NovelToon NovelToon
The Killer

The Killer

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai / Pembaca Pikiran / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Novianti

Wei Lin Hua, seorang assassin mematikan di dunia modern, mendapati dirinya terlempar ke masa lalu, tepatnya ke Dinasti Zhou yang penuh intrik dan peperangan. Ironisnya, ia bereinkarnasi sebagai seorang bayi perempuan yang baru lahir, terbaring lemah di tengah keluarga miskin yang tinggal di desa terpencil. Kehidupan barunya jauh dari kemewahan dan teknologi canggih yang dulu ia nikmati. Keluarga barunya berjuang keras untuk bertahan hidup di tengah kemiskinan yang mencekik, diperparah dengan keserakahan pemimpin wilayah yang tak peduli pada penderitaan rakyatnya. Keterbelakangan ekonomi dan kurangnya sumber daya membuat setiap hari menjadi perjuangan untuk sekadar mengisi perut. Lahir di keluarga yang kekurangan gizi dan tumbuh dalam lingkungan yang keras, Wei Lin Hua yang baru (meski ingatannya masih utuh) justru menemukan kehangatan dan kasih sayang yang tulus.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 23

Dengan refleks yang terlatih, Lin Hua langsung bertindak tanpa berpikir panjang. Ia berlari secepat kilat, menerjang semak-semak azalea dan meraih tubuh besar Jenderal Chen yang terbaring lemah. Dengan sekuat tenaga, ia menarik Jenderal Chen dan melompat ke arah jurang terjal yang di bawahnya mengalir sungai besar yang bergemuruh.

Duar!

Tepat saat Lin Hua membawa Jenderal Chen melompat ke dalam jurang, sebuah ledakan dahsyat mengguncang tanah. Api dan asap membumbung tinggi ke langit, dedaunan dan ranting-ranting pohon beterbangan di udara. Panas ledakan terasa membakar kulit Lin Hua, namun ia tidak peduli. Ia hanya fokus untuk menyelamatkan Jenderal Chen.

"Sial! Apakah manusia zaman ini bisa membuat bom?" gumam Lin Hua, matanya menyipit menatap kobaran api yang semakin membesar. Ia tidak yakin bahwa orang-orang di zaman ini memiliki teknologi untuk membuat bom sekuat itu, kecuali ada seseorang yang melakukan perjalanan waktu, sama seperti dirinya.

Tubuh mereka melayang di udara selama beberapa saat, sebelum akhirnya keduanya terjatuh ke dalam aliran sungai yang dingin dan deras. Dengan sigap, Lin Hua membalikkan posisi mereka, memastikan Jenderal Chen berada di atasnya agar tubuhnya yang pertama kali menerima tekanan saat menghantam air.

Jenderal Chen sedang terluka parah, akan sangat berbahaya jika pria itu jatuh terlebih dahulu ke dalam air. "Tahan napasmu," ujar Lin Hua, suaranya sedikit berteriak agar terdengar oleh Jenderal Chen yang tampak lemah dan linglung.

Pria berusia dua puluh lima tahun itu menuruti perintah Lin Hua tanpa membantah. Ia menggenggam erat lengan Lin Hua, matanya terpejam rapat.

Byur!

Tubuh mereka menghantam permukaan air dengan keras, menciptakan cipratan air yang tinggi.

Lin Hua merasakan sakit yang menusuk di sekujur tubuhnya saat menghantam air. Tekanan air yang kuat membuatnya sulit bernapas. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tetap sadar dan menjaga Jenderal Chen tetap berada di atasnya.

Arus sungai yang deras menyeret mereka semakin jauh ke dalam jurang. Lin Hua berusaha berenang ke tepi sungai, namun tenaganya semakin terkuras. Ia merasa tubuhnya semakin berat dan sulit digerakkan.

'Sial, aku tidak bisa menyerah sekarang,' batin Lin Hua, menyemangati dirinya sendiri. Ia harus menyelamatkan Jenderal Chen, apa pun yang terjadi.

Dengan sisa tenaga yang ada, Lin Hua terus berjuang melawan arus sungai. Ia menarik Jenderal Chen mendekat ke arahnya dan berusaha berenang ke tepi sungai.

Setelah berjuang selama beberapa saat, akhirnya Lin Hua berhasil meraih akar pohon yang menjulur ke dalam sungai. Ia menggenggam akar pohon itu dengan erat dan menarik dirinya dan Jenderal Chen ke tepi sungai.

Dengan susah payah, Lin Hua menyeret tubuh Jenderal Chen ke atas bebatuan yang licin. Ia membaringkan Jenderal Chen di atas bebatuan itu dan memeriksa keadaannya.

Jenderal Chen masih bernapas, namun wajahnya pucat pasi dan tubuhnya menggigil kedinginan. Luka-lukanya juga terlihat semakin parah.

"Jenderal Chen, bertahanlah," ujar Lin Hua, suaranya lemah dan serak. Ia berusaha membangunkan Jenderal Chen, namun pria itu tidak memberikan respons.

Lin Hua tahu bahwa ia harus segera mencari pertolongan. Namun, mereka berada di tengah hutan belantara, jauh dari pemukiman manusia. Ia tidak tahu ke mana harus mencari bantuan.

Tiba-tiba, Lin Hua mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia segera bangkit dan meraih belatinya, bersiap untuk menghadapi siapa pun yang datang.

Dari balik pepohonan, muncul beberapa orang berpakaian serba hitam. Mereka adalah para pembunuh bayaran yang tadi menyerangnya di hutan.

"Akhirnya kami menemukanmu," ujar salah satu pembunuh bayaran, menyeringai sinis. "Kau tidak bisa lari dari kami."

Lin Hua menatap para pembunuh bayaran itu dengan tatapan dingin dan penuh tekad. Ia tahu bahwa ia tidak bisa mengalahkan mereka dalam kondisi seperti ini. Namun, ia tidak akan menyerah begitu saja. Ia akan berjuang sampai titik darah penghabisan untuk melindungi Jenderal Chen.

"Kalian harus melewati mayatku terlebih dahulu," ujar Lin Hua, suaranya lantang dan penuh keyakinan.

Para pembunuh bayaran itu tertawa mengejek. "Kau pikir kau bisa mengalahkan kami?" ujar salah satu dari mereka. "Kau hanya seorang wanita lemah."

"Kita lihat saja nanti," balas Lin Hua, bersiap untuk bertarung.

Pertempuran sengit pun terjadi. Lin Hua bertarung dengan sekuat tenaga, menghindari serangan para pembunuh bayaran dan membalas dengan tusukan-tusukan mematikan. Namun, jumlah musuh terlalu banyak, dan kondisinya yang lemah membuatnya semakin sulit untuk bertahan.

Setelah berjuang selama beberapa saat, Lin Hua akhirnya terluka. Sebuah pedang berhasil mengenai lengannya, membuatnya mengerang kesakitan.

Para pembunuh bayaran itu semakin gencar menyerangnya, berusaha menjatuhkannya. Lin Hua terus menghindar dan menangkis serangan mereka, namun ia merasa tenaganya semakin terkuras.

'Ini akhir dari segalanya, aku akan mati lagi?' batin Lin Hua, pasrah dengan nasibnya.

Namun, saat para pembunuh bayaran itu hendak menghunuskan pedang untuk mengakhiri riwayat Lin Hua, wanita itu dengan sigap melemparkan segenggam debu tanah ke arah mereka. Debu itu beterbangan di udara, memasuki mata para pembunuh bayaran, membuat mereka perih dan kehilangan penglihatan. Mereka terhuyung mundur, panik dan kebingungan.

Memanfaatkan kesempatan itu, Lin Hua dengan gerakan cepat mengeluarkan enam belati kecil cadangannya yang tersembunyi di balik lengan bajunya. Dengan akurasi yang mematikan, ia melemparkan belati-belati itu ke arah para pembunuh bayaran, tepat mengenai dahi mereka yang terdapat pola iblis palsu.

Tubuh para pembunuh bayaran itu langsung ambruk ke tanah, tidak bernyawa. Lin Hua bangkit dengan susah payah, menatap mayat-mayat itu dengan tatapan datar dan dingin. Ia berjalan mendekat ke salah satu mayat pembunuh bayaran, mencabut belati yang tertancap di dahinya.

"Cih, ingin mengadu domba antara kekaisaran dan bangsa iblis? Sungguh tidak takut mati," gumam Lin Hua, suaranya sinis dan merendahkan. Ia menyadari bahwa simbol iblis yang terukir di dahi para pembunuh bayaran itu hanyalah sebuah sihir ilusi yang digunakan untuk penyamaran, demi memicu perang antara dua kubu.

Lin Hua kembali melangkah, berniat mencari pertolongan untuk Jenderal Chen. Namun, ia benar-benar tidak menemukan satu pun manusia di sekitar sana. Hanya ada beberapa rumah warga yang terlihat sudah lama ditinggalkan, ditumbuhi ilalang dan semak belukar.

Dengan ragu-ragu, Lin Hua memasuki salah satu rumah yang tampak paling utuh. Ia mencari-cari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk mengobati Jenderal Chen yang terluka parah. "Rumah seorang tabib?" gumam Lin Hua, matanya berbinar saat ia melihat sebuah rumah yang dipenuhi dengan berbagai macam peralatan medis dan herbal.

Namun, lagi-lagi, rumah itu sudah benar-benar ditinggalkan. Debu tebal menutupi setiap sudut ruangan, meja-meja kayu rapuh, dan lemari-lemari obat kosong. "Apakah mungkin ada seorang tabib yang tinggal di pedesaan yang terpencil ini?" gumamnya, merasa sedikit kecewa.

Meskipun begitu, Lin Hua tidak menyerah. Ia mengumpulkan beberapa peralatan medis dan herbal yang masih bisa digunakan, seperti perban, jarum, dan beberapa botol berisi cairan obat. "Semoga saja ini bisa membantu," gumamnya.

Lin Hua lalu membawa peralatan itu dan kembali ke tempat di mana ia meninggalkan Jenderal Chen. Selain itu, ia juga mencari tumbuhan obat yang bisa digunakan untuk mengobati luka Jenderal Chen. "Hah... Untungnya mata ku benar-benar bagus," ujar Lin Hua, merasa lega karena penglihatannya yang tajam memudahkannya untuk mencari tanaman obat di tengah kegelapan malam.

1
Murni Dewita
lanjut
💜 ≛⃝⃕|ℙ$°INTAN@RM¥°🇮🇩
hai kak aku mampir
Murni Dewita
tetap senangat
Murni Dewita
lanjut
Murni Dewita
💪💪💪💪
Murni Dewita
menarik
Murni Dewita
next
Murni Dewita
lanjut
Murni Dewita
👣
Andira Rahmawati
kerennn
Andira Rahmawati
lanjutt..crasy up dong thorrr💪💪💪
SamdalRi: Gak bisa crazy up, 3 bab aja ya/Smile/
total 1 replies
Gedang Raja
bagus 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!