NovelToon NovelToon
Masuk Ke Dunia Kultivasi Lebih Dahulu Dari Teman Sekelasku

Masuk Ke Dunia Kultivasi Lebih Dahulu Dari Teman Sekelasku

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Transmigrasi / Fantasi Isekai / Time Travel / Sistem / Iblis
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: EGGY ARIYA WINANDA

Lu Changzu dan teman temannya terlempar ke dimensi lain, Namun Tanpa Lu Changzu sadari ia masuk ke dunia tersebut lebih awal dari teman teman sekelasnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EGGY ARIYA WINANDA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Benih Dingin

Kesadaran kembali bukan sebagai cahaya lembut, melainkan sebagai hantaman palu yang tumpul.

Hal pertama yang menyapa Lu Changzu adalah rasa dingin yang menusuk tulang. Dia tidak lagi terbungkus dalam gelembung energi hangat milik Lin Dou yang membuatnya pingsan. Dia terbaring di atas sesuatu yang kasar dan gatal.

Hal kedua adalah baunya. Amonia yang tajam, aroma jerami basah, dan bau khas kotoran hewan ternak.

Lu Changzu membuka matanya dengan susah payah. Pandangannya berfokus pada balok kayu gelap di atas kepalanya, berdebu dan penuh sarang laba-laba. Dia tidak lagi di hutan.

Dia berada di kandang kuda.

Dia terbatuk, upaya itu merobek tenggorokannya yang masih sekering gurun pasir. Dehidrasi telah mencapai tingkat yang berbahaya.

"Sudah bangun, serangga?"

Sebuah suara menghantamnya dari sudut ruangan. Lin Xuya berdiri di sana, bersandar di pintu, lengannya terlipat di depan dada zirahnya yang berkilau. Dia menatap Lu Changzu dengan penghinaan yang sama seperti di hutan, mungkin malah lebih besar.

Lu Changzu mencoba duduk. Seluruh tubuhnya menjerit protes. Gravitasi 1,5 kali lipat yang dikombinasikan dengan akselerasi gila dari penerbangan pedang telah membuat setiap ototnya terasa memar.

"Di... mana... ini?" suaranya nyaris tak terdengar.

"Kota Batu Hijau," Lin Xuya mendengus. "Kediaman cabang Keluarga Lin. Kau seharusnya bersyukur. Tempat ini lebih bersih daripada lubang lumpur tempat kami menemukanmu."

Lu Changzu mengabaikan penghinaan itu. Pikirannya yang analitis, meskipun terhambat oleh rasa sakit fisik, mulai bekerja. Keluarga cabang Lin. Kota Batu Hijau. Aku masih hidup.

Dia tahu apa yang harus dilakukan. Bertahan hidup. Tunjukkan kepatuhan.

"Terima... kasih... Tuan..."

Lin Xuya tampak semakin jijik. "Jangan panggil aku Tuan. Aku bukan tuanmu. Aku hanya—"

"Xuya."

Suara Lin Yuwen memotong ucapan pengawal itu. Dia melangkah masuk ke dalam ruangan kandang yang remang-remang, diikuti oleh bayangan diam pamannya, Lin Dou.

Kontras antara mereka dan lingkungan sekitar sangat menusuk. Jubah putih-biru mereka yang bersih tampak bersinar di tengah kotoran. Lin Yuwen menutupi hidungnya dengan sapu tangan bersulam, kerutan kecil di antara alisnya menunjukkan ketidaksenangannya pada bau itu.

"Dia masih hidup, Paman," kata Lin Yuwen, tidak menatap Lu Changzu, melainkan berbicara kepada Lin Dou.

Lin Dou melangkah maju. Matanya yang menyipit menatap Lu Changzu, tidak seperti manusia menatap manusia lain, tetapi seperti seorang ahli botani memeriksa spesimen tanaman yang aneh.

"Fana," kata Lin Dou. Suaranya datar. "Tubuhnya di ambang kehancuran. Dia menghirup terlalu banyak Qi liar di Hutan Kematian. Ajaib dia belum meledak."

Lu Changzu merasakan gelombang teror dingin. Meledak?

Lin Yuwen akhirnya menurunkan sapu tangannya. Senyum palsu yang dipraktikkan dengan baik itu kembali ke bibirnya. "Kasihan sekali. Datang jauh-jauh... hanya untuk mati di kandang kuda kita. Itu akan merepotkan."

Dia menoleh ke pamannya. "Paman Lin, bukankah kau memiliki 'Pil Pemulih Meridian' tingkat rendah? Mungkin kita bisa menstabilkannya? Setidaknya dia bisa cukup kuat untuk menyapu halaman."

Lin Dou tidak menjawab. Dia hanya menatap Lu Changzu. "Pil akan terbuang sia-sia untuknya. Tubuh fananya tidak bisa menahannya."

Mata Lin Yuwen menyipit sesaat, kekecewaan melintas di wajahnya sebelum topengnya kembali. Dia jelas ingin menjaga "anomali" ini tetap hidup untuk dipelajari.

Lin Dou menghela napas, seolah-olah dipaksa melakukan tugas yang membosankan. "Tapi... ada cara yang lebih murah."

Dia melangkah maju.

Lu Changzu, yang merasakan firasat buruk, mencoba menggeser tubuhnya ke belakang. Tapi dia terlalu lemah.

"Jangan bergerak, serangga fana!" bentak Lin Xuya.

Lin Dou mengangkat satu jari—jari yang keriput dan tampak biasa saja. Dia menekankannya ke dahi Lu Changzu, tepat di antara kedua matanya.

"!"

Rasa dingin yang menusuk menembus tengkoraknya. Itu bukan rasa dingin fisik, tapi rasa dingin spiritual. Rasanya seolah-olah jarum es tipis baru saja ditusukkan langsung ke dalam jiwanya. Lu Changzu ingin berteriak, tetapi napasnya tercekat.

Rasa dingin itu berlangsung sedetik, lalu menghilang.

Digantikan oleh kehangatan yang menipu.

Energi yang lembut, seukuran tetesan air, mengalir dari jari Lin Dou ke tubuh Lu Changzu. Itu bukan Qi yang merusak dari hutan; ini adalah energi murni yang telah disaring. Energi itu mengalir ke tenggorokannya, membasahi rasa kering yang menyiksanya. Energi itu mengalir ke otot-ototnya, meredakan rasa sakit dan memar.

Lu Changzu terengah-engah. Rasanya... luar biasa. Rasa haus yang membakarnya selama berjam-jam akhirnya reda. Kekuatan kembali ke anggota tubuhnya.

Dia menatap Lin Dou dengan mata terbelalak, dipenuhi rasa terima kasih yang tulus. Dia mengira ini adalah belas kasihan.

Dia tidak merasakan benih spiritual kecil, hampir tak terlihat, berwarna hitam keperakan, yang kini tertidur lelap di kedalaman lautan kesadarannya. Dia tidak tahu bahwa "kehangatan" yang dia terima hanyalah pelumas untuk menanamkan parasit.

Tanpa sepengetahuan Lu Changzu, Segel Budak Spiritual telah ditanamkan.

Itu adalah segel yang licik. Segel itu tidak akan mengendalikannya secara langsung. Tidak. Itu jauh lebih jahat. Segel itu tertidur, menunggu. Jika dan ketika Lu Changzu mulai berkultivasi, segel itu akan aktif. Itu akan menyedot sebagian kecil dari setiap ons energi murni yang dia hasilkan, dan secara otomatis mentransfernya ke dua sumber: Lin Yuwen dan Lin Dou.

Mereka tidak menyelamatkannya. Mereka sedang menanam investasi jangka panjang. Jika dia tetap fana, mereka tidak rugi apa-apa. Tapi jika anomali yang membuatnya melewati formasi itu memungkinkannya untuk berkultivasi... mereka akan mendapatkan budak energi abadi.

Ini adalah hukum rimba pertama yang sesungguhnya di Dunia Tianyun.

Ini adalah kejahatan pertama yang dilakukan padanya.

Dan dia bahkan tidak menyadarinya.

"Sudah selesai," kata Lin Dou, menarik jarinya seolah-olah dia baru saja menyentuh sesuatu yang kotor.

"Terima... terima kasih, Tuan Abadi!" Lu Changzu berkata, suaranya jauh lebih kuat sekarang. Dia berjuang untuk berlutut di atas jerami. "Terima kasih, Nona Abadi! Anda... Anda telah menyelamatkan hidup saya! Saya akan membalas kebaikan ini!"

Lin Yuwen tertawa kecil. Itu adalah suara yang indah, seperti lonceng perak, tetapi di telinga Lu Changzu, itu terdengar sedikit... merendahkan.

"Balas kebaikan? Dengan apa? Menyapu kotoran kuda?"

"Yuwen," potong Lin Dou. "Jangan bermain-main. Urusan kita di sini selesai. Spesimen ini stabil."

"Baik, Paman." Lin Yuwen menatap Lu Changzu untuk terakhir kalinya. "Dengar, Lu Changzu. Kami telah menyelamatkanmu dari Hutan Kematian, dan sekarang kami telah menstabilkan meridianmu yang rusak. Kami tidak berutang apa pun lagi padamu."

Jantung Lu Changzu mencelos. "Tu-tunggu... Nona?"

"Lin Xuya," perintah Lin Yuwen, berbalik dengan anggun, jubahnya berdesir. "Beri dia makanan dan air. Lalu usir dia dari kediaman."

Lu Changzu terkejut , namun ia menyadari ini pasti memang harus terjadi.

Lin Xuya menyeringai lebar, senyum yang kejam. "Kau pikir apa, serangga? Kau pikir Nona akan menerimamu sebagai pelayan pribadinya? Kau pikir kau akan hidup mewah?"

Dia maju dan mencengkeram kerah seragam Lu Changzu yang robek, mengangkatnya dengan mudah seolah-olah dia adalah anak kucing.

"Dengar baik-baik," desis Lin Xuya di wajahnya. "Sepupuku dan paman Lin hanya kasihan padamu. Kau adalah keanehan yang menarik selama lima menit. Sekarang kau membosankan. Kau tidak memiliki bakat spiritual, tubuhmu lemah, dan kau berbau busuk. Kau tidak berguna bagi Keluarga Lin."

Dia melemparkan Lu Changzu kembali ke tumpukan jerami.

Lin Yuwen dan Lin Dou sudah pergi, bahkan tanpa menoleh ke belakang.

"Ambil ini seranggah!" ,Lin Xuya melemparkan sebuah kantong kecil ke arahnya. Dua koin tembaga dan sepotong roti hitam yang keras menggelinding keluar. "Itu adalah belas kasihan dari nona muda , pergi!! Sekarang atau ku lenyapkan?."

"Sekarang enyahlah!" Lin Xuya menendang pintu istal hingga terbuka. "Keluar dari gerbang belakang. Jika aku melihat wajahmu di dekat distrik Keluarga Lin lagi, aku pribadi akan mematahkan kedua kakimu. Mengerti?"

Lu Changzu, gemetar karena campuran amarah, kebingungan, dan ketakutan, mengangguk cepat.

Dia merangkak, mengambil dua koin tembaga dan roti keras itu, lalu bergegas keluar dari kandang kuda, didorong oleh tawa mengejek Lin Xuya di belakangnya.

Dia dilempar keluar melalui gerbang pelayan yang berkarat ke sebuah gang yang bau. Gerbang itu dibanting tertutup di belakangnya, suara logam yang menggelegar itu terasa seperti vonis mati.

Dia sendirian. Lagi.

Kota Batu Hijau sangat besar. Jauh lebih besar dari kota mana pun yang pernah dilihat Lu Changzu. Temboknya, terbuat dari basal hitam raksasa, menjulang setinggi tiga puluh meter, diukir dengan rune samar yang membuatnya pusing saat menatapnya terlalu lama.

Dia berjalan terhuyung-huyung keluar dari gang, bergabung dengan kerumunan.

Kontrasnya sangat jelas. Di jalan-jalan utama yang terbuat dari batu giok hijau, para kultivator atau bangsawan berjalan dengan angkuh. Pengawal berzirah menunggangi binatang buas yang tampak seperti persilangan antara kuda nil dan kadal. Toko-toko menjual pil, senjata yang bersinar, dan jimat.

Namun, di gang-gang dan jalan-jalan samping, manusia fana bergegas, wajah mereka menunduk, membawa beban berat. Mereka adalah para pekerja, pelayan, pengrajin—semut-semut yang membuat kota ini tetap berjalan.

Lu Changzu adalah salah satu dari mereka sekarang. Tidak, dia lebih rendah. Dia seorang pengemis.

Energi yang diberikan Lin Dou mulai memudar, dan rasa lapar serta haus yang sebenarnya kembali, meskipun tidak separah sebelumnya. Dia mencengkeram roti keras itu. Itu sekeras batu.

Dia berjalan tanpa tujuan, menghindari para penjaga dan tatapan jijik dari orang-orang. Dia akhirnya tiba di tepi kota, dekat tembok raksasa.

Di sinilah parit itu berada.

Itu bukan parit istana yang indah. Itu adalah saluran pembuangan besar. Airnya berwarna cokelat keruh, berbau limbah dan sampah. Sampah mengambang di permukaannya.

Perut Lu Changzu bergejolak.

Dia melihat seorang anak laki-laki lain, mungkin seumuran dengannya, juga berpakaian compang-camping, sedang mencuci kain kotor di air itu.

Lu Changzu ragu-ragu. Tapi dia harus minum. Dia harus makan.

Dia berjongkok di tepi parit, menghindari tatapan anak laki-laki yang lain. Dia menatap bayangannya di air yang keruh.

Wajah yang balas menatapnya bukanlah Lu Changzu, siswa SMA yang sedikit tampan dan bosan dengan pelajaran.

Wajah itu kurus, cekung, dengan mata yang terlalu besar dipenuhi teror dan kebingungan. Rambutnya gimbal oleh lumpur biru dan darah kering. Seragam sekolahnya yang aneh membuatnya tampak seperti orang gila.

Dia adalah alien. Dia adalah sampah.

Air mata menggenang di matanya,"ayah , ibu , aku rindu kalian"namun Menangis adalah kemewahan yang tidak bisa dia miliki. Menangis menarik perhatian predator.

Dengan tangan gemetar, dia mematahkan sepotong roti hitam itu. Terlalu keras untuk dikunyah.

Dia melihat ke air parit yang menjijikkan.

Lalu dia melihat ke roti di tangannya.

Dia mengambil keputusan. Dia mencelupkan roti keras itu ke dalam air parit yang kotor, membiarkannya menyerap cairan keruh itu agar menjadi lunak.

Dia mengangkatnya ke mulutnya. Baunya menusuk hidung.

Dia menutup matanya dan memakannya.

Rasanya seperti kematian. Campuran gandum basi, kotoran, dan keputusasaan total. Dia menelannya dengan paksa, menahan keinginan untuk muntah.

Dia mencelupkannya lagi. Dan makan lagi.

Pada saat inilah Lu Changzu yang lama benar-benar mati. Siswa SMA itu telah lenyap, digantikan oleh sesuatu yang lebih keras, lebih dingin. Seorang penyintas.

Saat dia sedang makan, dia memfokuskan pendengarannya. Realismenya mengatakan kepadanya bahwa informasi adalah senjata terbesar yang dimiliki oleh yang lemah.

Dia mendengarkan percakapan dari sekelompok kuli angkut yang sedang beristirahat di dekat gerbang kota.

"...Perekrutan 4 tahun sekali! Bisa kau bayangkan? Empat Sekte Besar sekaligus!" kata seorang pria bertubuh besar.

"Hmph, apa bedanya bagi kita?" kata yang lain, suara lelah. "Mereka hanya mengambil anak-anak bangsawan dengan 'akar spiritual'. Mereka tidak akan melirik sampah seperti kita."

"Jangan katakan itu! Kudengar Sekte Demon Refining di barat mengambil siapa saja. Mereka tidak peduli akar spiritual, mereka hanya peduli apakah kau cukup gila untuk bertahan dari tungku iblis mereka!"

"Ssst! Pelankan suaramu!" tegur yang pertama, melirik penjaga di tembok. "Berbicara tentang Sekte Iblis bisa membuat lidahmu dipotong di Kota Batu Hijau! Kau lupa kota ini berada di bawah perlindungan siapa?"

"Benar, benar... Sekte Giok Abadi yang 'lurus' itu," kata yang kedua, meludah ke tanah. "Dan coba tebak? Jenius nomor satu Keluarga Lin, Nona Lin Yuwen, dikabarkan akan langsung bergabung dengan sekte dalam Giok Abadi tahun ini. Seluruh kota membicarakannya."

Lu Changzu, yang sedang mengunyah rotinya yang basah, membeku.

Lin Yuwen. Sekte Giok Abadi.

"Yah, aku lebih suka mencoba peruntunganku dengan Demon Army di selatan," kata pria ketiga. "Mereka pasukan iblis. Mereka membayarmu, mereka melatihmu. Jelas dan jujur. Jauh lebih baik daripada para munafik di timur."

"Bagaimana dengan Lotus Crimson di utara?"

"Lupakan saja. Mereka hanya mengambil wanita. Dan kudengar metode mereka... aneh."

Lu Changzu berhenti makan. Roti di tangannya terasa seperti timah.

Semua informasi itu berputar di benaknya, membentuk gambaran yang mengerikan.

Dinasti Great Yan.

Empat Sekte Besar.

Sekte Giok Abadi (Timur).

Sekte Lotus Crimson (Utara).

Sekte Demon Army (Selatan).

Sekte Demon Refining (Barat).

Dia menyatukan potongan-potongan itu dengan realisme yang dingin dan pahit.

Monolog Internal - Strategi Dimulai.

"Sekte Giok Abadi," pikir Lu Changzu, rasa rotinya berubah menjadi abu di mulutnya. "Tempat Keluarga Lin berada. Tempat Lin Yuwen akan bergabung."

Dia menyentuh dahinya, di tempat jari Lin Dou menekannya. Dia masih bisa merasakan sisa kehangatan palsu itu. Tapi sekarang, dia juga merasakan benih dingin yang tertidur di bawahnya.

"Mereka 'menyelamatkanku'. Mereka memberiku 'energi'. Lalu mereka membuangku seperti anjing."

Dia teringat senyum indah Lin Yuwen dan mata dingin Lin Dou.

"Menurut novel-novel di Bumi... sekte 'kebaikan' dan 'keadilan' selalu yang paling munafik. Mereka berbicara tentang moral sambil melakukan perbuatan paling kotor di balik layar. Mereka tersenyum saat memperbudakmu."

Dia baru saja mengalaminya secara langsung. Lin Yuwen dan Lin Dou adalah bukti hidup.

"Jika aku mencoba bergabung dengan Sekte Giok Abadi," lanjutnya dalam hati, "Aku akan berada di wilayah mereka. Mereka akan langsung tahu. Aku akan menjadi budak mereka selamanya, jika mereka tidak membunuhku untuk mengambil rahasiaku."

Dia menatap parit. Pilihan pertamanya sudah tertutup.

"Lotus Crimson hanya untuk wanita. Tersisa dua."

"Demon Army. Tentara. Mungkin... tapi aku lemah. Aku tidak punya pengalaman militer. Aku akan mati di pelatihan hari pertama."

"Lalu... Sekte Demon Refining."

Dia ingat kata-kata kuli angkut itu. 'Mengambil siapa saja'. 'Tidak peduli akar spiritual'. 'Asal kau berani mati'.

Lu Changzu tertawa. Itu adalah suara serak yang mengerikan, bahkan dia sendiri tidak mengenalinya.

"Berani mati?" bisiknya pada air parit yang kotor. "Aku sudah mati. Siswa SMA itu sudah mati di hutan. Yang tersisa hanyalah sesuatu yang menolak untuk lenyap."

Dia teringat penghinaan Lin Xuya. Dia teringat senyum manipulatif Lin Yuwen. Dia teringat ketidakpedulian mutlak Lin Dou saat menanamkan benih asing di jiwanya.

"Kebaikan?" pikirnya. "Keadilan?"

Dia menghabiskan sisa roti itu dalam satu gigitan besar, tidak lagi peduli pada rasanya.

"Di dunia ini, tidak ada kebaikan. Hanya ada yang kuat dan yang lemah. Yang memakan dan yang dimakan."

Dia berdiri, tubuhnya masih sakit, tapi matanya... matanya tidak lagi dipenuhi ketakutan. Mata itu dipenuhi dengan kedinginan yang menusuk.

"Kultivator iblis... kultivator lurus... apa bedanya? Mereka semua adalah monster yang sama."

Dia mengepalkan tangannya. Dua koin tembaga di sakunya adalah satu-satunya miliknya di dunia ini.

"Tapi sekte iblis setidaknya jujur tentang kemonsteran mereka. Mereka tidak bersembunyi di balik jubah putih dan senyuman palsu."

Dia melihat ke arah matahari pucat di langit, mencoba menentukan arah.

"Jika Sekte Giok Abadi ada di timur... maka aku akan pergi ke barat."

Dia berbalik dari parit, menarik kerah bajunya yang kotor, dan mulai berjalan. Dia tidak lagi terhuyung-huyung. Setiap langkahnya, meskipun menyakitkan, memiliki tujuan.

Dia adalah seekor semut. Seekor serangga. Debu.

Tapi semut ini baru saja memutuskan untuk mulai menggali jalan menuju sarang naga.

Bersambung.....

1
EGGY ARIYA WINANDA
🔥🔥🔥🔥🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!