Hukuman utk penabrak ternyata tidak bisa menyentuhnya, dengan angkuhnya pria itu menutupi kasus tabrakan dengan sejumlah uang. Akan tetapi adik korban tidak menyetujuinya, justru memaksa penabrak menikahi anak korban, Salma. Dengan terpaksa Kavin, pria arogan menikahinya.
Rasa benci kepada si pelaku sudah tertanam di hati Salma namun sayang tidak bisa dilampiaskan. Karena Kavin sudah meninggalkan acara akad nikah, sebelum mereka berdua akan di pertemukan. Tragis nasib Salma dan Kavin yang tidak tahu jelas nama dan wajah pasangannya.
"Baguslah kalau perlu mati dijalan sekalian! Salma tidak perlu melihat pria itu!!" emosi gadis itu.
Doanya seketika terkabul, tapi apa yang mati??
Akankah nikah paksa tiga tahun lalu terkuak setelah sekian lama Salma dan Kavin tidak bertemu? Dan sekarang di pertemukan kembali sebagai Bos dan Karyawan.
Ini bukan kisah romantis, tapi kisah dua orang yang saling membenci. Apakah mereka melanjutkan rumah tangganya? atau berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tuduhan Kavin
Hahaha...syukurin Salma, kamu langsung di jatuhkan oleh Tuan Kavin sendiri...batin Merry senang dengar ucapan Kavin.
Loh kenapa Tuan Kavin berucap seperti itu, memangnya sudah mengenal Salma....batin Ari mulai was-was dengan keadaan.
Hati Salma terasa ngilu mendengar tuduhan Kavin, tangannya yang tadinya memegang sendok garpu terlepas begitu saja. “Pak Robert, benar yang di ucapkan oleh Pak Kavin mengenai saya. Saya memiliki banyak teman pria, dan saya wanita matre, maruk akan uang dan harta. Nanti Pak Robert akan menyesal jika ingin mengenal lebih dekat dengan saya,” ucap Salma dengan tenangnya namun dingin, gadis itu tidak menatap ke arah Kavin, tapi cukup ke arah Robert.
Jelas sekali Robert tidak terlalu percaya 100% ucapan dari rekan bisnisnya, lagi pula jika ada wanita matre dan masih wajar, menurut pria itu tidak masalah, lagi pula dia punya banyak bisnis, berpenghasilan besar cukup buat tujuh turunannya.
Salah satu tangan pria angkuh itu terkepal kuat mendengar pengakuan Salma, semakin membenci sekretaris barunya.
GREK
Suara gesekan kaki bangku dengan lantai marmer terdengar jelas, gadis itu bangkit dari duduknya lalu mengambil tas bahunya.
“Saya pamit ke toilet,” pamit Salma kepada orang yang ada di ruangan ini, gadis itu tidak menyebutkan nama secara spesifikasi.
Ari berinisiatif menganggukkan kepalanya kepada Salma sedangkan Kavin memalingkan wajahnya yang tak sengaja tadi kedua netra mereka bertemu.
Langkah gadis itu terlihat terburu-buru keluar dari ruangan VIP, dan bukan toilet yang di carinya justru keluar dari restoran mewah itu.
Apa salah aku, hingga di tuding seperti itu. Kita tidak saling kenal, Tuan Kavin!..geram batin Salma.
Gadis itu terus jalan tanpa arah, tidak tujuan, yang jelas dia mencari tempat agar dia bisa duduk tenang.
Dua puluh menit berlalu, Salma belum kembali ke ruangan VIP, makanan bekas Salma masih banyak di atas piringnya, yang di tinggalkan ketika gadis itu berpamitan ke toilet. Sudah ke sekian kali Kavin memasang telinga, ketika pintu terbuka, namun yang masuk bukanlah Salma tapi pelayan restoran.
Izin ke toilet aja selama ini, tidur apa di dalam toilet...gerutu batin Kavin.
“Ari, tolong lanjutkan diskusi proposal ini bersama Pak Robert,” titah Kavin.
“Baik Tuan.”
“Pak Robert, saya tinggal sebentar untuk ke toilet,” pamit Kavin.
“Silahkan, Pak Kavin,”
Pria angkuh itu dengan langkah besarnya menuju toilet yang ada di dalam restoran. Lalu buat apa pria itu ke toilet? Benaran untuk ke toilet atau mencari Salma?
Kavin sudah berdiri di depan toilet khusus wanita, untuk masuk ke dalam tidak mungkin, dia laki-laki bukan wanita.
“Mbak, bisa tolong lihat di dalam ada wanita yang pakai baju warna biru mint muda?” pinta Kavin, ketika melihat petugas cleaning service baru mau masuk ke dalam toilet khusus wanita.
“Sebentar, saya lihat dulu Pak,” jawab petugas cleaning servise.
Tidak memakan waktu lama. ”Pak, di dalam tidak ada orang yang bapak cari,” ujar petugas.
“DAMN!” umpat Kavin, pria itu tanpa mengucapkan terima kasih pergi begitu saja.
Tanpa banyak berpikir lagi, pria itu melangkahkan kakinya keluar restoran dan menuju toilet yang berada di luar.
Jangan bilang kamu pergi meninggalkan pekerjaan seenaknya saja...kesal batin Kavin.
Cukup lama Kavin mencari di toilet yang lain, namun belum menemukan keberadaan Salma.
Sedangkan sekretaris baru yang di cari Kavin, sedang menikmati secangkir coklat hangat di coffe shop hotel tersebut dan gadis itu memang tidak ada keinginan untuk balik ke restoran. Terserah jika dirinya dapat teguran keras dari Kavin sebagai atasannya atau langsung di pecat, gadis itu sangat bersyukur.
“Assalamualaikum, Retno,” Salma melakukan panggilan telepon.
“Walaikumsalam, Salma. Kamu jadi gak mampir ke Mall gak?” langsung tanya Retno.
“Nah makanya aku telepon kamu. Kayaknya aku tidak jadi mampir ke mall. Niat ku untuk resign kerja di sana, aku tunda dulu.”
“Loh, kenapa?”
“Nanti aku ceritakan di rumah ya, aku telepon kamu karena mau kasih kabar gak jadi ke sana. Jadi kamu kalau mau pulang jangan tunggu aku.”
“Oke deh kalau begitu, ya udah aku lanjut kerja. Bye,”
“Hati-hati nanti kalau pulang kerja ya, bye too,” Salma mengakhiri percakapannya dengan Retno.
Gadis itu yang tadi sedang menghadap jendela ketika menelepon Retno, dia membalik tubuhnya ke posisi semula.
DEG!!
Jantung Salma hampir saja mau copot ke lantai, melihat penampakan yang sudah berdiri tegak dengan tubuh gagahnya. Kedua netra yang sudah memerah seperti sedang menahan emosi, dan salah satu tangannya sudah berkacak pinggang.
“Tu-tuan....,” agak tergagap bibir Salma, tergagap karena melihat tajamnya tatapan Kavin.
“Ooh rupanya kamu karyawan yang tidak bertanggung jawab! Pamit untuk ke toilet, ternyata sedang bermesraan lewat telepon. Apa pria kamu sudah tidak tahan untuk di hubungi, atau kamu yang tidak tahan mendengar suara kekasih kamu...hem!!” tuduh Kavin, setelah mendengar percakapan terakhir Salma.
Kembali lagi hati gadis itu terasa ngilu, sengaja dia keluar dari restoran karena tuduhan pria itu di hadapan Robert, sekarang dia kembali mendapat tuduhan tanpa bukti.
Salma mencoba bersikap tenang dan sopan, gadis itu mengambil cangkir yang berisi minuman coklat hangat, lalu menyesapnya pelan-pelan, dan menghiraukan rasa geram Kavin yang masih berdiri di hadapannya.
“Sepertinya saya memang bukan tipe karyawan yang bertanggung jawab. Dan betul tuduhan Tuan, jika saya tidak tahan kalau tidak menelepon kekasih saya. Jadi sebaiknya Tuan pecat saya,” ucap Salma dengan tenangnya.
Pria itu langsung duduk di bangku kosong, berhadapan dengan Salma dan masih saja menatap tajam bagaikan mata elang.
“Jika Tuan keberatan untuk memecat saya, maka saya yang akan mengundurkan diri. Lagi pula baru satu hari bekerja, Tuan Kavin tidak akan rugi,”
Semakin sempurna rahang pria itu mengeras, pembuluh darah tipisnya sekitar rahang terlihat berdenyut akibat menahan geraman.
Entah kenapa juga pria itu perasaannya terasa di campur aduk hanya dengan kehadiran gadis itu, secara logika gadis itu menurut pria itu hanya karyawan biasa, bukan kekasih atau istrinya. Tapi entah kenapa untuk pertama kalinya seperti ada magnet di dirinya menuju gadis itu.
Masih menatap lekat-lekat wajah cantik gadis itu, sedangkan gadis yang di tatap memaling wajahnya.
Dia...sepertinya tidak asing. Wajah ini sangat tidak asing...batin Kavin, mengingat kembali.
“Jadi bagaimana keputusan Tuan Kavin ingin memecat saya atau cukup saya yang mengundurkan diri,” Salma menantang pria yang sudah berumur itu, dengan tatapan yang ikut menajam bagaikan mata kucing.
Tatapan mata mereka berdua saling mengunci dan tidak sama sekali berpaling...dalam hitungan yang cukup lama, dan terdiam.
Setelah cukup lama bersitatap, pandangan Salma teralihkan dengan cangkirnya, lalu kembali menyesapnya.
bersambung.....Kavin makin meradang