Anand dan Shan, dua sepupu yang tumbuh bersama, tak pernah membayangkan bahwa hidup mereka akan berubah begitu drastis.
Anand dikhianati oleh kekasihnya—wanita yang selama ini ia cintai ternyata memilih menikah dengan ayahnya sendiri. Luka yang mendalam membuatnya menutup hati dan kehilangan arah.
Di sisi lain, Shan harus menelan kenyataan pahit saat mengetahui kekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Pengkhianatan itu membuatnya kehilangan kepercayaan pada cinta.
Dalam kehancuran yang sama, Anand memutuskan untuk menikahi Shan.
Lantas apakah yang akan terjadi jika pernikahan tanpa cinta dilakukan? Akankah luka dapat disembuhkan dengan mereka menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 3
Malam itu, suasana makan malam keluarga Ashby dipenuhi dengan kehangatan. Suara piring dan sendok beradu, diiringi tawa kecil dari beberapa anggota keluarga yang menikmati hidangan. Anand duduk di kursinya, sesekali menyesap air mineralnya, menunggu waktu yang tepat untuk berbicara.
Ketika obrolan mulai mereda, ia meletakkan sendoknya dan membersihkan tenggorokannya. Semua mata langsung tertuju padanya.
"Aku ingin mengatakan sesuatu," ujar Anand, suaranya tenang namun penuh ketegasan.
Ayahnya, Virzha Ashby, menatapnya dengan penuh perhatian. "Apa itu, Nak?"
Anand melirik Ranika, ibunya, sebelum kembali menatap semua orang. "Akhir pekan ini, aku akan membawa Mikha ke sini."
Sekejap, ekspresi semua orang berubah. Mata Ranika berbinar penuh kebahagiaan, sementara yang lain pun tampak senang dengan kabar itu.
"Aku akan segera melamar Mikha dan menikahinya," lanjut Anand dengan mantap.
Ranika hampir menjatuhkan sendoknya karena terlalu bersemangat. "Kamu serius nak?"
Anand mengangguk dengan yakin, "Iya ma... Aku sudah memikirkan ini dengan matang"
"Anand, Ayah sangat senang mendengar nya. lagipula memang sudah waktunya kamu itu menikah" serunya dengan senyum lebar.
"Mikha gadis yang sangat baik. mama sudah menganggapnya seperti putri sendiri." puji Ranika.
"Iya Anand, yang mama mu bilang itu benar" sahut Virzha sambil mengangguk puas. "Dia akan menjadi istri yang baik untukmu."
Anand tersenyum mendengar dukungan keluarganya. Ia memang sudah yakin dengan Mikha, dan mengetahui bahwa keluarganya menyetujui pilihan itu membuat hatinya semakin mantap.
Namun, sebelum pembicaraan berakhir, Anand kembali membuka suara. "Aku juga ingin mengundang Shan dan keluarganya untuk hadir di makan malam itu."
Sejenak, suasana berubah hening. Ekspresi bahagia Ranika seketika memudar. Ia meletakkan sendoknya dengan gerakan pelan, lalu menatap Anand dengan pandangan tajam.
"Apa maksudmu?" tanya Ranika, suaranya lebih dingin.
"Aku ingin Shan dan keluarganya datang, lagipula kita kan keluarga" ujar Anand dengan nada yang tetap tenang.
Virzha dan beberapa anggota keluarga tampak saling berpandangan. Mereka tampaknya tidak keberatan, tetapi mereka juga tahu bahwa Ranika pasti akan menolak.
"Ini acara keluarga inti, Anand," ujar Ranika tegas. "Shan dan keluarganya bukan bagian dari keluarga inti."
Anand menghela napas. "Mereka tetap keluarga, ma. Aku hanya ingin berbagi kebahagiaan dengan mereka."
"Nggak Anand! " potong Ranika dengan cepat. "Mama nggak setuju."
Anand menatap ibunya dengan tajam, tetapi ia tahu bahwa Ranika keras kepala dalam hal ini. Sejak dulu, ia memang tidak pernah menyukai keluarga Shan. Persaingan bisnis antara ayah Anand dan ayah Shan telah menciptakan jurang pemisah di antara mereka, dan Ranika tidak pernah berusaha menjembataninya.
Anand mengepalkan tangannya di bawah meja, mencoba menahan perasaannya. Ia tidak ingin memperdebatkan hal ini malam ini, tetapi ia juga tidak akan menyerah begitu saja.
"Aku tetap akan mengundang mereka," ujar Anand akhirnya, suaranya tenang namun penuh ketegasan.
Malam itu, makan malam keluarga Ashby yang awalnya hangat berubah menjadi tegang setelah Anand menyampaikan keinginannya mengundang Shan dan keluarganya. Ranika dengan tegas menolak, ekspresinya dingin, penuh ketidaksetujuan.
"Anand, mama nggak setuju," ujar Ranika. "Ini acara keluarga inti. Nggak perlulah ada mereka di sini. Shan akan mengacaukan semuanya"
Virzha, yang sejak tadi diam dan mendengarkan, akhirnya membuka suara. Suaranya dalam dan tegas, membuat suasana meja makan sedikit berubah.
"Memangnya kenapa kalau adikku datang ke sini?" tanya Virzha, tatapannya tajam pada Ranika.
Ranika menoleh ke arah suaminya dengan ekspresi tidak suka. "Aku nggak ingin membahas ini, Virzha."
Namun, bukannya melanjutkan perdebatan, Virzha malah mengambil ponselnya. Dengan santai, ia mencari kontak seseorang dan menekan tombol panggil. Semua orang di meja makan menatapnya dengan penasaran, sementara Ranika menghela napas panjang, sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan suaminya.
"Assalamu’alaikum, Mitha," sapa Virzha dengan suara hangat saat panggilannya tersambung.
Di seberang sana, suara seorang wanita menyahut dengan lembut, "Wa’alaikumussalam, Kak Virzha. Ada apa?"
"Aku ingin mengundangmu dan keluarga untuk makan malam di akhir pekan ini," ujar Virzha. "Anand akan melamar Mikha, jadi kami ingin membahas pernikahan mereka."
Sejenak, ada keheningan sebelum suara Mitha terdengar lagi. "MasyaAllah, selamat untuk Anand! Iya kak, kami akan datang."
Namun, sebelum pembicaraan berlanjut, terdengar suara lain dari belakang Mitha.
"Kenapa Anand bisa dapat istri duluan, sih?" Suara Shan terdengar mengejek di telepon. "Kasihan, pasti Mikha nggak tahu betapa menyebalkan Lo di setiap saat. Nanti Mikha malah jadi pasien Lo sendiri nand..."
Anand langsung mendengus, "Yang ada mah malah raka yang jadi pasien gue kalau dia jadi nikah sama lo"
"Dihh nggak yaaaa... gue pasti bakal jadi istri idaman"
"Mau muntah gue"
"Mikha buta banget, kok mau yaaa sama cowok jelek kayak lo, nyebelin lagi"
"Hehhh sembarangan lo kalau ngomong"
Tawa kecil terdengar dari telepon, disusul suara Mitha yang mencoba meredam kehebohan.
Virzha ikut terkekeh. "Kalian emang nggak pernah berubah sejak kecil."
Namun, tidak semua orang di meja makan terlihat terhibur. Ranika hanya duduk diam, tidak berkomentar, ekspresinya semakin dingin.
"Baiklah, sampai jumpa akhir pekan nanti," kata Virzha sebelum mengakhiri panggilan.
Saat ia meletakkan ponselnya, Anand melirik ibunya. Ia tahu Ranika tidak suka dengan ini, tetapi keputusan sudah diambil.
"Sepertinya acara makan malam ini akan semakin menarik," gumam Anand.
***
Setelah makan malam selesai, Ranika duduk di ruang tamu sambil menyeruput teh hangat. Pikirannya masih dipenuhi dengan kejadian tadi. Ia benar-benar tidak habis pikir mengapa suaminya begitu peduli pada Mitha dan keluarganya.
Tak lama kemudian, Mona, ibunya, duduk di sebelahnya dengan wajah yang sama kesalnya.
"Aku benar-benar nggak ngerti dengan suamimu, Ranika," ucap Mona, mendengus. "Dia selalu memperlakukan Mitha dengan sangat baik dan hati-hati, dia selalu melibatkan Mitha dalam segala hal dirumah ini, padahal jelas-jelas dia hanya adik tiri!"
Ranika mengangguk, ekspresinya dingin. "Itulah yang membuatku kesal, Ma. Virzha selalu membela mereka, seolah-olah mereka itu lebih penting dari aku dan anak-anaknya sendiri."
Mona mendecakkan lidah. "Dan sekarang kau lihat sendiri? Shan itu benar-benar tidak tahu sopan santun! Apa-apaan dia tadi di telepon? Mengejek Anand di depan banyak orang? Itu anak memang nggak punya adab!"
Ranika mendengus sinis. "Memang, Ma. Dari dulu aku sudah bilang, anak itu tidak tahu diri. Ibunya aja hidup dari belas kasihan keluarga ini, tapi lihat kelakuan mereka. Seperti merasa sejajar dengan kita!"
Mona melipat tangan di dadanya, matanya menyala penuh amarah. "Kalau dekat, sudah kutampar mulutnya tadi! Berani banget dia bicara seperti itu. nggak hormat, kurang pendidikan dari orang tuanya. nggak tahu sopan santun! Dasar anak kurang ajar!"
Ranika menatap ibunya dengan mata penuh kebencian. "Itulah kenapa aku tidak mau mereka datang ke makan malam nanti. Mereka itu cuma akan mengotori suasana. Tapi Virzha... dia malah mengundang mereka dengan tangannya sendiri!"
Mona menggeleng penuh kecewa. "Virzha itu terlalu baik, terlalu lemah! Dia nggak sadar kalau keluarga itu hanya membawa masalah! Kalau aku jadi kau, aku nggak akan membiarkan mereka merasa diterima di rumah ini!"
Ranika mengepalkan tangannya di atas pahanya. "Aku akan pastikan mereka tahu tempat mereka, ma. Aku tidak akan membiarkan mereka merasa seperti bagian dari keluarga ini."
Mona tersenyum puas. "Bagus. Aku yakin kau bisa mengatasinya."
***
Di sisi lain, di rumah keluarga Shan, suasana makan malam terasa lebih tenang, meski percakapan di meja makan sedikit lebih serius. Hasan menatap istrinya dengan penuh pertimbangan sebelum akhirnya membuka suara.
"Sayang? kamu yakin akan datang ke sana?" tanyanya hati-hati. "Bukannya nanti malah bertengkar dengan kakak iparmu?"
Mitha menghela napas pelan, sudah bisa menebak arah pembicaraan ini. "Virzha sendiri yang mengundang kita, mas. Dia yang meminta kita datang."
Hasan mengangguk pelan, tetapi raut wajahnya masih menyimpan kekhawatiran. "Mas tahu. Tapi kamu kan juga tahu bagaimana sikap Ranika padamu dan keluarga kita. mas nggak mau kamu dan anak-anak merasa tidak nyaman."
Mitha tersenyum kecil. "Aku nggak yakin Ranika akan berbuat sesuatu di hadapan kak Virzha dan keluarganya. Lagipula, ini acara besar untuk Anand. Aku ingin menunjukkan dukunganku."
Hasan masih tampak ragu, lalu melirik Shan yang sibuk memainkan sendoknya. "Setidaknya, mungkin lebih baik Shan nggak ikut."
Mendengar itu, Shan yang sejak tadi diam langsung mendongak dengan ekspresi tak percaya. "Apa?"
Hasan menghela napas. "Kamu tahu sendiri kan gimana tantemu? dan neneknya Anand memandang kita. Ayah cuma ingin menghindari hal-hal yang nggak perlu."
Shan mendengus sinis. "Nggak perlu? Ayah Anand sendiri yang mengundang kita, dan Ayah bilang aku tidak perlu datang?"
"Shan..." Mitha mencoba menenangkan putrinya.
"Nggak maaa...," potong Shan tegas. "Aku tuh diundang, dan aku akan datang. nggak ada yang bisa melarangku."
Hasan menatapnya, ingin mengatakan sesuatu, tetapi Shan sudah lebih dulu melipat tangan di dada. "Aku akan datang, dan aku akan membawa Raka."
Hasan dan Mitha saling bertatapan. Mereka tahu Shan bukan tipe yang bisa dibujuk begitu saja, terutama jika ia sudah mengambil keputusan.
Mitha akhirnya mengangguk pasrah. "Yaudah, kalau itu maumu."
Shan tersenyum penuh keyakinan.
Namun, di balik senyum itu, ada sesuatu yang tidak disadari Shan—ia baru saja melangkah menuju sebuah permainan yang lebih besar dari yang ia bayangkan.
***
Ferdinand Naufal Ashby
Ashana Octavia Zoeya
Mikhayla Angelina
Virzha sebenarnya mencintai istrinya cuman krn dibawah pengaruh ibu nya Ranika jadi kayak gitu, Anand juga cintanya terlalu besar buat Mikha dan effort nya dia gak main main, sedangkan Mikha? neneknya meninggal gara-gara si Mona dan Ranika, dia nggak cinta tapi demi neneknya dia cuman pengen balas dendam🥺🥺
eps 1 udh menguras tenaga sekale