NovelToon NovelToon
Godaan Kakak Ipar

Godaan Kakak Ipar

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Pembantu
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Bunda SB

Bagi Luna, Senja hanyalah adik tiri yang pantas disakiti.
Tapi di mata Samudra, Senja adalah cahaya yang tak bisa ia abaikan.
Lalu, siapa yang akan memenangkan hati sang suami? istri sahnya, atau adik tiri yang seharusnya ia benci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda SB, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 - Tepi Danau

Rumah Sakit tampak sibuk pada siang hari itu. Aroma antiseptik yang menyengat bercampur dengan suara peralatan medis yang berdengung menciptakan atmosfer yang steril namun menenangkan. Di ruang UGD, Senja duduk di atas bed pemeriksaan sambil meringis menahan sakit ketika perawat membersihkan luka bakarnya.

"Lukanya cukup dalam," kata Dr. Sarah, dokter muda berusia tiga puluh-an yang menangani Senja. "Ini luka bakar tingkat dua. Untung Anda langsung dibawa ke sini, jadi tidak sampai infeksi."

Samudra berdiri di samping bed dengan wajah yang masih memancarkan kemarahan tertahan. Tangannya mengepal erat setiap kali melihat Senja meringis kesakitan. Bayangan Luna yang dengan sengaja menumpahkan teh panas ke tangan gadis yang tidak bersalah itu terus berputar di kepalanya, membuat amarahnya semakin menjadi.

"Dokter, lukanya serius tidak?" tanya Samudra dengan nada khawatir.

"Untuk saat ini tidak apa-apa. Saya sudah bersihkan dan kasih salep antibiotik. Yang penting jangan sampai kena air dalam 3-4 hari ke depan, dan minum obat anti nyerinya teratur," jawab Dr. Sarah sambil membalut tangan Senja dengan perban putih. "Kalau ada tanda-tanda infeksi seperti bengkak, bernanah, atau demam, langsung bawa ke sini lagi."

"Baik, Dok. Terima kasih," ucap Samudra sambil membantu Senja turun dari bed pemeriksaan.

Setelah menyelesaikan administrasi dan mengambil obat dari apotek, mereka berjalan menuju parkiran rumah sakit.

Ketika sampai di mobil, pria itu tidak langsung menyalakan mesin. Dia duduk di kursi pengemudi sambil menatap kemudi dengan pandangan kosong, pikirannya masih berkecamuk dengan kejadian tadi.

"Mas Samudra," panggil Senja dengan suara pelan, "terima kasih sudah membawa ku ke rumah sakit."

Samudra menoleh ke arah Senja yang duduk di kursi penumpang dengan tangan kanan yang dibalut perban. Wajah gadis itu masih pucat, matanya sedikit sembab karena menahan tangis. Hati Samudra mencelos melihat kondisi Senja.

"Jangan berterima kasih," kata Samudra dengan suara yang bergetar karena emosi. "Ini salah Mas. Seharusnya Mas melindungimu dari Luna."

"Ini bukan salah Mas," jawab Senja sambil menggeleng. "Kak Luna memang... memang tidak suka padaku."

"Tidak suka?" Samudra menatap Senja dengan mata yang menyala. "Senja, apa yang dilakukan Luna tadi bukan sekadar tidak suka. Itu penyiksaan! Dia sengaja menyakitimu!"

Senja terdiam. Selama ini dia selalu menahan perlakuan kasar Luna, tapi baru kali ini ada seseorang yang benar-benar marah dan membela dia.

"Sudahlah, Mas," bisik Senja. "Yang penting sekarang lukanya sudah diobati. Kita pulang yuk."

Tapi Samudra tidak menyalakan mesin. Matanya menatap keluar jendela dengan ekspresi yang gelisah. "Senja, kita tidak pulang dulu. Mas butuh bicara denganmu."

"Bicara?" Senja menatap Samudra dengan bingung.

"Ya. Ada tempat yang ingin Mas tunjukkan padamu," kata Samudra sambil akhirnya menyalakan mesin. "Tempat di mana Mas sering pergi kalau lagi stress atau butuh ketenangan."

Mereka berkendara dalam keheningan menyusuri jalan-jalan Jakarta. Senja sesekali melirik ke arah Samudra yang terlihat tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Setelah berkendara sekitar tiga puluh menit, mereka tiba di Taman Danau buatan, sebuah oasis hijau di tengah hiruk pikuk Jakarta. Danau buatan yang luas dikelilingi pepohonan rindang dan jalan setapak yang tertata rapi.

Samudra memarkirkan mobil di bawah pohon beringin besar, kemudian membantu Senja keluar dari mobil dengan hati-hati agar tangannya yang terluka tidak terbentur.

"Tempat ini indah ya, Mas," kata Senja sambil memandang danau yang airnya berkilauan terkena sinar matahari.

"Mas sering ke sini kalau lagi pusing mikirin masalah kantor atau... masalah rumah tangga," jawab Samudra sambil berjalan perlahan di sepanjang jalan setapak. "Tempatnya tenang, jauh dari kebisingan kota."

Mereka berjalan berdampingan menuju sebuah gazebo kayu kecil yang berada di tepi danau. Di sana sudah ada beberapa bangku kayu yang menghadap langsung ke danau. Samudra membantu Senja duduk di salah satu bangku, kemudian dia sendiri duduk di sebelahnya dengan jarak yang cukup sopan.

Angin sejuk berhembus pelan, membawa aroma rumput dan air danau yang segar. Suara burung-burung yang bertengger di pepohonan bercampur dengan suara kecipak air yang dihantam angin, menciptakan simfoni alam yang menenangkan jiwa.

"Senja," panggil Samudra setelah mereka terdiam cukup lama menikmati pemandangan.

"Ya, Mas?"

Samudra menoleh ke arah Senja, matanya menatap wajah gadis itu dengan tatapan yang penuh gejolak. "Lima hari ini... aku merasa tersiksa."

Senja ikut menoleh, jantungnya mulai berdebar kencang. "Kenapa, Mas?"

"Karena Mas merindukanmu," jawab Samudra dengan suara yang hampir berbisik. "Setiap hari Mas menghindari mu, berusaha tidak bertemu denganmu, tapi justru itu yang membuat Mas semakin tersiksa."

Kalimat itu membuat pipi Senja merona. Dia menundukkan kepala, tidak berani menatap mata Samudra yang begitu intens.

"Mas Samudra..." bisiknya dengan suara yang bergetar.

"Mas tahu ini salah," lanjut Samudra sambil menatap air danau yang berkilauan. "Mas suami Luna, kamu adik ipar Mas. Tapi perasaan ini... Mas tidak bisa mengontrolnya lagi."

Senja masih terdiam, hatinya bergejolak mendengar pengakuan Samudra. Selama lima hari ini dia juga merasakan hal yang sama, rindu yang luar biasa, keinginan untuk bertemu dan berbicara, tapi selalu ditahan oleh akal sehat dan norma yang ada.

"Katakan sesuatu, Senja," pinta Samudra dengan nada putus asa. "Mas butuh tahu apa yang kamu rasakan."

Senja mengangkat kepalanya perlahan, matanya bertemu dengan mata Samudra. Di sana dia melihat kesungguhan, kerinduan, dan sesuatu yang lebih dalam, cinta yang tulus namun terlarang.

"Aku..." Senja menelan ludah, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Aku juga..."

"Kamu juga apa?" desak Samudra dengan lembut.

"Aku juga merindukan Mas," bisik Senja, akhirnya menyerah pada kejujurannya. "Setiap hari aku berharap bisa bertemu Mas, bisa berbicara seperti dulu. Tapi aku tahu ini salah, makanya aku juga coba menghindar."

Mendengar pengakuan itu, mata Samudra berbinar. Tangannya terangkat ingin menyentuh wajah Senja, tapi dia tahan di udara.

"Bolehkah Mas...?" tanyanya sambil menatap pipi Senja yang merona.

Senja mengangguk pelan, dan Samudra perlahan menyentuh pipinya dengan telapak tangan yang hangat. Sentuhan itu membuat Senja memejamkan mata, menikmati kehangatan yang sudah dirindukan selama berhari-hari.

"Senja," bisik Samudra dengan suara yang bergetar karena emosi, "Mas mencintaimu."

Kata-kata itu keluar begitu saja, tanpa dia sadari. Tapi setelah terucap, dia merasa lega sekaligus takut. Pengakuan cinta yang paling jujur dalam hidupnya, namun juga yang paling terlarang.

Mata Senja terbuka, menatap wajah Samudra yang begitu dekat. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

"Mas..." bisiknya dengan suara yang bergetar.

"Mas tahu ini gila," lanjut Samudra sambil mengusap air mata yang mulai mengalir di pipi Senja. "Mas tahu ini salah, terlarang, melanggar segala norma yang ada. Tapi, Mas tidak bisa berbohong lagi pada diri Mas sendiri."

Samudra bangkit dari bangku dan berlutut di depan Senja, kedua tangannya memegang tangan kiri gadis itu dengan lembut, menghindari tangan kanan yang terluka.

"Ketika Mas melihat Luna menyakitimu tadi," kata Samudra dengan mata yang berkaca-kaca, "hati Mas rasanya mau pecah. Mas tidak bisa membayangkan kalau sampai kehilangan dirimu. Saat itu Mas sadar, bahwa Mas tidak hanya sekedar peduli padamu sebagai adik ipar. Mas... mas benar-benar mencintaimu, Senja."

Senja menangis semakin keras mendengar pengakuan yang begitu tulus itu. Selama hidupnya, tidak pernah ada orang yang mengatakan mencintainya dengan cara yang begitu dalam dan tulus.

"Tapi Mas," bisik Senja di antara isakannya, "bagaimana dengan Kak Luna? Dengan status kita? Dengan keluarga?"

Samudra bangkit dan duduk kembali di sebelah Senja, kali ini lebih dekat. Tangannya tidak melepaskan genggaman tangan Senja.

"Mas tidak tahu," jawabnya dengan jujur. "Yang Mas tahu, Mas sudah tidak bisa hidup berpura-pura lagi. Pernikahan Mas dengan Luna sudah mati, Senja. Sudah lama mati. Kami hanya hidup dalam satu rumah tapi tidak ada cinta di sana."

"Lalu apa yang Mas mau?" tanya Senja sambil menatap mata Samudra.

"Mas mau kamu tahu perasaan Mas," jawab Samudra sambil menggenggam tangan Senja lebih erat. "Mas tidak akan memaksamu membalas perasaan Mas. Mas tahu posisi kita sangat rumit. Tapi Mas tidak sanggup menyembunyikan cinta ini lebih lama lagi."

Senja terdiam lama, pikirannya berkecamuk. Di satu sisi, dia juga merasakan perasaan yang sama, cinta yang tumbuh perlahan tanpa disadari, dimulai dari rasa peduli biasa hingga menjadi perasaan yang mendalam. Tapi di sisi lain, dia sadar betul betapa rumitnya situasi mereka.

1
Ariany Sudjana
semoga samudra lekas tahu bahwa Luna selama ini selingkuh dari samudra, dan selama ini hanya ingin harta samudra saja. dan setelah samudra tahu yang sebenarnya, jangan sampai senja yang jadi sasaran Luna, kasihan senja dan samudra, ga tega lihatnya selalu jadi sasaran kemarahan Luna , yang sudah ga waras
Ariany Sudjana
eh Luna udah gila yah, yang buat samudra jadi ilfil kan Luna juga, selama ini ga mau melayani samudra, bahkan suami sakit, Luna milih jalan-jalan ke Bali, sama selingkuhannya. yang urus samudra sampai sembuh ya senja sendiri. jadi jangan salahkan senja dong. ini samudra belum tahu istrinya selingkuh, kebayang kalau tahu, seperti apa reaksinya samudra
Ariany Sudjana
bagus samudra, jangan mau masuk dalam jebakan Luna, dia tidak mencintaimu, hanya ingin harta saja, dan sekarang dia butuh 500 JT itu. dan di hati Luna hanya ada Arjuna , pasangan selingkuhnya
Ariany Sudjana
Luna juga kan selingkuh, jadi maling jangan teriak maling dong
Ariany Sudjana
saya sih ga salahkan senja atau samudra yah, kalau Luna bisa menghormati samudra selaku suami, mungkin ga akan terjadi. tapi Luna juga malah selingkuh, belum tahu saja Luna, kalau dia juga hanya dimanfaatkan saja sama selingkuhannya
Ariany Sudjana
di rumah ada cctv kan? coba samudra lihat kelakuan Luna terhadap senja, kalau Luna pas di rumah
Ariany Sudjana
semoga saja Dewi bisa menemukan dengan siapa Luna di restoran itu, dasar Luna bodoh, belum sadar hanya dimanfaatkan sama Arjuna
Bunda SB: namanya juga cinta kak🤭
total 1 replies
Ariany Sudjana
samudra harusnya jujur sama mama kandungnya, jangan takut nanti irang tuanya akan membenci Luna. kan memang selama ini Luna yang ga mau punya anak? kalau memang nanti orang tuanya samudra jadi benci sama Luna, ya itu urusan Luna
Ariany Sudjana
semoga samudra bisa melindungi senja, karena Luna begitu jahat dan licik, dan kalau Luna tahu apa yang terjadi selama dia di Bali, pasti senja akan disiksa habis sama Luna
Ariany Sudjana
saya sih ga menyalahkan kalau sampai samudra dekat sama senja. lha punya istri, tapi istri ga pernah memperhatikan dan mengurus suami, apalagi pas suami lagi sakit. Luna malah sibuk dengan selingkuhannya.
Ariany Sudjana
apa Luna punya selingkuhan? sehingga begitu dingin sama samudra, suaminya sendiri.
Ariany Sudjana
di rumah ga ada cctv? sampai samudra begitu percaya sama Luna
Ariany Sudjana
samudra jangan percaya begitu saja sama Luna, senja sampai pingsan karena ulah Luna, si nenek lampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!