Riski adalah pria yang problematik. banyak kegagalan yang ia alami. Ia kehilangan ingatannya di kota ini. Setiap hujan turun, pasti akan ada yang mati. Terdapat misteri dimana orang tuanya menghilang.
Ia bertemu seorang wanita yang membawanya ke sebuah petualangan misteri
Apakah Wanita itu cinta sejatinya? atau Riski akan menemukan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Apakah ia menemukan orang tuanya?
Ia pintar dalam hal .....
Oke kita cari tahu sama-sama apakah ada yang mati saat hujan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dranyyx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 : Setiap hujan turun, Akan ada yang mati
Empat belas tahun yang lalu, Riski kecil di rawat oleh seorang wanita tua yang bernama Nenek Rita. Ketika Riski lulus SMA, Nenek Rita meninggal dunia karena sakit. Toko buku tua itu pun di wariskan kepada Riski.
Riski terobsesi dengan seni deduktif dan hal-hal yang berkaitan dengan misteri. Ia percaya, jika suatu saat nanti ia bisa mencari tahu kemana orang tuanya dan adiknya berada .
Malam itu, ia kembali ke kamar kostnya yang sempit. Ia duduk di meja kerjanya, menyulut sebatang rokok dan menghembuskan asapnya dengan berat. Hanya suara tikus dan pemantik korek api yang mengisi keheningan malam itu. Tidak ada hal lain yang menemaninya, hanya denting melodi galau yang terdengar sayup-sayup. Sesekali ia berteriak dan meronta-ronta. Masih terbayang dengan jelas wajah Elsa saat terakhir kali ia mengucapkan selamat tinggal.
Plakkk...! Riski memukul tembok untuk melepaskan beban pikirannya. "Wtf sakitnya Aarrrghhhh"
"Elsa...... ".
Riski yang frustasi pun hanya bisa pasrah dengan keadaan. Seolah hari cerah yang ia rasakan tiap hari pudar menjadi kelabu. Riski menjadi kurus dan kehilangan gairah hidup. Kehidupan dia berantakan. Bagaimana tidak, dia tidak punya keluarga lain. Seorang pria hidup didunia tanpa peran orang tua. Bahkan adiknya pun entah menghilang kemana.
Akhirnya, ketika ada seorang wanita yang ia cintai pergi, itu membuat luka dalam hatinya menjadi kian parah.
Kringg ..!! Kring .... Terdengar suara telfon. Riski pun mengangkat telepon itu. "Halo Riski, sudah berapa hari ini kamu tidak masuk kerja. Ada apa? ." Temannya Riski menelfon untuk menanyakan kabar Riski.
"Halo Rizal... maaf aku sedang punya masalah pribadi. bagaimana kerjaan di kantor?".
"Aman saja, jadi besok kamu masuk kerja?".
" Ia aku masuk kerja besok, nanti aku ceritakan apa yang terjadi. jadi tolong biarkan saja sendiri untuk sementara ".
"Ah... silahkan saudaraku, oke nanti aku hubungi lagi. Selamat istirahat".
"Terimakasih atas pengertiannya. Kamu juga saudara. Assalamualaikum ".
"Wa'alaikum salam".
Pagi itu dia awali dengan secangkir kopi hangat dan gorengan. Seperti biasanya minum kopi tidak lengkap tanpa rokok.
"Saatnya bekerja. Ada mimpi yang harus diukir." Entah apa mimpi anak ini, aku pun sebagai author pun bingung, hehe.
"Uhhh.. enaknya. Maka nikmat mana lagi yang engkau dustakan," seperti biasa ia suka bergumam sendiri.
"Dadah bleki," ucap Riski sembari keluar dari kamar kostnya seperti biasa dia pamit pergi kerja kepada kucing kesayangannya.
"Hai kak Ira... makin cantik saja," ia melambaikan tangannya ke seorang wanita yang sedang menjemur pakaian. Tetangga kostnya yang cantik.
"Ahhhh kamu suka sekali menggoda, ntar kucium loh..."
Ucap Iraswati. Tetangga kost Riski yang cantik dan awww 🥰.
Udara pagi kota menampar wajahnya yang lesu. Ia berjalan menuju kantor tempatnya bekerja, dikelilingi hiruk-pikuk jalanan. Asap, suara kendaraan dan klakson sudah menjadi nafas pagi hari.
Hari itu berlalu seperti biasanya— sepi, membosankan, dan penuh rutinitas. Hingga matahari condong ke barat, dan langit mulai berubah warna.
"Jadi bagaimana? Sebentar kita singgah duduk nongkrong kah. Beberapa hari ini kamu tidak masuk kerja, mungkin mau cerita sesuatu?," Dengan senyum sumringah Rizal mengajak Riski untuk nongkrong.
"Nanti ya sobat, masalahnya aku cape sekali. Anu, nanti aku kabari kamu jika aku sudah siap." Riski mendekat dan menepuk pundak temannya.
"Info-info saja kalau sudah tidak cape, hubungi saja okay."
Malam pun tiba, Riski yang seperti biasa duduk di meja kerjanya pun tiba-tiba tersentak. Ia masih memikirkan Elsa.
Karena ia tak ingin berlarut larut dalam kesedihannya, ia pun memutuskan untuk pergi ke toko milik neneknya itu.
klik... Klik.. Tring..." halo Rizal, malam ini kamu ada kesibukan? "
" Sepertinya tidak. Jadi , kita kamu mau ke pantai untuk nongkrong? " .
"Emm, bukan itu. Tapi, ada hal lain yang lebih luar biasa."
"Kalau kamu bicara seperti itu, berarti ada hal seru yang akan terjadi "
"Ohh... kalau kamu sudah paham, segera datang ke sini."
" Oke. aku segera meluncur ."
Tak lama kemudian, suara motor Rizal pun terdengar di luar pintu kamar Riski. Ia langsung membukakan pintu dan mempersilahkan Rizal untuk masuk.
Rizal memperhatikan sekelilingnya. Tampak kamar dengan rak buku dan meja yang penuh dengan buku jurnal dan penelitian.
Aroma lavender yang khas menghiasi kamar sempit itu. "Sejak kita berteman, aku masih bingung dengan hobimu ini. Dan, bisa kamu ceritakan apa yang terjadi belakangan ini? "
Riski terlihat duduk dengan nyaman di meja kerjanya. Sambil membakar rokoknya. "Tunggu sebentar saudaraku. Sebelumnya mau aku buatkan kopi atau susu. Atau teh mungkin?"
"Susu saja, kalau kopi takutnya nanti kafeinnya membuat aku sulit tidur sebentar," Rizal menarik sebuah kursi yang ada di sudut kamar. Kemudian ia letakkan di berhadapan dengan Riski
"Tidak ada susu." Riski sedikit menarik nafas dalam-dalam. Iya tersenyum tipis.
"Mau cari ribut kah? kalau tidak ada untuk apa kamu bertanya."
"Hehe untuk basa basi sebenarnya " Iya tertawa tipis sembari senyum kepada temannya itu.
"Huhhh... Kalau begitu teh."
"Oke siap bos." Kemudian Riski membuatkan susu untuk temannya itu.
" Pacarku, Elsa telah tiada. " Sembari ia memanaskan air. Ia pun terdiam sejenak setelah mengatakan hal itu. Sesekali ia menyeka air matanya.
"Hah, kenapa bisa? " Rizal menoleh ke arah Riski. sejenak ia terdiam.
Riski kembali ke meja itu dan kemudian meletakkan susu hangat untuk temannya. " Banyak hal yang terjadi, tapi ia meninggalkan karena kecelakaan. Aku jujur tak kuasa untuk pergi melihat saat - saat terakhirnya. Maaf baru bercerita sekarang. Aku jujur tak pernah menceritakan hubungan ku dengan seorang wanita, kecuali hanya kepadamu. Alasannya, aku sudah banyak kehilangan orang yang aku cintai. Tolong rahasiakan, teman - teman di kantor pun tak pernah tau aku menjalin hubungan karena takutnya ketika ada yang ingat, kan saat seperti ini tiba, akan menjadi bumerang untuk diriku sendiri. Aku akan selalu teringat akan seseorang yang telah pergi."
Rizal meneguk susu hangat itu. Kemudian ia berdiri dan berjalan mendekati Riski. Sembari ia menepuk pundaknya ia berkata "Sudahlah kawan, takdir tak ada yang tau. Tapi , apakah ini alasan kamu memanggilku ke sini?."
Riski berdiri sembari menghadap ke arah jendela. "Bukan itu, ada hal besar yang ingin aku sampaikan."
"Oke katakanlah, tapi jika kamu masih butuh waktu untuk perlahan melepaskan Elsa, katakan saja" Rizal kembali ke kursinya. Ia kembali menyeruput susu itu.
"Petualangan kita akan di mulai. Esok nanti, kita akan kembali ke toko buku nenekku. Ada sebuah misteri yang entah kenapa baru sekarang terpikirkan oleh diriku. "
"Jadi besok kita akan pergi?."
"Besok kita akan pergi."
Tak lama, Riski menyodorkan secarik kertas. "Setiap hujan, pasti ada yang mati."
"Kertas apa ini?" diambilnya kertas itu dan di perhatikan baik-baik.
" Itu adalah salah satu dari judul buku yang tulis oleh nenekku." Riski menarik asap rokok lagi. Di hembuskan dengan perlahan. " Dan buku itu akan menjadi proyek pertama kita.