Di sebuah kota di negara maju, hiduplah seorang play boy stadium akhir yang menikahi empat wanita dalam kurun waktu satu tahun. Dalam hidupnya hanya ada slogan hidup empat sehat lima sempurna dan wanita.
Kebiasaan buruk ini justru mendapatkan dukungan penuh dari kedua orang tuanya dan keluar besarnya, hingga suatu saat ia berencana untuk menikahi seorang gadis barbar dari kota tetangga, kebiasaan buruknya itu pun mendapatkan banyak cekaman dari gadis tersebut.
Akankah gadis itu berhasil dinikahi oleh play boy tingkat dewa ini? Ayo.... baca kelanjutan ceritanya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Askararia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3
"Aku pulang!" Seru Nadia begitu ia melangkah kedalam rumah.
"Ka Nadia, kenapa lemas begitu?" Tanya Arda saat melihat Nadia begitu pucat saat melangkah memasuki kamarnya.
"Jangan ganggu aku, sebaiknya bersihkan rumah sebelum Mama pulang!"
"Tapi Mama sudah pulang, tapi sudah pergi lagi sih, katanya ikut arisan!" Ucap Arda menganggukkan kepalanya dengan kedua tangan terlipat didada, ia bersandar pada batang pintu kamar kakaknya tanpa rasa takut.
"Kau sedang bercanda ya? Pokoknya bersihkan rumah sebelum Mama pulang ke rumah, awas saja kalau rumah masih kotor!"
Brakkkk
Arda terlonjak kaget saat Nadia menutup pintu kamarnya dengan kuat, sambil bersungut-sungut Arda melangkah ke arah dapur, meraih sapu dan kemoceng, mulai menyapu lantai serta membersihkan debu yang menempel pada beberapa perabotan diruang tengah.
Sementara itu Nadia merebahkan tubuhnya diatas kasur, diraihnya ponselnya dari dalam saku, matanya tertuju pada sebuah pesan berandanya.
"Austin!" Ucapnya dalam hati.
"Sayang, maaf. Tadi Laura hanya bercanda, kau tahu sendiri kalau dia suka bertingkah aneh di hadapan lelaki, kuharap kau tidak salah paham!"
"Cih, kau pikir aku percaya padamu?" Kesal Nadia membuang ponselnya keatas ranjang.
"Sudah pacaran dua tahun, diselingkuhi dan dibohongi, apa sebaiknya aku putus saja dengannya? Penyakit selingkuh ini sudah disembuhkan, itu seperti bom, tidak tahu meledaknya kapan!" Ucapnya lagi setelah mengubah posisinya menjadi duduk.
"Nadia, apa kau melihat kaos kaki Papa? Papa harus menjemput Mama sekarang!"
Nadia menghela nafas sejenak lalu turun dari tempat tidur, sama halnya dengan anak pertama dirumah-rumah lain di kota tersebut, Nadia sudah terbiasa dengan aktifitas seperti ini, seolah seluruh anggota keluarga tak dapat melakukan apa-apa tanpa Nadia. Sambil melangkah ke arah lemari disudut ruangan, gadis ini menarik laci kecil didalam lemari, hanya sekali memasukkan tangannya kedalam laci lalu sepasang kaos kaki berhasil diraihnya.
"Ini!" Ucap Nadia memberikan kaos kaki itu pada papanya dengan wajah sedikit kesal, berbeda dengan Mario yang hanya dapat tertawa kecil sambil menerima kaos kaki dari anak pertamanya itu.
"Padahal tadi Papa sudah mencari disana tapi tidak ketemu!"
"Ahhh, seandainya itu ular pasti Papa sudah dipatuk!" Sahut Nadia yang kembali menutup lemari tersebut.
Setelah lelaki paruh baya itu mengenakan kaos kakinya, ia bergegas pergi ke halaman rumah dan menaiki motor matic berwarna hitam miliknya, lelaki yang sangat memperhatikan penampilan ini begitu rapi membungkus dirinya agar tidak terkena sinar matahari yang dapat membuat kulitnya menjadi hitam atau belang.
"Astaga, Papa bahkan terlihat lebih takut matahari dari pada Kak Nadia!" Ucap Arda yang baru saja selesai mengepel seluruh lantai dirumah itu.
Saat Nadia hendak melangkahkan kakinya kearah dapur untuk melihat keadaan disana, tiba-tiba Ardi datang dengan santainya membawa sebuah selimut yang telah terbalut ditubuhnya.
"Kak, aku mau tidur siang!" Ucapnya.
"Eummm pergilah!" Jawab Nadia dengan wajah datar.
Waktu demi waktu berlalu dan Nadia kini tengah sibuk membersihkan halaman depan bersama Arda, sedangkan Ardi melanjutkan tidur siangnya di kamarnya juga kamar milik saudara kembarnya itu.
Sembari terus mencabut rumput-rumput yang mulai menjulang tinggi dihadapannya, Nadia terus memikirkan bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Austin yang sudah selingkuh dengan teman dekatnya tersebut, namun tiba-tiba ia melihat kearah Arda yang kebetulan lewat dihadapannya setelah membuang beberapa tumpukan daun kering dihalaman ketempat sampah.
"Arda!" Panggilnya, adik laki-lakinya tersebut segera menoleh kearahnya.
"Kesini sebentar, ada yang ingin kutanyakan padamu!" Ucapnya, dan kali ini Arda mendekat dengan kening mengerut sempurna.
"Arda, apa kau sudah punya pacar?"
"Ha? Kenapa tiba-tiba sekali Kakak bertanya hal itu?"
"Sudahlah, katakan saja adik kecilku, kau sudah punya pacar atau tidak?" Tanya Nadia merangkul Arda untuk lebih dekat dengannya.
"Sudah!"
"Lalu bagaimana, jika seumpama pacarmu selingkuh darimu padahal kalian sudah pacaran selama dua tahun dan kau sudah banyak membantunya, apa yang akan kau lakukan?"
Arda terdiam memandangi kakaknya, meski gadis itu memakai kata seumpama dalam kalimatnya, namun ia yakin kalau hal itu baru saja terjadi padanya, Arda tersenyum dengan jari telunjuk dan ibu jarinya diletakkan dibawah dagu.
"Heummm, sepertinya Kakak baru saja diselingkuhi, mungkin ini kesempatanku untuk membalas dendam pada Kak Nadia karena sudah sering memarahi, memukul dan menyuruhku membersihkan rumah. Heummm, ayo Arda...., cepat pikirkan bagaimana caramu balas dendam dengan memanfaatkan keadaan ini!" Batin anak laki-laki berusia lima belas tahun ini.
"Hei....., kenapa kau senyum-senyum begitu? Aku sedang bertanya padamu, katakan apa pendapatmu tentang hubungan yang sudah berjalan dua tahun tapi berujung disia-siakan, ayo katakan!"
"Aku punya satu ide cemerlang, kalau seandainya aku berada diposisi Kakak maka aku akan melakukan hal yang sama dengannya!"
"Haaa? Ide apa itu? Kau mau aku selingkuh juga? Sama sepertinya? Cuih....." Arda segera berdiri dengan kedua tangan di pinggang juga senyum menyeringai.
"Kakak, ini selingkuh bukan sekedar selingkuh!" Ucapnya dengan gagah, membuat Nadia mengerutkan keningnya mengikuti Arda berdiri.
Gadis ini menatap adiknya dari ujung kaki hingga ujung rambutnya, ia mengarungi belakang kepalanya pelan lalu menaikkan alisnya.
"Kak, kau harus membalas dendam, ide dariku adalah..... "
"Apa Arda..., katakan padaku.... "
"Dekati Ayahnya...., jadilah selingkuhan ayahnya, buatlah kedua orangtuanya berpisah tanpa menunjukkan identitasmu, ku jamin rencana ini akan berjalan sempurna!"
"APA? KAU MEREKOMENDASIKAN KU MENJADI SEORANG GUNDIK? MENJADI PEREMPUAN MURAHAN?"
"Kan aku sudah bilang, ini selingkuh bukan sekedar selingkuh, jangan sampai Ayah dan anak itu menyentuh mu, jangan mau merugi Kakak, sebaiknya ambil keuntungan dari sana, poroti uang mereka dan buat mereka jatuh miskin, seperti kata pepatah sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, uang mengalir dan sakit hatimu terbayarkan!"
"Owhhhhh astaga.... adikku sayang..... tidak kusangka otakmu menyimpan ide seburuk ini, namun sepertinya ide buruk mu akan terpakai kali ini, itu ide buruk sekaligus jenius, baiklah.... aku akan menjalankan misi ini mulai sekarang. Adikku sayang, tetap lanjutkan mencabut rumputnya yah...., aku aku pergi menemui Harry!"
Arda segera menurunkan tangan, wajahnya pucat pasi saat Nadia kembali memerintahnya sedangkan ia sendiri bergegas masuk kamarnya, dan begitu ia keluar dari sana, pakaiannya sudah rapi dan tubuhnya mengeluarkan wangi yang sangat harum.
"Astagaaa, Kak Nadia....., kenapa kau selalu mengambil keuntungan dari adik-adikmu?"
"Aku pergi dulu yah...., dadahhh!"
***
Motor milik Nadia melaju cepat melewati jalanan kota yang ramai itu, terik matahari tak menjadi penghalang baginya untuk terus menambah kecepatan kendaraan roda dua itu untuk menemui Harry ke rumah kost yang berada tak jauh dari kampus tempat mereka kuliah. Sesampainya di kamar kost milik Harry yang berada di lantai dua, Nadia dengan cepat mengetuk pintu kamar itu penuh semangat.
Tok tok tok
Bunyi ketukan di pintu namun tak kunjung ada jawaban dari dalam sana.
Tok tok tok
"Harry, apa kau dirumah? Ini aku, Nadia, tolong buka pintunya!"
Tok tok tok
"Harry, buka pintunya... aku tahu kau ada di dalam, tolong lupakan kejadian tadi, aku menolakmu bukan karena aku membencimu, tapi karena ada sesuatu yang lebih berguna untuk kujadikan pacar setelah putus dari Austin, dan sekarang aku butuh informasi tentang orang itu darimu.... "
Tok tok tok
"Harry.... buka pintunya.... "
Lagi dan lagi Nadia mencoba mengetuk kembali pintu kamar kost milik Harry meski tak ada jawaban dari sana, menyadari kalau pemilik kamar kost itu tak kunjung menjawab sahutan di pintu, Nadia berencana untuk menelfon Harry dan menanyakan dimana lelaki muda itu kini berada.
"Dia baru saja pergi, seseorang datang menjemputnya tadi!"
Nadia menoleh ke arah sumber suara yang ternyata dibelakangnya telah berdiri Bapak pemilik kost-an pria itu sambil membawa sebuah sapu ditangannya.
"Eumm, Pak, kalau boleh tahu.... siapa yang datang menjemput Harry dari sini? Dan Kemana mereka pergi?" Tanya Nadia sebelum ia benar-benar menghubungi Harry.
Lelaki paruh baya dihadapannya tersebut sedikit berfikir seolah mengingat-ingat kembali siapa orang yang sudah membawa salah satu anak kostnya pergi beberapa waktu lalu.
"Aduhh Bapak juga tidak tahu harus bilang apa, Harry bilang itu Ibunya, tapi wanita itu memberitahu istri saya kalau dia Bibinya Harry. Bapak tidak tahu pasti, mungkin saja wanita itu Bibinya tapi sudah dianggap sebagai Ibunya!" Jawab laki-laki paruh baya itu sambil menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal.
"Hah? Ibunya? Bukannya Harry yatim piatu yah? Dia pernah bilang kalau sebelumnya dia dirawat di panti asuhan setelah kedua orang tuanya meninggal, kenapa tiba-tiba Ibunya muncul saat dia sudah dewasa? Mencurigakan, tidak mungkin kan kalau Ibunya bangkit dari kematian hanya untuk menyemangati anaknya yang sedang galau karena cintanya ditolak!" Batin Nadia menebak-nebak.
Nadia panik, segera berlari dengan cepat menuruni anak tangga bahkan tak lagi memperhatikan Bapak pemilik in the kost itu, kakinya yang ramping segera berlari menuju motornya dan melaju kearah jalanan sekitar, matanya terus tertuju pada beberapa parkiran di beberapa tempat yang ia lewati, dengan bermodalkan ingatan tentang bentuk wajah teman dekat pacarnya tersebut ia terus mencari Harry hingga tak sengaja melihat seorang lelaki yang perawakannya hampir mirip dengan Harry yang kebetulan duduk disalah satu kafe dipinggir jalan tersebut.
Nadia menghentikan laju motornya telat di depan kafe, setelah melepaskan hlem di kepalanya ia berjalan memasuki kafe, memperhatikan lelaki yang duduk membelakangi jalan itu.
"Harry? Benar itu Harry, tapi.... tunggu.... siapa yang duduk didepannya itu? Bukankah dia artis yang sering muncul di drama TV?"