Drabia tidak pernah di sentuh suaminya selama menikah. Karena sebelumnya Ansel mendengar gosib tentang dirinya yang pernah tidur dengan pria lain sebelum menikah.
Di saat Ansel akan menceraikannya, Drabia pun meminta satu hal pada Ansel sebagai syarat perceraian. Dan setelah itu jatuhlah talak Ansel.
Apakah yang di minta Drabia?, akan kah Ansel memenuhi permintaan Drabia?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icha cute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21.Begitu bodoh
Sampai di dalam ruangan kerjanya, Ansel berjalan mondar mandir dengan posisi kedua tangannya berada di dalam kantong celananya. Ansel kawatir jika Drabia jiga menyukai Irham kakaknya Hafshah.
Entahlah bagaimana otaknya saat ini. Kemaren dia menggebu gebu menginginkan Hafshah, dalam sekejab keinginannya berubah menjadi menggebu menginginkan Drabia.
Dan sekarang Ansel sedang bingung, bagaimana caranya menaklukkan hati Drabia dan Pak Ilham. Jangan sampai laki laki lain yang duluan berhasil menaklukkan hati Drabia.
'Ya Allah, kenapa aku begitu bodoh?. Kenapa Engkau menutup hatiku kepada Drabia selama ini?. Apa yang harus kulalukan?. Tolong aku, aku janji tidak akan menyakiti istriku lagi' mohon Ansel dalam hati.
Kemudian Ansel menarik napasnya saat mengingat janjinya pada seorang gadis. Berjanji akan menikahi gadis itu. Ya Tuhan, Ansel bingung bagaimana caranya ia berbicara yang sebenarnya kepada Hafshah. Bagaimana jika Hafshah tidak menerima kenyataannya. Tidak menerima jika pertunangan mereka di batalkan.
Kasihan juga gadis yang tidak tau apa apa itu.
Ansel mengacak acak rambutnya frustasi, memikirkan dua masalah sekaligus. Masalah yang di buatnya sendiri.
'Aaaa...Drabia ! kenapa kamu selalu membuatku bermasalah!' teriak Ansel dalam hati.
Seandainya saja Drabia mengatakan yang sebenarnya kalau dia masih suci. Mungkin tidak sulit bagi Ansel menerima Drabia menjadi istrinya, meski Drabia gadis yang urakan.
"Ansel kau kenapa?"
Ansel langsung menoleh ke arah Dafa yang baru masuk ke ruangannya. Sangking sibuknya berpikir, Ansel tidak mendengar Dafa mengetuk dan membuka pintu ruangannya.
Ansel tidak menjawab, malah Ansel membaringkan tubuhnya di atas sofa di ruangannya.
"Kau kenapa?" tanya Dafa sekali lagi. Melihat Ansel begitu kusut, wajahnya sembab.
"Aku menyakiti Drabia" jawab Ansel dengan mata terpejam.
"Baru sadar?" Dafa menatap malas pada Ansel.
Ansel mendudukkan tubuhnya lalu memijat kepalanya yang hampir pecah. Kemudian Ansel pun menceritakan pada sahabatnya itu apa yang sudah ia lakukan pada Drabia, membuat Drabia berakhir di rumah sakit.
"Astagfirulloh Ansel. Ya Tuhan!" Dafa mengusap usap dadanya kaget. Dia pikir Ansel hanya mengabaikan Drabia sebagai istri saja, ternyata...
"Itu yang sangat kusesali sekarang" tangis Ansel." Pak Ilham sangat marah dan tidak memberiku maaf. Dan dia melarangku menemui Drabia."
"Ayah mana yang tidak marah, putrinya di sakiti" sesal Dafa mendengar pengakuan Ansel."Aku pun sangat marah melihatmu sekarang?. Dimana hati nuranimu?, aku gak nyangka kamu sekejam itu."
"Sekarang aku bingung apa yang harus aku lakukan. Aku juga bingung bagaimana caranya aku mengatakan yang sebenarnya pada Hafshah."
"Setelah kau membohongi Hafshah dan keluarganya, sekarang kamu mau jujur?" tanya Dafa cepat."Bukankah kamu tidak mencintai Drabia?. Kenapa kamu harus bingung?."
Ansel terdiam, tambah bingung. Ansel tidak tau apakah dia mencintai Drabia, tapi dia merasa tidak rela kehilangan gadis itu.
Lalu kepada Hafshah, apakah dia mencintai gadis itu?. Atau hanya teropsesi saja untuk memiliki istri yang soleha?.Tapi saat ini Ansel merasa, perasaannya lebih condong kepada Drabia.
"Pikirkan matang matang sebelum mengambil tindakan. Jangan sampai kamu menyesal karena salah mengambil keputusan" tambah Dafa mengingatkan sahabatnya itu.
Di tengah tengah perjuangannya menaklukkan Drabia. Bersamaan itu Ansel mengalami dilema sekaligus.
**
Pulang kerja Ansel melajukan kenderaannya kembali ke rumah sakit. Meski nanti di usir, dia tidak perduli. Dia ingin melihat Drabia walau hanya sebentar.
Saat berjalan di lorong rumah sakit, menuju ruang perawatan Drabia yang baru. Dari kejauhan Ansel melihat dua orang berjaga di depan ruang perawatan. Pak Ilham menugaskan dua bodyguard untuk menjaga Drabia.
"Maaf Pak, Anda tidak di ijinkan masuk" ucap pria yang di tugaskan menjaga di pintu ruangan itu.
"Kenapa? Saya suami dari pasien di dalam" tanya Ansel padahal sudah tau jawabannya.
"Maaf Pak, kami tidak tau masalah itu. Kami hanya di tugaskan untuk melarang Anda masuk ke ruangan ini"jelas teman pria yang berjaga itu.
"Saya punya hak bertemu istri saya. Apa hak kalian melarang saya?." Ansel mencoba menyingkirkan kedua orang pria itu. Namun tubuhnya langsung terhunyung ke belakang.
"Maaf Pak, kami hanya menjalankan tugas" ucap penjaga itu.
"Drabia!" panggil panggil Ansel sedikit berteriak. Berharap Drabia mengijinkannya masuk. Namun percuma, Drabia juga tidak akan mengijinkannya masuk.
"Drabia!" panggil Ansel lagi.
"Drabia!"
"Maaf Pak, ini di rumah sakit, di larang berteriak teriak" tegur seorang perawat kepada Ansel.
"Istri saya di dalam, tapi kedua orang ini melarang saya masuk" ucap Ansel.
"Maaf pak, silahkan meminta ijin kepada Pak Ilham, jika ingin di perbolehkan masuk" jelas perawat itu.
Ansel memejamkan matanya dan menegadah ke atas. Pak Ilham benar benar tidak memberinya kesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan Drabia.
"Saya mohon" Ansel meneduhkan pandangannya ke arah kedua bodyguard itu.
"Maaf Pak, kami tidak bisa, kecuali sudah mendapat ijin dari Pak Ilham" ucap salah satu pria itu.
Ansel menghela napasnya, ia pun mendudukkan tubuhnya di kursi tunggu di depan ruang perawatan itu. Dia harus sabar dan tidak boleh menyerah.
Lama menunggu, akhirnya Pak Ilham datang. Ansel langsung berdiri dari tempat duduknya.
"Ayah!" tegur Ansel, namun Pak Ilham mengabaikannya.
Saat Pak Ilham membuka pintu, Ansel langsung mengikutinya. Kedua Bodyguard itu langsung menangkap tubuhnya.
"Anda tidak di ijinkan masuk, Pak."
"Ayah sudah tidak melarangnya." Ansel meronta dari pegangan kedua Bodyguard itu.
Pak Ilham yang sudah masuk langsung menutup pintunya dan menguncinya rapat rapat.
"Ayah!" panggil Ansel, tidak perduli lagi kalau dia sudah membuat keributan di rumah sakit. Dia harus bisa bertemu istrinya.
"Ayah! ijinkan aku masuk Ayah!" teriak Ansel lagi.
"Ayah! aku minta maaf!. Aku janji tidak akan menyakiti Drabia Yah!."
Ansel terus berteriak teriak sambil meronta, berusaha membuka pintu ruang perawatan Drabia. Sehingga security rumah sakit itu datang menyeretnya keluar.
"Lepaskan! istriku di dalam!. Aku ingin bertemu istriku!" teriak Ansel marah marah dengan berurai air mata.
"Maaf Pak, Anda sudah membuat keributan di rumah sakit ini. Sehingga membuat pasien lain terganggu. Kami terpaksa membawa Bapak keluar dari sini" ucap Security yang menyeret Ansel.
"Saya ingin bertemu istri saya, kenapa kalian melarangnya? Hah!" marah Ansel pada kedua Security yang menyeretnya. Dia memiliki saham di rumah sakit itu, tapi bisa bisanya pihak rumah sakit memperlakukannya tidak hormat.
"Kami hanya menjalankan tugas, Pak" jelas Security itu, melepas Ansel setelah sampai di parkiran.
Ansel berjalan gontai ke arah mobilnya di parkirkan. Dia pun mengarahkan pandangannya ke arah jendela kaca kamar rawat Drabia. Berharap Drabia melihatnya dari atas.
Sedangkan Drabia yang mengintip Ansel dari balik horden, langsung menutupnya saat Ansel melihat ke arah jendela kaca ruang perawatannya. Drabia menghapus air matanya lalu kembali ke atas brankar.
"Semua keputusan ada padamu Nak" ucap Pak Ilham pada Drabia.
"Dia akan membuat kesalahan dua kali jika aku menerima dia Yah. Ansel sudah berjanji akan menikahi gadis lain. Ansel tidak mencintaiku Yah, dia hanya merasa berhutang budi karna aku pernah menolongnya. Ansel hanya merasa bersalah Ya. Dia tidak akan bisa mencintai aku, karna aku bukan wanita idamannya" ungkap Drabia.
"Aku ingin di cintainya. Jika dia tidak bisa, jangan dipaksa lagi" ucap Drabia lagi.
Pak Ilham menatap kasihan putrinya itu."Baiklah, Papa akan segera mengurus surat perceraian kalian" ucapnya.
Drabia membaringkan tubuhnya dengan posisi miring, dan menghapus air matanya yang tak berhenti keluar. Kenapa Tuhan menyatukan mereka dan akhirnya memisahkannya?.
*Bersambung