NovelToon NovelToon
SUSAN

SUSAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / CEO / Obsesi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: SabdaAhessa

Susan tak pernah menyangka dirinya di timpa begitu banyak masalah.

Kematian, menghianatan, dan perselingkuhan. Bagaiamana kah dia menghadapi ini semua?
Dua orang pria yang menemaninya bahkan menyulitkan hidupnya dengan kesepakatan-kesepatan yang gila!

Akan kah Susan dapat melewati masalah hidupnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SabdaAhessa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 03

Hari ini tepat 1 bulan setelah kecelakaan itu. Susan selamat, dia hanya mengalami cidera di lengan kirinya. Beruntung bantuan dari markas cepat datang hari itu, sehingga mereka segera membawa Susan ke rumah sakit.

Tapi sudah 1 bulan ini juga dia mengurung diri di kamar. Makan pun harus di bawakan ke kamar. dia tak mau keluar kamar dan menemui siapapun selain Peter.

Peter lebih banyak meluangkan waktunya untuk Susan sekarang.

Susan jadi pemurung, pendiam dan juga menutup diri. Bukan hanya trauma pasca kecelakaan, tapi juga karena dia kehilangan anaknya. Ya, Susan mengalami keguguran karena insiden kecelakaan itu.

Sebulan ini pula dia hanya mau di temani Peter, namun tak banyak bicara. Peter sudah berulang kali mencoba merayu Susan untuk keluar dari kamar, mengajaknya berbelanja atau sekedar berkeliling mension di pagi atau sore hari. Tapi Susan selalu menolaknya.

Hari itu Peter libur, dia tidak pergi ke perusahaan. Dia ingin membujuk Susan agar mau bertemu dengan Dokter Joshua untuk melakukan pemeriksaan pada tubuhnya.

Tuan Sanders yang meminta hal itu. Karena dia sangat khawatir dengan kondisi Susan yang berubah drastis.

Tuan Sanders juga sering meminta untuk bertemu dan mengobrol sebentar dengan Susan, tapi Susan menolaknya. Dia mengatakan masih ingin menenangkan diri.

Saat itu, Susan duduk di kursi balkon. Pandangannya kosong ke depan. Wajah cantik bak malaikat itu seakan redup dan tak bersemangat hidup lagi.

Diam-diam dibawah sana, Tuan Sanders memandangi Susan dengan rasa sedih dan penuh rasa bersalah . Dia juga merasa gagal menjaga Susan. Seketika dia ingat almarhum Ayah Susan.

"Ini teh mu, sayang." Kata Peter memecah lamunan Susan.

Susan masih diam mematung, bahkan tak menoleh.

"Kau membuatku seakan mati perlahan, Susan!" Sambung Peter dengan menaruh teh hangat itu di atas meja kecil sebelah Susan.

"Aku sendiri bahkan sudah merasa mati, Peter." Kata Susan, matanya mulai berair lagi.

"Jika kau terus begini, anak kita juga tidak akan tenang disana, kau hanya akan menahannya menuju tempat semestinya dia berada." Kata Peter.

Susan tak menjawab. Hanya air mata yang mengalir di pipinya. Matanya bengkak karena setiap hari menangisi mendiang anaknya.

Peter berjongkok di depan Susan dan menghapus air mata itu dengan kedua ibu jarinya.

"Tidak sampai 1 jam aku merasakan kehadirannya, bahkan aku belum memberitahu mu. Kenapa Tuhan begitu cepat mengambilnya, apa Tuhan pikir aku tak sanggup menjaganya?" Tangis Susan akhirnya pecah.

"Tuhan selalu punya rencana di luar pikiran kita. Aku merasa sangat bersyukur karena kau selamat dari kecelakaan itu. Aku mohon kembalilah ke kehidupan mu, jangan biarkan diri mu tenggelam begitu lama. Ayah selalu menanyakan kondisi mu pada ku. Aku tak sanggup melihat wajah sedihnya setiap hari."

"Maafkan aku.." Kata Susan dengan sesegukan.

"Tidak papa, sayang. Mungkin Tuhan sedang ingin kita belajar ikhlas dan sabar."

Susan mengangguk.

"Ayah ingin kau bertemu dengan Joshua, hanya untuk pemeriksaan saja. Dia ingin memastikan kau baik-baik saja. Apakah kau mau?" Tanya Peter.

Susan mengangguk lagi. Peter terkejut dengan jawaban Susan. Karena biasanya Susan akan menolak semua yang di tawarkan padanya.

"Tapi aku ingin kau berjanji pada ku." Kata Susan menghapus air matanya.

Peter menatap istrinya itu begitu dalam. "Apa? Aku akan melakukan semuanya untuk mu, asal kau harus bangkit dari keterpurukan ini!"

"Apa kau sudah tau siapa yang melakukan itu pada kita? Orang yang mensabotase mobil dan membuat kecelakaan itu?" Tanya Susan.

Peter menggeleng. "Aku dan ayah masih mencari tahu. Apakah orang yang meretas data perusahaan dan orang yang mencelakai mu itu orang yang sama atau bukan."

"Berjanjilah pada ku! Jika kau tau siapa yang melakukan itu semua, kau harus membunuhnya Peter! Karena dia sudah membunuh anak kita!" pintu Susan dengan penuh penekanan.

Peter sedikit terkejut dengan permintaan Susan. Karena Susan adalah wanita yang begitu lembut, baru kali ini dia mendengar istrinya itu meminta hal semacam ini. Biasanya Susan selalu memaafkan dan tak mau ikut campur masalah dunia mafia yang penuh dengan bunuh membunuh.

Peter mengangguk mantap. "Aku akan membunuhnya dengan tangan ku sendiri, demi anak kita!"

Mereka pun berpelukan, begitu dalam. Susan merasa sedikit kehangatan di hatinya. Setelah sekian lama berdiam diri di dalam keterpurukan, akhirnya hari ini dia mau bangkit lagi setelah mendengan janji Peter.

Dan sebuah dendam di lubuk hatinya. Bahwa dia harus bangkit dan mencari tau siapa yang telah mensabotase mobilnya hingga dia mengalami keguguran.

*******

Dokter Joshua pun datang ke mansion. Dia begitu gugup saat akan memasuki kamar Susan. Karena terakhir kali mereka bertemu Susan menangis sejadi-jadinya saat tau dirinya keguguran. Itu membuat Joshua tak tega dan ikut menangis.

Karena Joshua sudah menjadi dokter pribadi di keluarga Sanders sangat lama. Semenjak ayahnya meninggal, dia menggantikan posisi ayahnya. Sudah sekitar 5 tahun dan fia begitu dekat dengan keluarga ini.

Saat Joshua melakukan pemeriksaan, dia seperti melihat malaikat yang sedang terpuruk. Mata Susan bengkak, bibirnya pucat dan wajahnya sayu.

"Kau baik-baik saja. Aku akan memberikan vitamin untuk mu." Kata Joshua.

"Hanya vitamin?" Tanya Peter yang menemani Susan sedari tadi. Karena Susan masih melarang siapapun masuk, jadi mereka hanya bertiga di dalam kamar yang begitu luas.

"Ya, karena sebenarnya Susan tidak memerlukan obat-obatan. Dia hanya butuh relaks dan mungkin teman cerita." Jawab Joshua.

"Maksudnya?" Tanya Peter lagi.

"Susan baik-baik saja Peter. Tapi secara psikologi mungkin tidak, dia tidak meluapkan perasaannya dengan baik. Mungkin membutuhkan seorang psikiater untuk teman mengobrol." Joshua melihat ke arah Susan.

"Jika kau mau, aku bisa merekomendasikan salah satu psikolog untuk mu."

"Siapa?" Tanya Peter.

"Abell, kau bisa menemuinya atau memintanya untuk datang kemari. Luapkan perasaan mu Susan, dia akan menjadi wadah bagi setiap cerita mu!" Kata Joshua.

Peter sedikit mengangkat sudut bibirnya. Dia tau dan kenal siapa Abell. Abell adalah kekasih Joshua, sudah sekitar 1 tahun ini mereka menjalin kasih jarak jauh dan sepertinya Abell sudah kembali dari luar negeri.

"Abell?" Tanya Susan seketika.

"Ya, teman sekolah mu dulu kan?" Goda Joshua. "Abellia Pavensie, dia sudah kembali dari luar negeri."

Susan sedikit tersenyum mendengar nama itu. Susan dan Abell memang bersahabat baik. Tapi semenjak Abell memutuskan untuk berkuliah di luar negeri karena orang tuanya pindah kesana. Mereka jadi lost contact, bahkan Abell tak datang saat pemakaman ayah Susan dan saat pernikahan Susan dengan Peter dulu.

"Apa boleh?" Tanya Susan pada Peter, meminta ijin dari suaminya itu.

"Tentu saja!" Jawab Peter antusias karena melihat senyuman di wajah istrinya.

"Bagaimana dengan ayah?" Tanya Susan.

"Mungkin kau harus menemuinya dulu agar dia tenang, baru dia akan memberikan ijin, aku yakin itu." Kata Peter tersenyum.

*********

Setelah Dokter Joshua pulang dan memberikan kartu nama milik Abell. Susan memutuskan untuk menemui ayah mertuanya. Dia meminta maaf karena telah membuatnya khawatir sebulan ini.

Mereka berpelukan dan setetes air mata Tuan Sanders membasahi pipinya. Dia merasa lega dan bahagia karena Susan sudah mau bicara dengannya.

Namun, saat Susan meminta ijin untuk bertemu dengan Abell yang akan menjadi psikiaternya. Tuan Sanders terliat keberatan, dia meminta Susan bertemu di mension saja. Karena khawatir dengan kondisi Susan dan juga khawatir terjadi sesuatu lagi pada anak mantunya itu.

Susan berusaha membujuk dengan di bantu Peter. Karena sebenarnya Susan pun merasa kesepian dan kekosongan di hatinya selama sebulan ini. Dia ingin dari keluar mension menemui Abell. Sekedar mengopi santai di sebuah kafe sembari mencurahkan isi hatinya.

Setelah Peter mengatakan bahwa dia dan Traver akan menemani Susan, barulah Tuan Sanders menyetujuinya. Dengan syarat, Susan harus bersedia di temani pengawal yang jumlahnya cukup banyak.

"Ya ampun, Ayah! 50 orang pengawal? Apa ayah pikir aku akan berperang dengan Abell?" Kata Susan.

Tuan Sanders yang mendengar itu sebenarnya ingin tertawa, akhirnya Susan sudah kembali ke dirinya sendiri. "Aku tidak mau terjadi sesuatu lagi pada mu! Bagaimana kalau 30 orang?"

"5 orang cukup, Ayah! Peter dan Traver ikut bersama ku." Kata Susan.

Peter hanya diam saja ketika Susan dan Tuan Sanders mulai berdebat. Karena memang hanya Susan yang berani melawan Tuan Sanders.

"Tidak! 20 orang!" Kata Tuan Sanders.

"5 orang, Ayah!"

"20 orang itu sudah sedikit, Susan!" Tuan Sanders sedikit mendelik.

"Tidak, pokoknya 5 orang saja!" Kata Susan dengan tegas.

"10 orang! Jika kau tidak mau, maka kalian tidak boleh keluar! Biarkan Abell saja yang datang kemari!" Tuan Sanders mulai membiat keputusan.

"Ya ampun, Ayah... Ya sudah, 10 orang termasuk Peter dan Traver, titik. Aku tidakmau berdebat lagi!" Kali ini Susan yang membuat keputusan.

Akhirnya Tuan Sanders mengalah. Dia mengijinkan Susan keluar di temeni Peter dan Traver, juga 8 pengawal.

Setelah berganti pakaian mereka segera berangkat menuju kafe yang di maksud Susan. Kafe itu berada di tepian pantai.

Tak begitu lama mereka pun sampai di tempat tujuan. Susan segera turun karena sudah tidak sabar bertemu dengan Abell, teman masa kecilnya.

"Abell..." Teriak Susan saat melihat Abell sudah duduk di sebuah kursi menghadap ke pantai.

Abell yang mendengar teriakkan itu segera mencari sumber suara. Menengok ke kanan dan kiri, setelah ketemu, dia langsung berdiri dan berlari ke arah Susan.

"Aku sangat merindukan mu." Kata Abell.

"Aku juga, kemana saja kau? Kenapa tidak pernah menghubungi ku? Kau juga tidak pernah membalas email ku!" Tanya Susan.

"Ceritanya panjangggg sekalii... Nanti akan ku ceritakan, ayo duduk dulu!"

Peter yang melihat itu sangat senang, dia juga tak henti-hentinya tersenyum. Peter mengenal Abell hanya sekilas, karena dulu sewaktu kecil Peter bersekolah di luar negeri bersama ibunya. Peter hanya mengenal abell sebagai sahabat bermain Susan sewaktu kecil.

"Akhirnya dia tersenyum lagi." Kata Peter kepada Traver.

"Iya, Tuan. Nyonya sangat cantik jika tersenyum dan.." Sontak Traver terdiam karena dia sadar jika salah bicara. Tak seharusnya dia bicara begitu soal Susan. Karena Traver tau Peter sangat pencemburu.

"Apa kau ingin aku mematah leher mu." Kata Peter menatap Traver.

"Maaf, Tuan." Kata Traver dengan menundukkan kepala.

Tapi sepertinya Peter sedang bahagia. Dia kembali tersenyum saat memandangi Susan. Peter juga memilih tempat duduk yang berbeda dengan Susan dan Abell. Dia memberikan ruang kepada mereka berdua agar Susan lebih nyaman menyampaikan apa yang dia rasakan kepada Abell, selaku psikiaternya sekarang.

Terlihat Susan juga menikmati waktunya. Dia menceritakan semua yang terjadi, hingga membuatnya keguguran. Susan mulai menangis tersedu-sedu hingga membuat Peter tak tega dan ingin menghampirinya, namun Peter masih menahan diri.

Susan menyampaikan semua unek-unek di hatinya, hingga dendam yang muncul di hati kecilnya. Dendam ingin membunuh orang yang telah membuatnya keguguran.

"Aku tak tau sejak kapan rasa dendam itu muncul, Abell. Tapi rasa itu juga yang membuat ku bangkit dari keterpurukan!" Kata Susan.

"Aku mengerti, tak apa, tidak semua kesalahan harus di maafkan sekarang, tidak harus hari ini, tidak harus besok, dan kita juga tidak mungkin ikhlas begitu saja. Yang terpenting adalah bagaimana kau melewatinya, kau pasti lebih hebat dari yang aku pikirkan, Susan!" Kata Abell.

Abell pun menenangkan Susan. Setelah Susan mulai tenang, dia penasaran dengan kehidupan Abell, kenapa dia hilang begitu saja setelah pergi keluar negeri.

"Saat sampai di bandara, aku kehilangan ransel ku, ponsel dan tablet ku ada disana, kau tau aku kan, aku tidak pernah bisa mengingat password email dan akun ponsel ku. Jadi aku kehilangan nomor mu, kau juga tidak menggunakan sosial media, aku juga tidak bisa mengingat email mu." Jelas Abell.

"Saat ayah mu meninggal, aku ketinggalan kabar itu. Dan saat kau menikah, aku ingin datang, tapi ayahku sakit, dia kritis saat itu." Tambah Abell.

"Maaf ya, aku kira kau sudah melupakan mu. Soal sosial media, kau tau kan kalau aku di larag menggunakan itu demi privasi ku dari musuh-musuh mafia ayah." Kata Susan.

"Iya aku ingat."

"Lalu bagaimana kabar ayah mu?" Tanya Susan.

"Baik, dia baik-baik saja sekarang. Itu sebabnya aku bisa kembali kesini."

"Ngomong-ngomong, kau sudah lama dengan Dokter Joshua? Peter tau soal itu, tapi kenapa aku baru tau ya." Kata Susan.

Abell tersenyum malu. "KIta bertemu di acara amal tahun lalu, dari situlah semua mulai. Kita juga hanya berhubungan lewat ponsel selama ini. Aku juga tak tau kalau dia adalah dokter pribadi kalian. Joshua selalu menjaga privasi pasiennya."

Setelah mengobrol cukup lama, Susan merasa sedikit lega. Dia seakan hidup kembali.

"Aku akan ke kamar mandi dulu." Kata Susan. Abell hanya menjawab dengan mengangguk.

Saat melewati Peter, Peter mencegatnya. "Akan aku antar. Ku mohon jangan menolak ya." PIntanya.

"Aku tau isi otak mu, Peter!" Jawab Susan tersenyum karena dia sudah hafal betul dengan tingkah suaminya itu.

Di ujung lorong sebelum Susan masuk ke dalam kamar mandi kafe itu.Peter menahan lengannya dan langsung mencium bibir Susan.

"Ini di tempat umum!" Kata Susan.

"Sedikit saja! Kau sudah membuat ku menahannya selama sebulan penuh!"

Susan hanya tertawa kecil yang langsung di sambut dengan ciuman oleh Peter. Terlihat seorang pria bertubuh tinggi menggunakan jaket hitam dan penutup kelapa di balik dinding kamar mandi itu tersenyum kecut mendengar percakapan Susan dan Peter.

Susan mengendorkan ciumannya dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Dia tau jika tak di hentikan Peter bisa memakannya disana.

Setelah beberapa menit menunggu. Peter masih setia berdiri di depan pintu kamar mandi itu. Namun, selang 10 menit kemudian dia mulai resah karena tak mendengar tanda-tanda Susan di dalam.

Sampai terdengar suara Abell yang meneriaki seorang pria yang sedang merayunya. Peter melihat dari kejauhan lalu memberi kode pada Traver untuk membantu Abell.

Peter kembali ke kamar mandi, masih berdiri di depan pintu. Namun perasaannya mulai gelisah. Akhirnya dia memutuskan untuk membuka pintu kamar mandi dan masuk ke dalam mencari Susan.

"Susan!" Panggil Peter.

Namun tak ada jawaban.

"Susan!" Panggilnya lagi.

Peter mulai mengecek setiap bilik. Dia semakin panik saat tak menemukan Susan disana. Jantungnya mulai terpacu. Dia melihat sekitar dan ada sebuah jendela yang berukuran lumayan besar telah terbuka.

Dia langsung berlari ke arah jendela itu dan melihat seorang laki-laki sedang menempelkan sesuatu di salah satu mobil pengawalnya.

"Sial, mereka pasti membawa Susan lewat jendela ini." Kata Peter menggerutu.

Saat akan pergi dia melihat laki-laki itu kabur karena ketahuan oleh salah satu pengawalnya, dia memicingkan mata melihat benda apa yang di letakkan oleh laki-laki itu. Benda itu kecil, bulat dan menempel di dekat ban mobil.

Seketika Peter sadar.

"Bom!"

Tepat setelah Peter menyadari benda itu adalah bom. Seketika bom itu meledak.

JENDUAR!!

Peter langsung berlindung di balik dinding. Namun dinding itu tak cukup kokoh untuk menahan ledakan bom. Puing-puing dan pecahan kaca mengenai tubuh besarnya.

Beruntung itu hanya bom kecil. Ledakannya tak meluluhlantakkan kafe itu.

Dengan tergopoh-gopoh dia berusaha berdiri dan keluar dari kamar mandi. Mencari Traver yang ternyata Traver juga mencari dirinya.

"Cepat minta bantuan! Susan di culik!" Kata Peter memegang kepalanya.

Mata Traver langsung membulat tak percaya, "Bagaimana bisa, bukankah Nyonya Susan bersama Tuan Peter?" Batinnya

"Cepat!!" Teriak Peter karena Traver masih mematung tak percaya.

Traver langsung mengeluarkan ponselnya dan menelpon markas mereka. Dia juga menyuruh anak buahnya untuk segera berpencar mencari Susan.

"Sialll!! Pasti ayah akan marah besar!!" Pekik Peter yang membayangkan amarah ayahnya.

1
Adi Putra
ku tunggu janda mu🤣
Adi Putra
dalam batin Edward, akhirnyaaaa🤣
Adi Putra
menggatal🤣
Riska Rosiana
🥲🥲🥲
Riska Rosiana
auto trauma🤣
Andreee
kesempatan🤣
Andreee
mampus kouu ana
Andreee
pokol teros peterr, jan kasih amponn
Andreee
🤣🤣🤣🤣
Andreee
amunisi gk tuu
Adi Putra
kasi napas eddd🤣
Riska Rosiana
🤣🤣🤣🤣
Olivia
susan bakal plh pa y
Adi Putra
Edward ini katanya cinta, tp nyusain susan mulu y
Olivia
Peter bangs*t bgt ya, benci bgt gue
Olivia
Peter ma Anna jodoh keknya, sama2 gk ada otak
Riska Rosiana
Wait waittt Peter bisa menggila jg ye
Riska Rosiana
Oh jadi si Peter yg selingkuh..aku kira susan yg bakalan selingkuh ama edward
Riska Rosiana
kayaknya Susan ini masih ada perasaan ya sm si edward
Adi Putra
si Edward bener bener lu ye
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!