Amira, wanita cantik berumur 19 tahun itu di jodohkan dengan Rayhan yang berprofesi sebagai Dokter. Keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan. Namun Amira dan Rayhan tidak menginginkan perjodohan ini.
Rayhan pria berumur 30 tahun itu masih belum bisa melupakan mendiang istrinya yang meninggal karena kecelakaan, juga Amira yang sudah memiliki seorang kekasih. Keduanya memiliki seseorang di dalam hati mereka sehingga berat untuk melakukan pernikahan atas dasar perjodohan ini.
Bagaimana kisah cinta mereka selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin Aprilian04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Culik
Matahari sudah kembali tenggelam. Jam menunjukan pukul enam malam. Suara Adzan terdengar merdu menyejukan jiwa. Rayhan menepikan mobilnya di pinggir jalan untuk mampir ke sebuah masjid melaksanakan shalat magrib.
Di lihatnya kini Amira yang sedang tertidur pulas. Tak tega rasanya ia harus membangunkan Amira, namun ini waktunya shalat magrib yang menjadi kewajiban.
Sejenak tanpa sadar mata itu menatap wajah yang ia akui begitu cantik. Kuasa Allah menciptakan wajah itu sangat indah dan terbentuk dengan pas di setiap celahnya. Bibir Rayhan tersenyum, tangannya mengelus pipi Amira yang begitu lembut. Masih tak menyangka anak kecil yang dulu selalu ia ajak main dan selalu ia belikan permen kini sudah besar dan menjadi istrinya.
Amira menggeliat, membuat Rayhan menghentikan sentuhannya.
"Amira!" Rayhan menepuk-nepuk lengan Amira.
"Hey, bangun dulu. Kita shalat dulu."
"Amira!"
Wanita itupun perlahan membuka matanya.
"Ini dimana?" Amira membenarkan duduknya lalu merentangkan tangannya.
"Di masjid, mampir dulu buat shalat magrib."
"Oohh iyaa!"
"Yuk!"
"Duluan aja, Mas. Amira mau benerin dulu jilbab."
"Baiklah." Rayhan mengambil sarung yang selalu ia bawa kemanapun. Lalu beranjak keluar untuk melaksanakan shalat.
"Saya duluan yaa?"
Amira mengangguk, "Iya."
Amira kini bergerak cepat membenarkan jilbabnya. Lalu membersihkan wajahnya dari sisa make up agar wudhunya sah. Ia melihat handphonenya yang tiba-tiba saja berdering. Di lihatnya panggilan dari seseorang yang foto profilnya adalah seseorang yang ia kenal.
"No-noah!"
Amira membulatkan matanya tak percaya. Hatinya sontak berbunga-bunga, sudah lama ia tak pernah berkomunikasi lagi dengan laki-laki itu. Semenjak pernikahannya dengan Rayhan, Noah menutup diri. Nomor Handphonenya tidak aktif, begitupun juga dengan media sosialnya.
Dengan cepat Amira memencet tombol hijau tersebut, sehingga terdengarlah suara pria yang selama ini begitu ia rindukan.
"Haloo!"
"Noaahh!" Jantung Amira terasa berdebar kencang.
"Kamu dimana, sayang?"
"A-aku lagi di luar, sayang. Aku lagi sama laki-laki itu. Kamu kemana aja selama ini? kenapa baru ngehubungin aku?"
"Sorry, sayang. Aku belum siap kehilangan kamu. Tadinya aku mau jaga jarak dengan mu. Tapi semakin aku menjauh, semakin aku tak bisa hidup tanpa kamu."
Amira menangis mendengar hal itu, rasa cintanya pada Noah begitu besar. Mengalahkan segala hal indah di dunia ini.
"Aku kangen sama kamu, Noah!" Amira menitikan air mata.
"Me too. Aku ingin bertemu dengan mu!"
"Kapan? Aku gak bisa, laki-laki itu sangat posesif, Noah. Aku gak boleh keluar selain sama dia."
"Aku ngikutin kamu dari tadi, aku tahu posisi kamu sekarang."
"Apa? Dimana kamu?"
"I'm here, coba kamu keluar. Aku tunggu di sebuah warung di sebelah Masjid!"
Amira menoleh ke belakang, terlihat laki-laki yang tengah melambaikan tangannya dari dalam mobil berwarna hitam. Amira tahu persis itu tangan Noah, laki-laki yang sangat ia cintai.
Dengan penuh semangat Amira berlari menuju mobil tersebut. Matanya berbinar karena dapat kembali melihat wajah tampan pria yang sangat ia rindukan selama ini. Ia pun segera memasuki mobil Noah.
"I Miss youu!" Amira memeluk lengan Noah dengan penuh cinta.
"Miss you too, sayang!" Noah menatap Amira membelai pipi merah itu penuh kelembutan.
"Kamu kemana aja selama ini?"
"Semenjak kamu menikah, aku tinggal di Bali, Amira. Aku frustasi, setiap hari aku party. Rasanya waktu demi waktu terasa lama aku lewati. Dan sekarang puncak kerinduan aku tak tertahankan. Aku mau sama kamu!"
"Tapi aku sudah menikah, Noah. Kita gak mungkin bersama."
"It's okay, aku tahu itu. Tapi boleh gak aku minta waktu kamu sebentar, malam ini saja. Aku mau menghabiskan waktu dengan mu. Aku janji gak akan macam-macam padamu. Aku cuman mau mengobrol sama kamu."
"Okay, Noah. Aku mau!" Amira mengangguk tersenyum.
"Thanks, sayang."
***
Amira dan Noah kini berada dalam satu mobil. Pria yang memiliki darah Paris itu kini melajukan mobilnya ke sebuah hutan yang jauh dari pemukiman warga.
Sejak tadi Amira merasa heran mengapa kekasihnya itu membawanya pada tempat sepi seperti ini. Hatinya sudah merasa ada yang tidak beres. Seketika ia ingat akan kedua orang tuanya dan juga Rayhan.
"Kita mau kemana, Noah?" Amira memegang lengan Noah yang sedang menyetir.
"Akan ada surprise untuk mu, sayang. Tenang okay?"
"Tapi kenapa ke tengah hutan?"
"Shuuttt!" Noah menempelkan telunjuknya pada bibir Amira.
Amira semakin heran, mobil yang di tumpanginya kini melaju semakin jauh ke dalam hutan. Suasana di hutan ini terasa begitu gelap akibat banyaknya pepohonan. Dan matanya kini hanya melihat ada satu rumah yang cukup luas namun terlihat kosong.
"Noah, sebenarnya kita mau kemana?"
"Kita mau bersenang-senang, sayang." Noah mencolek dagu Amira.
Amira ketakutan, seringai di wajah Noah sangat berbeda, terdapat sebuah rencana jahat di raut wajah tampan itu.
"Maksud kamu apa?" Amira menepis tangan Noah yang semakin gencar mengerayami tubuhnya.
"Bukankah kamu mencintai aku? Kita bersenang-senang disini. Mengingat kamu tidak suka aku bawa ke hotel, lebih baik disini saja sayang. Kita habiskan waktu berdua tanpa ada yang mengganggu!"
Noah mendekati Amira, laki-laki itu hendak berperilaku kurang ajar. Tangannya memaksa untuk Amira mendekatinya.
Amira menggelengkan kepalanya tak percaya, Noah yang selama ini ia sayangi dan ia percaya akan melindunginya malah hendak melecehkannya.
"Aku kira kamu laki-laki baik yang akan melindungi ku, ternyata kamu bermuka dua. Pandai bersandiwara!" Teriak Amira saat Noah hampir berhasil mengungkungnya. Untungnya tangan Amira dengan cepat memukul dada bidang itu.
"Aku seperti ini karena kamu, Amira. Aku susah sabar menanti kamu menyerahkan tubuhmu padaku. Tapi sampai saat ini kamu bahkan tidak mau aku cium sedikitpun. Kamu selalu berkata nanti jika sudah menikah. Padahal aku tidak berniat menikah muda. Jadi lebih baik aku menikmati tubuh mu sebagai imbalan rasa sabarku selama ini!"
"Kamu gila!" Amira berteriak, ia membuka pintu mobil dan berlari kencang menjauhi Noah.
Bukannya mengejar, Noah malah menyeringai tipis menakutkan. Baginya mengejar seorang wanita yang bertubuh mungil seperti mengejar kura-kura yang pasti tertangkap dengan mudah.
"Mau kemana, sayang? Chill, kita nikmati hari ini!" Noah melangkah cepat menghampiri Amira yang masih berlari, bibirnya tersenyum jahat ketika gadis kecil itu terjatuh karena akar pohon.
"Sudah aku bilang kamu tidak akan bisa melawanku, sayang. Sudah pasrahkan saja dirimu dari pada aku memaksa mu. Kamu tidak akan bisa berlari dariku, teriakan mu juga tidak akan berpengaruh disini," Noah tertawa kecil.
Ia menghampiri Amira, lalu memangku tubuh mungil itu di bawanya ke dalam rumah tua yang kosong di depannya.
"Lepasss, lepaasss!" Amira memukul-mukul dada bidang Noah. Sesekali ia memukul dengan keras kepala lelaki itu.