Raisya adalah seorang istri yang tidak pernah diberi nafkah lahir maupun batin oleh sang suami. Firman Ramadhan, adalah seorang arsitektur yang menikahi Raisya setelah empat tahun pertunangan mereka. Mereka dijodohkan oleh Nenek Raisya dan Ibu Firman. Selama masa perjodohan tak ada penolakan dari keduanya. Akan tetapi Fir sebutan dari seorang Firman, dia hanya menyembunyikan perasaannya demi sang Ibu. Sehingga akhirnya mereka menikah tanpa rasa cinta. Dalam pernikahannya, tidak ada kasih sayang yang Raisya dapat. Bahkan nafkah pun tidak pernah dia terima dari suaminya. Raisya sejatinya wanita yang kuat dengan komitmennya. Sejak ijab qobul itu dilaksanakan, tentu Raisya mulai belajar menerima dan mencintai Firman. Firman yang memiliki perasaan kepada wanita lain, hanya bisa menyia-nyiakan istrinya. Dan pernikahan mereka hanya seumur jagung, Raisya menjadi janda yang tidak tersentuh. Akankah Raisya menemukan kebahagiaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3
Seperti biasa jam 16.30 WIB aku pulang kuliah dengan si putih, sepeda motor metiq-ku.
"Assalamu'alaikum." Ku ucap salam sesampai depan pintu rumah.
"Wa'alaikum salam." Ummi dan abi menjawab serentak di ruang tamu.
"Sudah pulang Rai?" aku mencium punggung tangan mereka.
"Iya bi, Alhamdulillah ujiannya gampang jadi cepat selesai, Rai ke dalam dulu ya belum shalat ashar." Ummi dan abi menjawab dengan anggukan.
Keesokan harinya
" Rai Nenekmu tadi sudah menelpon abi katanya keluarga Firman sudah menemui nenek, mereka bilang akan kenemui kami nanti sore."kata abi yang hendak menyiram bunga di depan rumah.
"Iya bi." Hanya itu yang aku jawab.
Desa kami memang masih bertetangga, tapi rumah nenek yang lebih dekat dengan rumah Kak Firman. Makanya mereka langsung menemui nenek. Kak Firman yang aku tunggu balasan pesannya beberapa hari ini belum juga ada. Bagaimana aku akan mengambil keputusan akan masalah ini. Andai aku berani mengatakan kepada orang tuaku aku ingin mengakhiri pertunangan ini, lalu apa alasanku. Sedangkan yang dikatakan Ani itu belum tentu benar. Sungguh membuatku dilema.
"Mbak, kamu yakin akan menikah dalam dekat ini?" Adikku Sofi bertanya seolah dia ragu akan hubungan kami.
Sofi usianya dua tahun di bawahku, tapi dia memiliki pemikiran yang dewasa sekarang ini dia sudah mau lulus SMA.
"Memangnya kenapa dik?" Aku bertanya padanya dengan tenang.
" Ya nggak apa-apa sich! Sofi takutnya mbak nggak bahagia, karna selama ini Sofi nggak pernah lihat mbak berkomunikasi langsung dengan tunanganmu mbak.Hubungan kalian tidak normal seperti orang tunangan pada umumnya. Maaf itu sih menurut Sofi. "
Perkataan Sofi rasanya menohok hatiku. Memang benar yang Sofi katakan.
"Aku hanya pasrah pada Allah dik, jika memang ini jalan takdir mbak, ya mbak harus terima, bukankah enak dik nanti mbak pacaran setelah nikah." Aku menjawab sambil mengukir senyum di bibirku. Meskipun rasa dilema yang ada saat ini.
" Iya Sofi tahu, mbak anak pesantren tentu pemikiran mbak seperti itu. Sofi cuma mau mbak bahagia."
" Terima kasih dik." Ucapku tulus.
Jam 1 siang aku sudah siap dengan gamis jeans dan jilbab biruku. Aku pun berpamitan kepada Ummi dan abi untuk berangkat kuliah karna hari ini hari terakhir ujian semester,
"Raisya berangkat dulu mi, bi", kucium tangan mereka.
"Nanti kalau keluarga Firman ke sini mau membicarakan pernikahan gimana Rai?" ummi bertanya dengan lembut kepadaku.
"Mungkin nanti Raisya akan pulang agak sore-an mi, karna hari ini ujian terakhir ada praktek juga, mungkin mereka tidak akan bertemu dengan Raisya." Aku duduk di samping ummi yang sedang makan siang.
"Terus kami harus jawab apa kepada mereka Raisya?" Abi bertanya padaku dengan hati-hati. Aku tahu sebenarnya orang tuaku menerima perjodohan ini hanya karna dulu ada perjanjian antara kakek kak Firman dan Nenekku, jadi mau tidak mau mereka merestui perjodohan ini. Dan lagi pula orang tuaku juga tahu bibit bebet dan bibit keluarga kak Firman. Tapi mungkin mereka agak ragu karna statusku saat ini masih sebagai mahasiswi.
"Ummi, Abi, Raisya tidak apa-apa kalau kalian ingin kami menikah, Raisya juga msih bisa sambil kuliah kok, apapun keputusan kalian Raisya akan terima." Jawabku menenangkan hati mereka.
"Baiklah Rai! abi harap kamu tidak menyesal dengan keputusanmu, kami sebagai orang tua tentu berharap yang terbaik untukmu nak." Kata abi sambil membelai kepalaku yang sudah rapi dengan jilbab.
"Terima kasih Abi, Ummi. Raisya berangkat dulu, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Aku pun meninggalkan rumah denga si putih.
Dengan hati yang campur aduk aku melangkah ke ruang kelasku.
"Tumben duluan aku datangnya, Rai? biasanya kamu yang paling rajin di kelas ini!" Mamat teman kelasku bertanya.
"Iya mat tadi ada perlu sedikit." Jawabku dengan menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
"Iya ih kamu jalannya sambil ngelamun ya Rai?" Putri menimpali.
"Memangnya aku pingin bunuh diri apa? jalan sambil ngelamun, kamu tuch Put ada-ada aja!" Jawabku sambil mengambil posisi duduk di kursiku.
"Eh ssstt dosen killer kita datang!"Mamat memberi aba-aba.Teman-teman langsung memposisikan duduknya dengan benar.
Memang hari ini adalah mata kuliah Metode Pembelajaran dan dosennya Pak Doni. Beliau termasuk dosen yang aktif dan sangat disegani di kekas kami.
-
-
Tetap stay tune ya kaka, konflik masih belum dimulai, terima kasih atas dukungannya reader's🤗