.

"Dinner di Tasik ini teh?" Tebak Ami yang melihat mobil mengarah ke daerah perbatasan Ciamis - Tasik.

"Iya, Mi. Kita ke hotel Seruni." Panji menatap Ami dari rear vision mirror.

Ami terkaget. "Hotel Seruni punya Kak Akbar, bukan?" tanyanya merasa tak percaya.

"Betul." Sahut Panji singkat.

Ami memegang dadanya. Kenapa yang berkaitan dengan Akbar, jantungnya mendadak berdebar-debar kencang.

"Kak Panji, tadi siang gak bahas dinner. Apa Kak Akbar nggak tau?" Rasa penasaran Ami belum habis.

"Emang sengaja gak dikasih tau, Mi. Takutnya dikasih free." Panji terkekeh.

"Nanti aja kalau venue nikah jadi di Seruni, baru mau minta diskon. Gitu kan, Yang?" Panji menoleh sekilas ke arah Aul yang duduk di jok sampingnya.

"Hmm." Sahut Aul dengan wajah merona karena Panji tidak canggung memanggil mesra. Padahal ada Ibu di belakang dan pasti mendengar.

"Ikan Arwana terbang melayang. Ada yang merona dipanggil Ayang." Celetuk Ami menyindir dua sejoli yang duduk di baris depan.

Aul menutup kuping. Ibu Sekar mesem-mesem. Inginnya sih tertawa. Tapi kasian sama Aul yang akan semakin malu. Lain halnya Panji yang menyetir sambil tertawa lepas tanpa sungkan.

"Mi, baru tahu ada Arwana bisa terbang." Panji terkekeh.

"Di kamus Ami apa aja ada, Kak. Oh hampir lupa. Kak Panji kata Teh Aul pulang dinner minta buah mangga, katanya." Ucap Ami dengan santai.

"Eh bohong itu, Kak. Jangan dipercaya!" Aul menoleh ke belakang. Mendelik menatap Ami yang memasang wajah tanpa dosa.

"Iya juga nggak apa-apa. Mau beli mangga apa?" Panji menyimak dengan tetap fokus menatap jalanan di depannya.

"Kata Teh Aul, Mangga....mari kita berkeluarga. Ahiww." Ami mencolek pinggang Aul. Senang sekali menggoda kakaknya yang satu itu. Tak kapok meski sering dipelototin.

"Hahaha. Siap dikabulkan!" Panji menyahut dengan lugas. Keriaan suasana membuat tak terasa mobil pun sudah sampai di pusat kota Tasik. Semakin dekat dengan jarak hotel. Mobil melaju melambat menuju area parkir di samping hotel Seruni.

1
Aira Azzahra Humaira
seeerrr tarik mang
Aira Azzahra Humaira
ahhaayyy aku yang kelonjotan serrr
Aira Azzahra Humaira
ah dasaaar cewek gatel
Pudji Widy
ami kan di tinggal ayah nya dr kecil,jadi di suka dan nyaman dg pria dewasa' Krn merindukan kasih sayang bapak nya
Pudji Widy
kenapa yg berasa dag Dig dug aku juga ya? hiss apa aku jatuh cinta sama Akbar?? amii..Akbar ku tikung yaaaa!!!!😀😀
𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄
3tahun bisa sabar, ehhh 1hari aja gak sanggup sih...
𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄
ehhh kode tuh...
𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄
🤣🤣🤣🤣
Aira Azzahra Humaira
ah camer perhatian amat
Aira Azzahra Humaira
MasyaAllah cutie 🥰🥰
Aira Azzahra Humaira
pokoknya mah ter Ami amii 🥰🥰
Aira Azzahra Humaira
Amiin
Aira Azzahra Humaira
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Aira Azzahra Humaira
hahhhh bukan matre tapi kebutuhan 🤣🤣🤣
Aira Azzahra Humaira
selamat ya iko 😘
Aira Azzahra Humaira
hahhhh salam paham kira Anu ehm ehmmm ya sya 😂😂
Aira Azzahra Humaira
percintaan manis penuh dengan senyuman
Aira Azzahra Humaira
bukan mimpi itu Amii emang ayang lg nonton
Aira Azzahra Humaira
akbar jadi SUPORTERNYA Amii
Aira Azzahra Humaira
tuh akbar bijak orangnya suka deh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!