Maya Elina Putri dan Mila Evana Putri adalah sepasang anak kembar yang meski lahir dari rahim yang sama, memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Maya dengan kecerdasannya dan Mila dengan kenakalanya. Kedua orang tua mereka seringkali membedakan Mereka Berdua. Maya selalu mendapatkan pujian, sementara Mila lebih selalu mendapatkan teguran. Namun ikatan mereka sebagai saudara kembar tetap kuat. Mereka saling menyayangi dan selalu mendukung satu sama lain.
Arga, kapten tim basket di sekolah mereka, adalah sahabat dekat Mila. Mila secara diam-diam menyimpan perasaan lebih kepada Arga, tetapi ia tak pernah berani mengungkapkannya. Ketika Arga mulai menunjukkan ketertarikan pada Maya, hati Mila hancur. Arga memilih Maya, meyakini bahwa hubungannya dengan Mila hanyalah sebatas persahabatan. Hal ini membuat Mila merasa dikhianati oleh takdir, apalagi ketika Maya dan Arga resmi berpacaran. Luka di hati Mila semakin dalam, dan dia mulai menaik diri dari Maya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laura Putri Lestari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pelarian yang Menangkan
Mila dan Maya, yang baru saja pulang dari sekolah, sudah tahu bahwa mereka harus menunjukkan hasil ujian mereka kepada kedua orangtuanya, karena itu adalah sebuah rutinitas, orangtua nya itu sangat menjujung pendidikan akademik. Mereka berdua menuju ruang tamu, di mana Papanya Mirga dan Mamanya Putri sudah duduk di ruang keluarga dengan wajah serius, menunggu dengan sabar.
Maya, dengan raut wajah tenang dan penuh percaya diri, menyerahkan raportnya terlebih dahulu. Mirga membuka lembaran hasil ujian Maya dengan cepat, dan senyumnya mulai mengembang melihat nilai-nilai yang memuaskan. "Bagus sekali, Maya. Nilai kamu memuaskan. Teruskan kerja kerasmu, ya nak," puji Mirga dengan penuh kebanggaan.
Maya tersenyum lebar, merasa bangga dengan pencapaiannya. "Terima kasih, Papa," jawabnya dengan hormat.
Setelah selesai dengan Maya, Mirga beralih ke Mila yang duduk di sebelah Maya dengan wajah tegang. Dia merebut raport yang sedari tadi di peluk oleh anak bungsunya itu, lalu dengan cepat Mirga membuka raport itu sebelum Mila merebutnya lagi, dan ekspresi kebanggaan yang sebelumnya terlihat di wajah Mirga mendadak memudar. Nilai Mila jauh dari harapan, banyak yang merah dan tidak memuaskan.
Mirga menatap Mila dengan mata membara. "Mila, ini nilai apa ini? Kenapa bisa sejelek ini? Bahkan lebih jelek dari nilai kemarin, Apa kamu gak pernah belajar sama sekali?" suara Mirga terdengar keras dan marah.
Mila menunduk, merasa malu dan frustasi. "Aku kan udah bilang kalo aku gak ngerti IPA" jawabnya dengan suara rendah.
"Harusnya kamu berusaha dong bukanya mengeluh, lhat nilai kamu ini. gimana kamu mau masuk Perguruan tinggi yang bagus coba. Mila. Kamu harus belajar lebih giat. Mulai besok, kamu ikut les di tempat yang sama dengan Maya," tegas Mirga.
Mila langsung menolak. "Aku gak mau ikut les, Pa. Les itu membosankan. Aku lebih suka kalau bisa belajar dengan cara yang aku suka."
Penolakan Mila membuat Mirga semakin marah. "Kamu ini benar-benar bandel! Kamu harus tahu betapa pentingnya pendidikan! Kalau kamu gak mau, berarti kamu tidak menghargai usaha orang tua!. kamu harus tetap ikut les itu gak ada penolakan"
Mila mendengar itu lalu berdiri "AKU GAK MAU PA. UDAH AKU BILANG AKU GAK MAU MASUK LES KAYAK GITUAN" ucapnya dengan suara yang meninggi.
Kemarahnya Mirga semakin memuncak, dan tanpa berpikir panjang, dia menampar wajah Mila dengan keras. Suara teamparan itu cukup keras hingga Maya dan Putri terkejut melihat itu.
Mila, yang merasa tersentak oleh tamparan tersebut, terdiam sejenak, mulutnya terbuka dan matanya penuh dengan air mata. Tanpa banyak kata, dia langsung bergerak menuju meja di dekat pintu, meraih kunci motor dari tempatnya, dan bergegas keluar dari rumah.
"MILA MAU KEMANA KAMU" Teriak Mirga melihat mira yang ingin pergi.
Mila tidak peduli dengan panggilan itu, hatinya sangat sakit mendapatkan perlakuan itu dari Papanya. memang selama ini dia merasa sering di banding-bandingkan dengan Maya, tapi dia tidak pernah mendapatkan kekerasan oleh mama dan papanya.
Maya berlari ke arah Mila, mencoba menghentikannya, tapi Mila sudah keluar dan langsung menyalakan motor-nya. "Mila, tunggu!" teriak Maya, tapi Mila sudah terlalu cepat.
Mila hanya memikirkan satu tempat yaitu pantai. Dia tahu hanya di sana dia bisa menenangkan pikirannya dan meredakan semua perasaan campur aduk yang menghantui dirinya. Dia melaju kencang menuju pantai, meninggalkan rumah dan segala keributan di belakang.
Ketika Mila tiba di pantai, dia langsung berhenti lalu turun dari motornya. Mila duduk di pasir memandang kedepan melihat ciptaan tuhan di depanya dengan mata yang sayu, melihat sunset di pantai memanglah bagus untuk menenangkan fikiran. Dia air mata nya mengalir deras membasahi pipnya.
Mila merebahkan dirinya di atas pasir lalu menutup matanya, menikmati angin Soreh yang sejuk dan suara ombak yang bergulung lembut di telinga nya. Gelombang laut seolah menghibur dan menenangkan hatinya yang penuh kemarahan dan kesedihan. Dia berusaha meresapi ketenangan yang ada di sekelilingnya. Di tengah keheningan malam, Mila merasa sedikit lebih baik, meskipun dia tahu bahwa masalah di rumah belum selesai.
kamu berhak bahagia meskipun bukan dgn keluarga, sodara dan sahabat pasti akan ada orang diluaran sana yg tulus menyayangi kamu mil...