Sinar matahari yang cerah memancar pada hamparan rumput di bukit utara hutan, kontras dengan suasana hati Danu yang kacau.
Danu merentangkan kedua tangannya sambil berteriak dangan lantang pada langit,
"Pasti akan kutemukan mereka!!
Aku akan menjadi lebih kuat dan membalas setiap darah yang mereka teteskan!!
Dengar ini!!"
Danu menatap tajam pada langit cerah itu, sementara sebuah sobekan dengan lambang empat tengkorak -lambang 4 monster kuno- di genggamannya.
Danu berteriak dalam kesendiriannya di bukit, kepada kelompok sesat dengan ahli aura, sihir, spirit, dan eliksir terbaik sepanjang sejarah yang berencana membangkitkan sisa-sisa 4 monster kuno yang tersegel entah dimana.
Apakah Danu dapat melewati mereka semua dan mencegah kebangkitan 4 monster kuno itu?
Atau kegelapan yang mereka bangkitkan yang akan melahap Danu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mengare, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekotak ikan
Pada pagi yang cerah dengan anak-anak yang bermain bersama di lapangan desa. Beberapa dari mereka bermain kejar-kejaran, sepak bola, dan beberapa permainan lainnya.
Klara duduk di samping lapangan, melihat Danu yang sedang bermain bentengan dengan anak sepantarannya. Sebuah permainan di mana dibentuk 2 kelompok yang harus menjaga benteng atau sebuah tiang agar tidak disentuh oleh lawannya.
Permainannya sederhana, anak yang lepas lebih dulu dari benteng dapat ditangkap oleh anak yang lebih akhir berpegangan pada benteng dan apabila tertangkap maka dia harus berdiri di samping benteng lawan sebagi tawanan.
Anak yang menjadi tawanan akan lepas apabila timnya berhasil menjemputnya dengan menyentuh mereka.
Saat itu, Danu mendapat tugas untuk menjemput teman-temannya yang menjadi tawanan.
Dia berlari ke depan tapi segera dihadang oleh dua orang lawan, Danu menghentikan langkahnya, mundur beberapa langkah lalu melompat kesamping saat lawan mencoba mengenainya.
Danu berlari memutar dan membuatnya dikejar oleh lebih banyak orang sehingga membuat rekannya yang lain dapat menolong teman yang tertawan tersebut dan segera menyentuh pohon yang dijadikan benteng lawan.
"Benteng!" Teriak salah seorang mereka yang berhasil menyentuh benteng lawan.
Klara terus memperhatikan Danu, di pangkuannya ada sebuah kotak yang dibungkus kain dangan rapi.
Dia sudah ada di sana sejak satu jam yang lalu, menonton permainan Danu dan berharap dapat memberikan kotak itu padanya.
Akhirnya Danu berhenti bermain, dia menghampiri Klara saat melihat Klara yang tampak menunggunya.
Klara segera berdiri dan tersenyum dengan canggung, dia melirik ke samping berusaha untuk tidak berkontak mata dengan Danu.
"Apa yang kamu lakukan sendiriaan di sini?" Tanya Danu.
Klara menyodorkan kotak yang pegangnya ke Danu sambil berkata "te-terima ka-sih."
"Ha.. apa?"
Danu tidak mendengar dengan jelas ucapan Klara karena suaranya yang lirih.
Klara kembali mengucapkan terima kasih pada Danu, wajah yang putih memerah karena malu.
Danu mengambil kotak tersebut, membuka ikatan talinya, dan mendapati sebuah kotak berisikan nasi dan daging ikan laut yang telah dikukus di dalam kotak itu.
Danu terkejut karena dia sangat jarang sekali makan daging ikan, apalagi daging ikan laut yang lebih mahal dari daging ayam atau kambing karena daerahnya sangat jauh dari pesisir.
Sedangkan, keluarga mereka harus menabung 3 bulan penuh hanya untuk mendapat 1 Gram daging kambing yang paling murah.
Danu menatap Klara dengan keheranan, seolah tak percaya dengan apa yang baru diberikan oleh Klara.
"Kamu yakin mau memberikan ini?" Tanya Danu - tak percaya.
Klara cuma mengangguk dan segera berlari pergi, sementara Danu masih terpaku disana dan terlambat merespon.
membuatnya terhenti saat mencoba memanggil Klara yang telah berlari jauh, menghampiri orang tuanya yang sedang mengangkut beberapa barang ke dalam kereta kuda.
Danu ragu apakah dia harus menghampiri mereka atau tidak untuk mengucapkan terima kasih kepada gadis kecil itu.
"Danu, Ayo lanjut!!" Panggil teman-temannya dari lapangan.
Danu menoleh ke arah mereka dan segera berpamitan untuk pulang dan menghiraukan panggilan mereka.
***
Danu pulang, menemui kedua orang tuanya yang sedang berbenah pada gubuk budidaya jamur mereka.
"Bapak, Ibuk. Danu pulang." Panggil Danu
" Doh. sudah pulang to. Tumben." Sahut ayahnya.
"Wah, anakku sayang sudah pulang ya. Sini sama ibuk." Panggil seorang wanita paru baya yang membawa nampan berisikan jamur tiram yang telah panen.
Wanita tersebut berdiri di samping Tuan Senja dengan mengenakan pakaian dari kain katun, dan rambut yang di ikat seperti konde.
Wanita itu mengarahkan pandangannya pada sebuah kotak yang di bawa oleh anaknya, "apa yang kamu bawa ini sayang?"
"Ini... Ini pemberian teman Danu tadi, katanya terima kasih"
"Terima kasih? " Tanya Cendana, ibu Danu.
"Kemarin dia diganggu sama anak nakal, jadi Danu tolong," jawab Danu dengan mata polos yang meluluhkan hati sang ibu.
"Kemarin?"
Tuan Senja ingat kalau Danu kemarin pulang dengan babak belur, dia merasa kalau kejadian ini berhubungan.
"Coba lihat, apa isi kotak itu?" Tanya Nyonya Cendana.
Danu membuka kotaknya, mata mereka terbelalak saat tahu kalau yang ada di dalamnya adalah daging ikan laut yang segar.
"Ya ampun nak... Ini beneran di kasih kan?" Tanya sang ibu seolah khawatir anaknya mencuri.
"Kamu beneran gak bohong kan, kalau ini dikasih?" Imbuh Tuan Senja.
"Danu gak bohong kok. Kalau gak percaya tanya aja sama temen Danu yang punya rambut warna merah." sangkal Danu.
Pak Senja dan istrinya saling memandang satu sama lain, mereka telah mengajari Danu untuk bicara jujur sejak kecil dan bertanggung jawab, jadi tidak mungkin Danu yang masih polos berbohong.
Akhirnya, Tuan Senja mengambil tindakan, dia mengajak Danu masuk dan menyuruh istrinya untuk membuat bubur dari beras dan ikan yang mereka dapatkan.
Sang istri segera membawa daging ikan yang telah di potong dadu di dalam kotak tersebut ke dapur di belakang rumah mereka.
Dia mencincangnya hingga menjadi lembut, memanaskan kuali berisi air, sementara dirinya membersihkan beras hingga bersih hingga siap dimasukan ke dalam kuali.
Sementara Nyonya Cendana sibuk menyiapkan makan malam, Danu dan Ayahnya duduk di meja makan bersama.
Keduanya diam untuk beberapa saat hingga Tuan Senja membuka pembicaraan, "Jadi, anak itu memiliki rambut warna merah ya?"
Danu mengangguk pelan.
Tuan Senja berfikir sejenak, seingat dia cuma ada satu keluarga di desa ini yang memiliki rambut berwarna merah, yaitu keluarga Tuan Daniel yang merupakan saudagar kaya di desa mereka, jadi tak heran kalau dia memberikan sekotak ikan dan nasi ini pada mereka.
"Baik, bapak mengerti sekarang, tapi tetap saja, yang mereka kasih itu barang mahal.
Danu, besok kita ke rumah mereka untuk berterima kasih, kamu ikut bapak ya besok.''
Danu mengangguk.
Selang beberapa saat, Kakek Surya datang dengan membawa sebuah buku di pelukannya, dia didampingi oleh beberapa pemuda yang tampak terpelajar dan sedang berdiskusi santai dengannya.
Ayah Danu berdiri untuk menyambut sang kakek dan orang-orang terpelajar itu, mempersilahkan mereka masuk, dan memberikan mereka beberapa mangkuk bubur daging ikan yang telah matang.
Lalu, memberikan beberapa bungkus bubur tersebut untuk mereka bawa pulang.
Danu memperhatikan setiap gerakan dari ayahnya dan bertanya-tanya dalam hati, "kenapa kita harus berbagi makanan? Padahal kita sendiri juga jarang makan mekanan enak seperti ini."