Kisah dewasa (mohon berhati-hati dalam membaca)
Rianti bekerja di perusahaan milik Bramantya, mantan suami adiknya. Menjelang pernikahannya dengan Prabu, ia mengalami tragedi ketika Bramantya yang mabuk dan memperkosanya. Saat Rianti terluka dan hendak melanjutkan hidup, ia justru dikhianati Prabu yang menikah dengan mantan kekasihnya. Di tengah kehancuran itu, Bramantya muncul dan menikahi Rianti, membuat sang adik marah besar. Pernikahan penuh luka dan rahasia pun tak terhindarkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Bramantya meletakkan jas pengantinnya di sofa, lalu mengambil sebuah map hitam dari atas meja kaca.
“Duduk,” ucapnya tegas.
Rianti menatapnya sekilas, lalu dengan berat hati menuruti perintah itu.
Bramantya mengeluarkan beberapa lembar kertas tebal, di atasnya tertulis besar 'KONTRAK PERNIKAHAN.'
“Mulai malam ini, kita punya aturan. Aku tidak ingin mendengar rengekan, tangisan, atau penolakan darimu. Baca ini.”
Bramantya meletakkan kertas itu di hadapan Rianti.
Dengan tangan gemetar, Rianti membaca satu per satu isi kontrak tersebut.
KONTRAK PERNIKAHAN
Pihak Pertama : Bramantya
Pihak Kedua : Rianti Maharani
Dengan ini kedua belah pihak sepakat untuk menaati ketentuan berikut:
Pihak Kedua wajib tinggal bersama Pihak Pertama di apartemen ini, tanpa pengecualian.
Pihak Kedua wajib menjaga penampilan sebagai seorang istri Pihak Pertama di depan umum.
Pihak Kedua dilarang membicarakan kehidupan pribadi Pihak Pertama pada siapapun, termasuk keluarganya sendiri.
Pihak Kedua dilarang menghubungi Prabu atau pria lain dalam bentuk apapun.
Semua aset Pihak Pertama tetap milik pribadi. Pihak Kedua tidak memiliki hak apapun kecuali yang diberikan.
Pihak Kedua harus menemani Pihak Pertama dalam acara sosial, bisnis, atau keluarga tanpa menolak.
Pihak Kedua tidak diperkenankan keluar rumah tanpa seizin Pihak Pertama.
Pihak Kedua wajib melayani Pihak Pertama sebagai seorang istri tanpa menolak.
Pihak Kedua harus menjaga nama baik Pihak Pertama, termasuk berpura-pura bahagia di depan orang lain.
Pihak Kedua wajib melupakan malam sebelum pernikahan dan tidak pernah menyebutkannya lagi, seolah-olah hal itu tidak pernah terjadi.
Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 31 Agustus 2025
Pihak Pertama,
(tanda tangan)
Bramantya
Pihak Kedua,
(tanda tangan)
Rianti
Rianti menutup kertas itu dengan tangan bergetar, air matanya menetes membasahi lembaran kontrak.
“Aku tidak akan tanda tangan, Bram,” ucapnya dengan suara serak.
Bramantya menyeringai, lalu duduk di hadapan Rianti, menatap lurus ke dalam matanya.
“Kalau kamu tidak tanda tangan, aku pastikan semua orang tahu apa yang terjadi malam itu. Mau Mama kamu mendengar? Mau dunia tahu kamu datang ke kantorku malam-malam, lalu…?”
Rianti bangkit dari duduknya dan tersenyum sinis saat mendengar perkataan dari Bramantya.
"Aku ke kantor untuk ambil cincin, bukan yang lain!" ucap Rianti.
Bramantya mendekatkan wajahnya ke wajah Rianti.
"Tapi, apakah mereka akan percaya begitu saja? Jangan naif, Rianti."
Rianti mencengkram erat kedua tangannya dan langsung terdiam.
“Aku tidak akan menandatangani kontrak ini, Bram!” ucap Rianti.
Bramantya langsung menarik pinggang istrinya dan menciumnya dari belakang.
"Lepaskan aku! Jangan perkosa aku, Bram!"
Bayangan malam itu kembali muncul dan seketika Rianti kembali pingsan.
"Dasar lemah," cibir Bramantya yang kemudian membopong tubuh istrinya dan membawanya ke kamar mereka.
Sesampainya di kamar dan Bramantya menaruhnya di atas tempat tidur.
Bramantya menatap wajah Rianti yang pucat dan tak berdaya di atas tempat tidur.
Rianti masih mengenakan gaun pengantinnya yang sekarang sudah tidak rapi lagi.
Kemudian Bramantya bangkit dan meninggalkan Rianti sendirian di kamar.
Bramantya masuk ke ruang kerjanya dan mengambil sebuah cerutu.
Ia menyalakan cerutunya dan menghembuskan asap tebal ke udara, matanya menatap kosong ke arah jendela apartemen yang menghadap kota malam.
Suasana senyap dan dingin, hanya terdengar desis cerutu dan detak jam di ruang kerja.
Sementara itu, di kamar, Rianti mulai membuka matanya perlahan.
Tubuhnya terasa lemah, tangannya masih gemetar.
Gaun pengantin yang menempel di tubuhnya kini berantakan, kainnya kusut dan basah oleh air matanya.
"Kenapa harus aku yang mengalami semua ini? M-mas Prabu, kamu dimana?" gumam Rianti dengan air matanya yang kembali mengalir.
Rianti bangkit dari tempat tidurnya dan melihat dirinya di depan cermin.
Disaat yang bersamaan tiba-tiba Bramantya membuka pintu dan melihat istrinya sudah sadar.
"Lekas tanda tangan ini dan jangan pura-pura pingsan." ucap Bramantya.
Rianti yang mendengarnya semakin sakit hati kepada suaminya.
"A-aku tidak mau! Sampai kapanpun aku tidak mau!" ucap Rianti.
Bramantya menghela nafas panjang dan langsung melepaskan pakaiannya.
"Tanda tangan atau aku akan meminta hakku sekarang. Atau kamu ingin aku paksa seperti kemarin malam?"
Rianti menundukkan kepalanya dan ia langsung mengambil bolpoin dan menandatangani kontrak pernikahannya.
Bramantya menarik pinggang istrinya dan membuka paksa gaun pengantin yang masih di kenakan oleh istrinya.
"T-tolong, jangan lakukan itu."
Bramantya tidak mendengarkan perkataan istrinya dan ia memaksa istrinya untuk melakukan hubungan intim secara paksa.
Rianti kembali ke malam kelam dimana suaminya memperkosanya sebelum mereka menikah.
Bramantya menutup mulut istrinya dengan mulutnya agar tidak berteriak.
Rianti menangis sesenggukan saat akhirnya suaminya berhasil melakukannya berulang kali.
Setelah hampir dua jam akhirnya Bramantya langsung tertidur pulas di samping tubuh Rianti yang masih menangis.
"M-mama, aku ingin pulang." ucap Rianti dengan suara lirih.
Sementara itu di tempat lain Prabu baru saja melakukan hubungan intim dengan istrinya.
Prabu memeluk tubuh istrinya dan mencoba melupakan Rianti yang sudah ia buang begitu saja.
"Ri, maafkan aku yang lebih memilih Tryas daripada kamu. Aku masih mencintai Tryas." gumam Prabu.
Prabu bangkit perlahan dari ranjang, tubuhnya masih diselimuti rasa lelah.
Tryas sudah tertidur pulas di sampingnya dengan senyum kecil menghiasi wajahnya.
Prabu meraih jubah tidurnya, lalu melangkah ke arah minibar kecil di sudut kamar hotel mewah itu.
Tangannya gemetar saat menuangkan wine merah ke dalam gelas kristal.
Glek… glek…
Ia menenggak wine itu dalam sekali teguk, lalu menatap kosong ke arah jendela besar yang menampilkan cahaya kota.
Namun, bayangan Rianti muncul begitu jelas di kepalanya.
Senyum Rianti, tatapan lembutnya, bahkan suaranya yang penuh kasih semua itu kembali menghantam hatinya.
“Kenapa aku masih memikirkan dia?” gumam Prabu lirih, menekan dadanya yang terasa sesak.
Ia meneguk lagi wine dari botol yang sama, kali ini lebih banyak.
Air matanya perlahan jatuh, bercampur dengan rasa pahit di mulutnya.
“Aku sudah pilih Tryas, tapi kenapa wajah Rianti terus menghantui aku?”
Prabu memukul meja dengan keras hingga gelas hampir pecah.
Nafasnya memburu, matanya merah karena amarah pada dirinya sendiri.
Di ranjang, Tryas menggeliat kecil, lalu setengah membuka mata.
“Mas, kenapa belum tidur?” tanyanya manja.
Prabu buru-buru menyeka wajahnya dan tersenyum tipis, meski hatinya masih berantakan.
“Nggak apa-apa, sayang. Aku cuma butuh sedikit waktu.”
Tryas mengangguk lemah, lalu kembali memejamkan mata.
Prabu kembali menatap gelasnya yang hampir kosong.
"Ri, kamu pasti benci aku sekarang. Tapi kenapa aku merasa aku yang kehilangan segalanya?" gumam Prabu yang kemudian kembali ke tempat tidur.