NovelToon NovelToon
Obsesi Om Duda

Obsesi Om Duda

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Duda / Dijodohkan Orang Tua / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Cinta Lansia / Tamat
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Ihsan Ghazi Rasyid, 40 tahun seorang duda beranak dua sekaligus pengusaha furnitur sukses yang dikenal karismatik, dingin dan tegas.

Kehidupannya terlihat sempurna harta berlimpah, jaringan luas, dan citra pria idaman. Namun di balik semua itu, ada kehampaan yang tak pernah ia akui pada siapa pun.

Kehampaan itu mulai berubah ketika ia bertemu Naina, gadis SMA kelas 12 berusia 18 tahun. Lugu, polos, dan penuh semangat hidup sosok yang tak pernah Ihsan temui di lingkaran sosialnya.

Naina yang sederhana tapi tangguh justru menjeratnya, membuatnya terobsesi hingga rela melakukan apa pun untuk mendapatkannya.

Perbedaan usia yang jauh, pandangan sinis dari orang sekitar, dan benturan prinsip membuat perjalanan Ihsan mendekati Naina bukan sekadar romansa biasa. Di mata dunia, ia pria matang yang “memikat anak sekolah”, tapi di hatinya, ia merasa menemukan alasan baru untuk hidup.

Satu fakta mengejutkan kalau Naina adalah teman satu kelas putri kesayangannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 3. Keputusan Naina

Naina menatap Ihsan dengan wajah setengah kesal, setengah putus asa. Ia menghela napas panjang lalu merogoh ponselnya.

“Oke, ini nomor telepon Papa saya… Pak Aditya Pratama. Tapi beliau lagi di Surabaya, jadi nggak bisa langsung datang,” ujarnya sambil menyerahkan ponsel pada Ihsan.

Ihsan menerima nomor itu tanpa banyak bicara. Namun, dalam hatinya, pikirannya berputar cepat.

“Aku harus dapatin dia. Nggak peduli caranya. Cewek ini harus jadi milikku, batinnya sambil melirik Naina sekilas.”

Sebagai pengusaha sukses yang namanya sering muncul di majalah bisnis, Ihsan Ghazi terbiasa mendapatkan apa yang ia mau.

Meski usianya sudah empat puluh tahun, wajahnya tetap awet muda, tubuh terawat, dan gaya bicara yang dingin. Sifatnya tegas, disiplin, kadang arogan, dan licik jika itu perlu. Tapi kali ini berbeda dia jatuh hati pada pandangan pertama, dan targetnya adalah gadis SMA berusia delapan belas tahun dengan tatapan tajam itu.

Naina sendiri sedang berusaha menahan Ihsan agar tidak menghubungi mamanya.

“Pak, jangan telepon Mama saya, ya. Serius, beliau itu kayak komandan militer. Kalau tahu, hidup saya habis,” katanya setengah memohon, setengah bercanda.

Ihsan mengangkat alis. “Bukannya kamu bilang kamu tangguh? Masa kalah sama mama sendiri?” imbuhnya, senyum liciknya mulai terlihat.

“Beda, Pak. Kalau ini urusan Mama, saya bisa langsung pindah ke planet lain,” serunya sambil melipat tangan di dada.

Di matanya, Naina adalah campuran langka antara cantik, cerdas, dan berani. Tingginya semampai, kulitnya putih, pembawaannya tegas tapi masih ada sisi hangat yang ia tunjukkan di rumah.

Sayangnya, kasih sayang dari mamanya sering terasa timpang, berbeda dengan perlakuan pada adiknya, Namira.

Pertukaran kata-kata di antara mereka terus berlanjut. Ihsan menguji kesabaran, Naina membalas dengan gaya bar-bar khas anak SMA tapi tetap sopan. Hingga pada akhirnya, Naina terdiam. Nafasnya berat.

“Jadi?” tanya Ihsan, tatapannya menusuk.

Naina menatapnya lama, lalu mengembuskan napas panjang. “Oke saya terima hukumannya. Jadi kekasih Bapak,” ucapnya lirih tapi jelas, seperti menelan pil pahit.

Senyum puas terbit di wajah Ihsan. Baginya, permainan baru saja dimulai.

Pagi itu, setelah menyerahkan nomor telepon kedua orang tuanya pada Ihsan, Naina tak mengucap sepatah kata pun.

Ia langsung menyalakan motor, memacu kendaraan kecil itu secepat mungkin. Jam masuk sekolah sudah di ujung waktu, dan ia tak mau menambah catatan keterlambatan.

Begitu tiba, ia hampir melompat ke kursinya. Namun belum sempat meletakkan tas, suara yang sudah akrab di telinganya terdengar.

“Hahaha kemarin ngaku-ngaku papanya yang kerja di Surabaya mau beliin motor baru. Nyatanya malah bawa motor butut. Itu juga punya adiknya lagi,” cibir Rubi, teman sekelas sekaligus rivalnya di hampir semua hal.

Naina menoleh, senyumnya tipis tapi matanya tajam. “Oh… motor butut ini? Iya, Rub. Minimal nggak butuh supir cadangan buat nyalainnya. Kalau kamu mau, besok aku pinjemin asal kamu siap jalan sambil dorong,” ucapnya santai tapi menusuk.

Janeta, teman sebangku Naina, ikut menyambar. “Rubi, kalau kamu nggak terima Naina lagi-lagi jadi perwakilan sekolah buat lomba matematika, tari, sama bahasa Inggris, ya jangan mancing ribut. Nanti ketahuan cemburunya,” katanya sambil mengangkat alis.

Rubi sudah menarik napas, siap membalas. Namun langkah wali kelas yang masuk ke ruangan membuatnya menelan kata-kata. Semua siswa kembali ke tempat duduk, pura-pura sibuk membuka buku.

Di kursinya, Naina hanya terkekeh kecil, lalu mulai menulis di buku catatan, seolah tak ada apa pun yang terjadi.

Sementara itu, di lantai tertinggi gedung PT. IGR, ruang kerja Ihsan Ghazi terasa sunyi namun tegang. Dinding kaca besar memamerkan pemandangan kota yang sibuk, tapi fokus lelaki itu hanya tertuju pada satu hal.

“Irwan,” panggilnya tanpa menoleh dari kursi kerjanya.

Irwansyah, asisten pribadi yang sudah bekerja dengannya bertahun-tahun, segera masuk. “Ya, Pak?” ujarnya sambil membawa tablet catatan.

Ihsan memutar kursi, menatapnya lurus. “Cari semua data pribadi Naina. Lengkap. Sekolah, alamat, keluarga, semuanya,” ucapnya singkat namun sarat tekanan.

Irwan sempat ragu. “Naina… yang tadi pagi, Pak?” tanyanya memastikan.

Ihsan mengangguk pelan. “Ya. Gadis itu. Aku mau tahu setiap detail hidupnya,” imbuhnya, nada suaranya datar tapi matanya menyimpan sesuatu yang tak bisa ditebak.

Tanpa banyak tanya, Irwan menunduk. “Baik, Pak. Saya laksanakan.”

Begitu pintu menutup di belakang asistennya, Ihsan bersandar di kursi. Jari-jarinya mengetuk meja perlahan.

“Kamu pikir bisa kabur dari pandanganku, Naina? Kita lihat saja,” batinnya sambil menatap keluar jendela, senyum tipis terukir di bibirnya.

Sedangkan di tempat lain malamnya, rumah besar bergaya modern di kawasan elite Jakarta mulai sunyi. Rubi baru pulang dari les, masih mengenakan seragam, masuk ke ruang keluarga dengan wajah capek tapi tetap menjaga gaya anggunnya.

Ihsan sedang duduk santai di sofa, mengenakan kemeja hitam, matanya memandangi putrinya itu. “Gimana sekolah hari ini?” tanyanya tenang.

“Biasa aja, Pak. Cuma ada yang nyebelin,” jawab Rubi sambil membuka ikatan rambutnya.

“Nyebelin? Siapa?” pancing Ihsan.

“Ya… Naina. Dia itu sok pinter, sok cantik, semua lomba mau dimonopoli. Orangnya juga ah, pokoknya bikin kesel,” serunya.

Ihsan menyembunyikan senyum. “Naina ya kayaknya aku pernah dengar nama itu,” ujarnya pura-pura lupa.

Rubi mengangguk cepat. “Dia tuh nggak pernah mau kalah sama aku, Pak. Semua guru juga selalu ngebela dia karena katanya disiplin, pinter, rajin. Padahal…”

“Padahal?” dorong Ihsan lembut.

“Padahal dia cuma pinter jaga image,” imbuh Rubi dengan nada ketus.

Ihsan menyandarkan tubuhnya, tatapannya penuh arti. “Menarik sepertinya aku harus kenal lebih dekat sama temanmu itu,” katanya pelan, seperti berbicara pada diri sendiri.

Rubi memandang ayahnya heran. “Ngapain kenal sama dia? Biarin aja, Pak. Orang kayak dia nggak pantes jadi teman aku.”

Ihsan tersenyum samar. “Justru karena itu, Nak justru karena itu.”

---

Ikhsan bergegas masuk ke walk in closet. Tangannya cepat memilih kaos polos warna navy dipadukan dengan jaket jeans yang membuat wajah baby face-nya terlihat makin muda dari usianya.

Sepasang sneakers putih ia kenakan. Tatapannya di cermin tajam namun bibirnya tersenyum tipis, seperti sudah membayangkan sesuatu yang menyenangkan.

“Waktunya mulai,” gumamnya.

Tanpa membuang waktu, ia keluar rumah membawa motor sport merah yang selama ini jarang ia pakai. Udara malam menerpa wajahnya saat ia melaju, mampir sebentar ke toko bunga dan mengambil seikat mawar merah muda.

“Bunganya harus wangi, manis, kayak dia,” ujarnya ke penjaga toko. Beberapa menit kemudian, sekotak cokelat premium juga masuk ke kantong belanjaannya.

Di sisi lain, Naina dan Janeta baru selesai ganti kostum tari di ruang ganti sanggar. Musik tradisional sudah mengalun dari speaker, kaki-kaki penari mulai bergerak kompak.

“Besok latihan lebih padat, Nai,” ucap Janeta sambil merapikan selendang. Naina mengangguk sambil mengatur napas.

Latihan berjalan lancar sampai pintu sanggar terbuka. Semua kepala otomatis menoleh. Seorang pria tinggi, berwajah teduh namun berkharisma, masuk sambil membawa bunga dan cokelat.

“Permisi saya mencari Naina,” ujarnya lantang tapi halus.

Suara musik berhenti, suasana hening seketika. Janeta menoleh cepat ke Naina yang ternganga. “Lo kenal?” bisiknya.

Naina menggeleng cepat. “Nggak. Sumpah gue nggak kenal,” imbuhnya panik.

Ihsan melangkah ke depan, tatapannya terkunci pada Naina. “Boleh bicara sebentar?” ucapnya dengan senyum yang entah kenapa membuat sebagian penari lain ikut tersipu.

“Kalau mau ikut tari, daftar aja, Pak. Tapi kalau mau nyari saya kayaknya nggak ada urusan,” seru Naina mencoba tegas, meski jantungnya berdegup kencang.

Ihsan hanya tersenyum tipis. “Kita lihat nanti, Naina kita lihat nanti,” ujarnya pelan, namun cukup membuat Naina merasa ia baru saja masuk ke babak baru yang tak pernah ia rencanakan.

1
sunshine wings
😍😍😍😍😍♥️♥️♥️♥️♥️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak 🥰😘
total 1 replies
sunshine wings
Kan Nai.. Penuh dengan rasa cinta.. ♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings: 🥰🥰🥰🥰🥰
total 2 replies
sunshine wings
Support paling ampuh.. ♥️♥️♥️♥️♥️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: nggak kakak soalnya suamiku lebih muda aku 😂🤭
total 3 replies
sunshine wings
♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings: ♥️♥️♥️♥️♥️
total 2 replies
sunshine wings
Yaaa.. Kirain apa Nai.. Sudah pasti Ihsan akan ngelakuin.semua itu dengan senang hati karna itu maunya kan.. ♥️♥️♥️♥️♥️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha 😂 betul banget tuh kak nantangin lagi 🤣
total 1 replies
Purnama Pasedu
bertemanlah Ruby dengan naina,tertawalah bersama
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: setuju tapi yah keegoisan Rubi menutupi sisi baiknya
total 1 replies
Fadila Bakri
teman saingan jadi calon anak tiri
Eva Karmita
sesakit dan sebenci apapun naina tetap anakmu dan darah daging mu Bu ..😤😏
ayah sabung naina berhati mulia mau Nerima naina seperti putri kandungnya beda sama emaknya naina yg berhati siluman 😠👊
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣
total 1 replies
sunshine wings
😏😏😏😏😏
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: mampir Baca novel aku ini kakak judulnya Pawang Dokter Impoten ceritanya seru sudah banyak babnya
total 1 replies
sunshine wings
Dan menjauh dari mamanya.. 😬😬😬😬😬
sunshine wings
Ya Allah.. 🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️
sunshine wings
pikiran licik.. 🤭🤭🤭🤭🤭
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha 😂
total 1 replies
sunshine wings
Sepatutnya jangan di bedain kerana anak itu rezeki yg tidak ternilai oleh apapun.. Kasian banget hidupmu Naina.. 🥹🥹🥹🥹🥹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: sedih yah
total 1 replies
Maulida greg Ma
kejamnya
sunshine wings
Ditukar judulnya author ya.. 👍👍👍👍👍😍😍😍😍😍
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: aku ganti kak mumpung ada cover nganggur 🤭😂🙏🏻
total 1 replies
sunshine wings
😲😲😲😲😲
sunshine wings
♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Sialan emangnya..
Apa mereke adek beradek tiri author???
Kenapa beda kasih sayangnya???
🤔🤔🤔🤔🤔
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: akan terjawab nanti Kak ☺️
total 1 replies
sunshine wings
Ayo pak semangat 💪💪💪💪💪
keluarkan Naina dari rumah itu.. 🥺🥺🥺🥺🥺
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: yah yah
total 1 replies
sunshine wings
🙄🙄🙄🙄🙄😏😏😏😏😏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!