NovelToon NovelToon
Azizah Dikira Miskin

Azizah Dikira Miskin

Status: sedang berlangsung
Genre:Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:19.2k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Azizah pura pura miskin demi dapat cinta sejati namun yang terjadi dia malah mendapatkan penghinaan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3: Semakin jomblo semakin punk

Azizah perlahan melangkah keluar dari rumah Jamal. Udara pagi yang seharusnya sejuk terasa begitu menyesakkan. Perutnya yang semakin besar membuat setiap langkahnya terasa berat, tetapi ia tetap berjalan, menahan nyeri di punggung dan kakinya yang mulai bengkak.

Dari seberang jalan, seorang pria paruh baya dengan topi lusuh dan baju sederhana segera menyebrang menghampirinya.

"Neng Gelis, ayo amang sebrangin. Kemana sih suaminya? Gimana kalau lahiran pas nyebrang jalan, coba?" ucap Mang Maman dengan nada penuh perhatian.

Azizah terdiam. Hatinya menghangat. Orang lain, yang bukan saudara, bukan teman, bisa begitu peduli padanya. Tapi suaminya sendiri? Seolah tak pernah memedulikannya.

Kenapa?

Kenapa seakan-akan Raka tidak menantikan kelahiran bayi ini? Kenapa tidak ada rasa khawatir sama sekali? Apakah bayi ini memang tidak diinginkan?

"Terima kasih, Mang," ucap Azizah lirih, menerima bantuan Mang Maman untuk menyeberang.

"Neng, kalau udah mau lahiran mah jangan jalan-jalan terus, atuh. Amang mah dulu waktu si bibi mau lahiran giliran sama ibu mamang buat jagain istri mamang," ujar Mang Maman dengan nada hangat.

Azizah tersenyum samar, tapi hatinya mencelos.

Iya, seharusnya begitu…

Seharusnya, seorang ibu hamil dijaga baik-baik karena ia membawa dua nyawa. Seharusnya, suaminya ada di sisinya, memastikan ia baik-baik saja.

Tapi Raka?

Azizah tidak lagi mengenal suaminya.

Dulu, Raka adalah pria yang penuh kasih sayang, yang selalu membuatnya merasa aman. Tapi sekarang? Yang ada hanyalah Raka yang ambisius, Raka yang kasar, Raka yang sombong.

Azizah menarik napas dalam.

Sudah cukup.

Jika Raka tidak peduli, maka ia pun tidak perlu lagi menaruh harapan.

"Neng mau belanja?" tanya Mang Maman ramah.

"Enggak, Mang. Lagi nunggu jemputan," jawab Azizah sambil tersenyum tipis.

Ia berdiri di pinggir jalan, sesekali mengelus perutnya yang semakin membesar. Hamil tua membuatnya mudah lelah, tapi ia tetap berusaha kuat.

Sementara itu, Mang Maman sigap membantu sebuah mobil yang hendak keluar dari parkiran. Setelah selesai, si pemilik mobil memberinya beberapa lembar uang. Dengan senyum tulus, Mang Maman menerima dan langsung berkata, "Terima kasih, Pak, hati-hati di jalan."

Azizah terdiam.

Pemandangan itu mengingatkannya pada seseorang—pada Raka.

Dulu, sebelum usahanya maju, Raka selalu bersikap sopan dan rendah hati. Ia tak pernah lupa mengucapkan terima kasih, sekecil apa pun bantuan yang ia terima. Saat masih hidup pas-pasan, mereka berdua saling menguatkan, berbagi tawa meski hanya makan dengan lauk sederhana.

Masa-masa itu… terasa begitu jauh sekarang.

Sejak bisnis Raka berkembang pesat, semuanya berubah. Kekayaan membawa serta kesombongan, dan Raka bukan lagi pria yang dulu begitu mencintainya.

Lebih buruknya lagi, sejak Sumarni dan Sari tinggal di rumah mereka, hidup Azizah semakin terasa seperti di neraka.

Ia menarik napas panjang, mencoba menahan air mata yang menggenang di pelupuknya.

Apakah ini harga yang harus ia bayar untuk cinta yang pernah ia perjuangkan?

Azizah menghela napas lega ketika sebuah mobil Pajero putih berhenti di depannya. Ia langsung mengenali kendaraan itu—mobil Cindy, sahabatnya sejak kuliah.

Cindy turun, mengenakan jilbab panjang yang dipadukan dengan kacamata hitam, jaket punk, sepatu boots, dan sebuah tas yang tampak lusuh di mata orang awam. Tapi bagi yang paham barang mewah, mereka pasti tahu tas itu seharga rumah yang cukup mewah.

Azizah mengerutkan kening. "Cindy, lu kesurupan apa?" tanyanya heran.

Cindy mengangkat dagu dengan percaya diri. "Semakin jomblo, semakin punk," jawabnya santai.

Azizah hanya bisa mendengus. Jawaban itu sama sekali tidak nyambung.

"Udah, naik, Bumil," kata Cindy sambil membantu Azizah masuk ke dalam mobil.

Sementara itu, Mang Maman yang sedari tadi mengamati hanya bisa melongo. Baginya, dandanan Cindy adalah sesuatu yang aneh—perpaduan antara muslimah dan punk yang tidak biasa.

Azizah tersenyum tipis. Setidaknya, sekarang ia berada di lingkungan yang membuatnya nyaman. Bersama sahabat yang benar-benar peduli padanya.

Tak lama kemudian, sebuah Pajero putih berhenti dengan gaya dramatis di depan Azizah. Jendelanya turun perlahan, dan muncullah seorang perempuan berkacamata hitam dengan jilbab panjang, jaket punk penuh emblem, sepatu boot, dan tas lusuh—lusuh versi orang kaya, tentu saja. Kalau orang biasa, tas itu udah mirip gombalan mantan: penuh harapan tapi kosong isi. Tapi bagi yang tahu barang branded, tas ini seharga rumah tipe elit.

Azizah mengerutkan dahi. "Cindy, lu kesurupan apaan?"

Cindy menyesuaikan kacamatanya dengan gaya sok misterius. "Semakin jomblo, semakin punk."

Azizah memijat pelipisnya. "Jawaban lu sama sekali nggak nyambung, Cind."

"Udah naik, Bumil! Nih, gue bantu." Cindy buru-buru keluar dan membukakan pintu dengan gaya bak ajudan presiden, bahkan hampir memberi hormat segala.

Sementara itu, Mang Maman yang sedari tadi mengawasi, hanya bisa melongo. Matanya menelusuri Cindy dari atas ke bawah. Dandanan ini… aneh. Muslimah tapi punk? Ini mah aliran baru! Mungkin kalau masuk TV, judulnya bisa jadi Hijrah ke Arah yang Salah.

Azizah naik ke mobil sambil menahan tawa melihat ekspresi Mang Maman yang seperti baru melihat alien turun dari langit. Setelah pintu tertutup, Pajero itu melaju mulus meninggalkan rumah Raka yang makin terasa seperti penjara.

Di dalam mobil, Azizah menghela napas panjang. "Cind, kenapa lu tiba-tiba pake gaya begini? Gue sampe takut mau tanya."

Cindy nyengir, satu tangan tetap di kemudi. "Gaya, Zah. Gue udah janji sama diri sendiri, selama masih jomblo, harus tampil sangar biar nggak ada cowok iseng yang deketin."

Azizah tertawa kecil. "Jadi menurut lu, cowok takut sama cewek punk?"

"Enggak juga sih… Tapi minimal, kalau ada yang nyoba modus, gue tinggal garuk-garuk kepala pura-pura kutuan. Dijamin kabur."

Azizah terbahak. Cindy emang selalu punya cara aneh buat menghadapi hidup.

Club bisnis mereka sebenarnya terbentuk iseng saat masih kuliah. Awalnya sekadar geng anak orang kaya yang suka belanja dan nongkrong, tapi setelah Azizah gabung, arah mereka berubah total. Azizah yang punya jiwa bisnis kuat mulai ngajak mereka fokus ke investasi dan usaha. Hasilnya? Kini mereka bukan cuma sosialita, tapi pengusaha sukses di bidang masing-masing.

"Kok tumben sendirian? Tiffany, Claudia, Renata mana?" tanya Azizah sambil menyandarkan kepalanya.

"Pada sibuk, Zah. Ada yang ngurus bisnis, ada yang ngurus suami. Nah, gue? Gue ngurus jiwa biar tetep waras." Cindy tertawa, lalu melirik Azizah. "Tapi serius, Zah… Lu baik-baik aja?"

Azizah terdiam sesaat. Haruskah dia cerita? Haruskah dia mengakui bahwa hidupnya dengan Raka sudah tak lebih dari neraka? Tapi melihat Cindy yang menatapnya dengan penuh perhatian, hatinya sedikit mencair.

"Gue capek, Cind…" suaranya nyaris berbisik.

Cindy tak langsung menjawab, hanya mengangguk pelan. Tangannya terulur, menggenggam tangan Azizah dengan erat.

"Udah, Zah. Lu nggak sendirian. Kita semua di sini. Dan kalau sikutukupret itu masih belagu, percaya sama gue, gue bisa setel ulang jadi bawaan pabrik."

Azizah tersenyum kecil. Setidaknya, dia masih punya tempat untuk pulang.

"Lu ada duit cash nggak?" tanya Azizah, nadanya setengah malas.

"Yaelah, lu kismin amat, Zah. Gue cuma bawa sejuta. Kalo semilyar mah gue transfer aja, ribet bawa duit segitu." Cindy melirik tajam.

"Gaya lo! Udah kaya banget sekarang, ya?" Azizah mendelik.

Cindy mengibaskan tangan. "Duh, kekayaan gue dibanding lo mah ibarat langit sama… langit-langit rumah kontrakan. Tapi sayang, lo malah kemakan drama online."

"Maksud lo?" Azizah mengerutkan dahi.

"Lo tuh ikut-ikutan tren pura-pura miskin biar dapet suami sejati, biar dapet cowok yang katanya sederhana tapi penuh cinta. Eh, tau-taunya yang lo dapet malah kutukupret! Siapa sih namanya? Neraka?"

"Raka, goblok!" Azizah mendelik, lalu mengulurkan tangan. "Udah, ada duit nggak?"

Cindy menghela napas panjang, lalu menyerahkan uang dengan tampang bosan. "Nih, nyonya Neraka."

Azizah meraih uang itu tanpa ragu. "Mang Maman, sini!" panggilnya.

Mang Maman langsung menghampiri, wajahnya penasaran. "Ada apa, Neng?"

"Parkirin mobil ini ya, Mang," kata Azizah santai.

"Siap, Neng!" Mang Maman sigap memarkirkan Pajero itu dengan lincah.

Begitu selesai, Azizah dengan enteng menyerahkan segepok uang ke Mang Maman. "Nih, Mang."

Mang Maman menerima uangnya tanpa melihat. "Makasih, Neng."

Lalu, saat dia melirik nominalnya, matanya langsung membelalak. "ASTAGHFIRULLAH! NENG, INI SEJUTA?!?"

Cindy sudah tancap gas, mobil melaju kencang meninggalkan Mang Maman yang berusaha mengejar sambil melambai-lambaikan uang.

"Mang, itu uang parkirnya!" teriak Azizah dari jendela.

Mang Maman terdiam di tempat. Tangannya bergetar melihat selembar uang sejuta di genggamannya. Air mata mulai menggenang.

"Laa ilaaha illallah… Ini rezeki dari langit…" gumam Mang Maman penuh haru, sebelum akhirnya… sujud syukur di pinggir jalan.

Sementara itu di dalam mobil, Cindy melirik Azizah dengan alis terangkat. "Lu emang suka bikin orang nangis, ya?"

Azizah menghela napas panjang, menatap ke luar jendela. "Dia itu baik banget sama gue, tau. Dia cerita, pas istrinya mau lahiran, dia gantian sama ibunya jagain istrinya. Harusnya gue juga diperlakukan seperti itu. Tapi yang ada, gue malah…"

Cindy menunggu sebentar sebelum menyahut dengan nada serius, "Kayak Upik Abu. Hahahaha!"

Azizah menoleh cepat, melotot. "Bangs*t, Cindy! Gue lagi curhat!"

Cindy mengangkat bahu tanpa dosa. "Ya terus gue harus apa? Guling-guling? Atau teriak ‘curhat dong, Mah! Alhamdulillah!’ gitu?"

Azizah mengangkat tangannya, siap mencubit. "Kalau gue nggak lagi di mobil, sumpah udah gue cubit lu!"

Cindy nyengir sambil tetap fokus nyetir. "Ya udah, curhatlah, gue dengerin kok. Tapi maaf, nggak janji bakal nangis."

Azizah mendengus, tapi entah kenapa dadanya terasa lebih lega. Meskipun Cindy ngeselin, setidaknya dia masih punya seseorang yang bisa dia ajak ketawa di tengah kekacauan hidupnya.

1
hidagede1
bukan perbedaan wanita kaya atau wanita miskin, tapi keinginan menjadi seorang ibu, apakah mau atau tidak nya raka...
hidagede1
mata sumarni
hidagede1
menikahi susan kali ya?
hidagede1
bu jgn suka mimpi di siang bolong 🤪
SOPYAN KAMALGrab
jangan terlalu sempurna soalnya di indikasi novel di buat ai hehehe
hidagede1
maaf thor, mungkin posesif ya 🙏
Jumiah
lanjut thor yg panjang...trmks
hidagede1
depan altar? sebelum nya sama zizah?
hidagede1
banyak banget yang kaya gini, tetap menomor satu kan ibu walaupun sudah menikah, uang gaji yg pegang ibu, tp minya makan sama istri 🤦‍♀️
Rizky Sandy
kirain mantan istri yg datang,,,, kecewa
hidagede1
pengen tau gmna sikap nya bu sumarni kalo tau zizah anak dri anak pengusaha sukses seorang milyarder
hidagede1
Luar biasa
hidagede1
waktu zizah minta pembantu blng nya pemborosan, eee skrng dia minta prmbantu juga🤪
hidagede1
terbalik, kalo bukan zizah, raka bukan apa"😤
hidagede1
kalo bukan doa dan kontribusi seorang istri juga gak bakalan bisa sesukses ini bro...
hidagede1
laki" yg gak punya prinsip... mencla mencle😏
hidagede1
mmmh selembar sejuta? 🤔
Rizky Sandy
zizah g tau klau suaminya menikah lagi,,,,
Jumiah
Rommy cari tau dong kenapa azizah .
gk sma suamix tinggal ,dodol bangat Rommy...kejar cinta msa lalu mu
Ma Em
Tuh kan Azizah nya tdk apapa kan kalian keluarga pratama dan Aditama malah adu kekuatan dan pamer kekayaan , kalian harus akur karena mungkin tdk lama lagi kalian akan jadi besan 🤭🥰🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!