"Sulit adalah kita, tapi kisah cinta ini hanya ada kita, aku dan kamu tanpa ada mereka."
-----------
Ketika melanjutkan jenjang pendidikan ke sebuah Universitas, Cheryl terpaksa mengikuti keinginan orang tuanya untuk tinggal di rumah Tantenya Diandra dan Gavin, suaminya. Awalnya Cheryl menolak karena sejak dulu dia sudah tertarik dengan Gavin yang di matanya terlihat sebagai sosok yang dewasa. Namun, karena paksaan dari keluarga, akhirnya Cheryl setuju untuk tinggal di rumah Diandra.
Gavin yang sejak dulu selalu menganggap Cheryl sebagai gadis kecil yang lucu, kini harus mengubah pola pikirnya saat melihat Cheryl yang kini tinggal bersamanya sebagai sosok yang dewasa. Kesibukan Diandra sebagai seorang model yang sering meninggalkan Gavin dan Cheryl dalam satu rumah semakin membuat keduanya semakin dekat, hingga suatu malam saat Diandra sedang menghadiri gelaran Paris Fashion Week, hubungan satu malam pun terjadi diantara Gavin dan Cheryl yang menjadi awal dari hubungan gelap me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Weny Hida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kutemani Malam Ini
Cheryl yang seketika tersadar saat mendengar suara Gavin langsung menarik tangannya dari wajah tampan itu.
"Oh-eh, emh. Maaf Om, tadi ada sisa makanan di wajah Om, jadi aku berniat membersihkannya," dusta Cheryl.
"Ada sisa makanan?"
"Iya Om."
"Astaga, kau mengagetkanku saja. Kalau begitu, teruskan!"
"Teruskan apanya?"
"Merapikan dasiku! Kau belum selesai merapikan dasiku, kan?"
"Oh-e, iya Om."
Cheryl kemudian merapikan kembali dasi yang dikenakan oleh Gavin, meskipun dengan begitu gugup, karena entah mengapa dia merasakan kalau saat ini Gavin tengah mengamatinya
Sementara Gavin yang melihat Cheryl dari dekat tampak merasakan sesuatu yang berbeda di dalam hatinya. Gavin mengamati setiap inchi wajah cantik Cheryl, wajah cantik yang terlihat begitu polos, tanpa sapuan make up.
Entah perasaan apa yang tiba-tiba merasuk dalam dirinya saat melihat Cheryl yang saat ini begitu dekat dengannya. Perasaan Gavin begitu meronta, apalagi melihat bibir tipis Cheryl, yang begitu dekat dengannya. Ingin sekali dia mengecup manisnya bibir itu.
'Cheryl keponakan kecilku? Bukan Gavin, dia bukan keponakan kecil lagi, tapi dia sudah dewasa,' batin Gavin saat menyadari pesona Cheryl yang kini ada di depannya.
"Sudah Om," ucap Cheryl yang tiba-tiba membuyarkan lamunannya.
"Terima kasih, Cheryl."
"Sama-sama. Om, aku ke atas dulu, aku mau siap-siap berangkat ke kampus."
"Iya Cheryl, nanti kamu ke kampus diantar Pak Amat ya."
"Terima kasih banyak, maaf aku sudah merepotkan kalian."
"Tidak Cheryl, kau tidak merepotkan kami," balas Gavin. Cheryl kemudian bergegas berjalan ke kamar meninggalkan Gavin yang masih termenung. Sebenarnya, Cheryl masih memiliki waktu dua jam sebelum waktu perkuliahan dimulai. Tapi dia memang sengaja tidak mau berlama-lama dengan Gavin karena dia tidak mau semakin tidak bisa mengendalikan perasaannya.
Sementara Gavin, saat ini hanya bisa termenung, dan menatap Cheryl yang sedang berjalan ke kamarnya. Entah mengapa, sangat sulit untuk melepaskan pandangannya dari Cheryl. Perhatian kecil dari Cheryl terasa begitu meluluh lantakkan hatinya. Sebuah perhatian yang selama ini tidak dia dapatkan dari Diandra.
Gavin juga baru menyadari, jika Cheryl bukanlah Cheryl yang dulu, Cheryl kini sudah terlihat jauh lebih dewasa. Pesona fisik Cheryl juga tak luput dari pandangannya.
Tubuh Cheryl kini telah membentuk tubuh seorang wanita dewasa, bahkan gerakan pantat sintalnya saat berjalan membuat miliknya yang ada di bawah sempat bereaksi. Saat melihat bibir tipis Cheryl ketika merapikan dasinya, fantasi liarnya semakin menggelora. Apalagi, tadi pagi sesi bercintanya dengan Diandra gagal karena telepon dari Pearly.
'Astaga, apa-apaan ini Gavin, Cheryl keponakan istrimu. Tidak sepantasnya kau memiliki perasaan seperti ini! Lebih baik, aku berangkat ke kantor sekarang juga,' batin Gavin. Dia kemudian bergegas keluar dari rumah, lalu menaiki mobilnya.
***
Pukul Jam 9 malam Gavin akhirnya sampai di rumah, dalam garasi rumah itu mobil Cheryl belum terparkir di sana. Seperti yang sudah Gavin duga sebelumnya Diandra malam ini pasti tidak akan pulang karena harus menyelesaikan shooting iklan produk terbaru yang baru saja ditandatangani olehnya. Tapi, ini bukanlah sebuah masalah besar bagi Gavin. Dia sudah terbiasa menjalani kehidupan rumah tangga yang sebenarnya sudah cacat.
Saat baru menapakkan kaki di teras rumahnya, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Bahkan beberapa kali petir terdengar menyambar, dan begitu memekakkan telinga. Setelah sambaran petir dan kilat itu, tiba-tiba lampu rumah itu padam yang membuat seluruh ruangan terlihat gelap.
Gavin kemudian buru-buru memasuki rumahnya. Namun, saat baru saja dia masuk ke dalam rumah itu, terdengar suara teriakan yang membuat Gavin tersentak. Belum hilang rasa terkejutnya, tiba-tiba ada sesuatu yang menabrak tubuhnya, dan terdengar kembali suara teriakan yang dia kenal.
Gavin tahu, dia adalah adalah Cheryl, tapi bukannya mendorong tubuh itu menjauh, Gavin tanpa sadar menarik pelan pinggang ramping Cheryl ke dalam pelukannya dan menghapus jarak di antara mereka. Sedangkan Cheryl, sudah tak peduli lagi tindakan Gavin, karena rasa takutnya saat ini begitu mengacaukan nalarnya. Ya, Cheryl memang sangat takut gelap.
"Ada apa? Kenapa kau berteriak seperti ini?" tanya Gavin dengan suara yang mulai memberat, rasanya sulit sekali menjauhkan tangannya dari tubuh Cheryl yang sejak tadi pagi sudah membangkitkan gairahnya. Gairah seorang laki-laki yang sudah lama tidak tersalurkan.
"Om, takut Om, gelap. Om tahu kan sejak dulu aku takut gelap."
"Iya Cheryl. Apa Frizz sudah tidur?"
"Sudah Om, aku baru saja menemani Frizz. Tapi saat aku baru keluar dari kamar Frizz tiba-tiba lampunya mati."
"Aku ke belakang sebentar Cheryl, aku nyalakan genset dulu di belakang."
"Om jangan tinggalin Cheryl!"
Gavin akhirnya memilih merapatkan tubuh mereka, sambil merutuki sikapnya yang tak dapat lagi menahan gejolak di dalam dirinya. Apalagi, saat dia mulai merasa tubuh Cheryl yang bergetar, disertai nafas yang memburu dan menerpa dadanya seolah menjadi peringatan bagi Gavin agar segera menjauh.
Namun, Gavin tidak melakukan itu, mereka bahkan terlihat hanyut dalam suasana malam ini, belum lagi benda kenyal milik Cheryl yang terlihat naik turun seakan membuat Gavin tergelitik merasakan sesuatu sensasi di tubuhnya.
"Om, aku takut gelap, petirnya juga begitu besar," rancau Cheryl yang terlihat begitu ketakutan.
Gavin memejamkan matanya, rancauan Cheryl seakan menuntunnya untuk balas memberikan pelukan hangat pada tubuh yang sekarang sedang memeluknya dengan erat. Dan, tanpa sadar kini Gavin mengusap rambut panjang Cheryl yang tergerai, berharap yang dia lakukan bisa menenangkan gadis itu.
Sambaran petir yang kian menggelegar di tengah gelapnya ruangan membuat tubuh Cheryl terlonjak, wajahnya semakin dia tempelkan di dada bidang Gavin.
Cheryl sudah tak peduli lagi perasaanya pada Gavin, yang dia tahu saat ini dia begitu ketakutan. Sementara Gavin, terlihat begitu kepayahan menahan hasrat yang sudah lama tidak tersalurkan. Hasrat sebagai suami yang tak pernah dia dapatkan dari Diandra, dan saat ini hasratnya terasa begitu meronta.
"Aku takut, Om," rancau Cheryl kembali, disertai dengan tubuh yang bergetar, dan raut wajah ketakutan.
"Tenang, ada Om di sini. Ayo kita ke kamarmu."
"Tapi aku takut."
"Biar kutemani," jawab Gavin spontan. Dia kemudian mencoba melepaskan pelukan Cheryl, lalu mulai membopong tubuh Cheryl menuju ke kamar gadis itu.
Cheryl yang sudah hanyut dalam situasi itu, lalu langsung melingkarkan tangannya di leher Gavin, menyembunyikan wajah di dada bidang yang kini membopong tubuhnya. Gavin kemudian membaringkan tubuh Cheryl di ranjang tanpa melepas pelukan tangan Cheryl di lehernya.
Sebenarnya Gavin merasa bingung, bagaimana dia harus bersikap dalam situasi seperti ini. Dia akhirnya memilih ikut berbaring di samping Cheryl, walaupun itu artinya dia harus lebih lama menderita karena baginya saat ini Cheryl begitu menggoda. Cheryl bahkan tidak tahu seburuk apa perang batin yang dialami oleh Gavin saat ini di dalam hatinya. Suasana hati Gavin yang terasa sejalan dengan situasi malam ini. Petir kembali terdengar begitu menggelegar.
"Om, aku takut gelap Om. Petirnya menakutkan!" rengek Cheryl.
"Tidurlah, biar kutemani kau tidur malam ini," jawab Gavin.