Seorang CEO yang tak sengaja mendapatkan amanah dari korban kecelakaan yang ditolongnya, untuk menyerahkan cincin pada calon pengantin wanita.
Namun Ia malah diminta Guru dari kedua mempelai tersebut untuk menikah dengan mempelai wanita, yang ditinggal meninggal Dunia oleh calon mempelai pria. Akankah sang CEO menikah dengan mempelai wanita itu? Akankah sang mempelai wanita setuju Menikah dengan sang CEO?
Dan sebuah masalalu yang mempelai wanita itu miliki selalu mengganggu pikirannya. Kekhawatiran yang ia rasakan selalu menghantui pikirannya. Apakah masalalu yang menghantui pikiran mempelai wanita itu?
Cerita ini hanya khayalan Author, jika ada kesamaan tokoh, kejadian itu hanya kebetulan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sebutir Debu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Gadis itu, Ayra Khairunnisa
Kyai Rohim tertawa mendengar jawaban yang diberikan oleh Bram. Terlihat kyai Rohim mencondongkan tubuhnya ke arah meja dan mengambil 2 buah permen. Kyai Rohim membuka satu permen lalu memasukan nya kedalam mulut, setelah beberapa detik permen tadi dikeluarkan lagi oleh kyai Rohim dan diletakkan di ujung jari jempol dan telunjuk nya.
"Pak Rangga, jika saya menawarkan pada keluarga anda permen yang sangat manis dan enak untuk putra sulung anda. Maka permen manakah yang anda pilih? yang ada di tangan saya ini? atau yang masih terbungkus itu?"
Kyai Rohim menggerakkan permen yang diapit oleh jari telunjuk dan jempolnya.
Tampak Pak Erlangga melihat ke arah Bram dan permen yang ditanyakan oleh kyai Rohim. Pak Erlangga pun memberikan jawaban.
"Tentu saya akan memilih yang masih terbungkus pak Rohim, bagaimana mungkin putra kami memakan makanan bekas orang lain."
Kyai Rohim tersenyum mendengar perkataan pak Erlangga dan melirik ke arah Bram yang masih menatap lurus kearah kyai Rohim.
"Saya rasa pak Erlangga pun akan melakukan hal yang sama dalam memilih menantu. Apakah bapak akan memilih santri yang saya jodoh kepada anak bapak untuk menjadi menantu atau yang mungkin tidak tahu apakah masih terjaga atau tidak?"
Deg!
Seketika wajah pak Erlangga dan Istri pun terlihat malu, bahkan seketika ingatan pak Erlangga dan istri kembali mengingat kejadian beberapa jam lalu.
Sebenarnya pak Erlangga dan istri nya diajak oleh Bram untuk menemui pacarnya yang baru pulang dari Paris. Hal itu Bram lakukan karena mama nya terus menerus menjodohkan nya dengan wanita-wanita yang membuat Bram merasa kesal karena hampir semua gadis yang dikenalkan pada nya hanya membuat moodnya menjadi buruk.
Maksud hati Bram ingin memberikan kejutan pada sang kekasih namun malah dirinya dikejutkan. Ketika Sampai di apartemen nya Bram yang terlanjur mengajak papa dan mama nya masuk harus dikagetkan dengan adegan dimana sang pacar sedang bermesraan dengan lelaki yang tak dikenalnya.
Rasa marah pada Shela dan malu kepada kedua orang tua nya pun masih Bram rasakan hingga detik ini. Saat dimana ia masih ditatap oleh kyai Rohim.
Bram mengangkat kepala nya perlahan ke atas dan menatap kyai Rohim angkuh. Hatinya bertanya kenapa kyai ini bisa tahu siapa dia bahkan kejadian beberapa jam yang lalu pun kyai Rohim tahu. Bukankah hanya mereka bertiga yang melihat kelakuan tak senonoh Shela.
Bram menarik napas dalam.
"Apa tujuan anda sebenarnya pak kyai? Anda sudah seperti seorang dukun saja."
Bram tersenyum mengejek.
"Tujuan ku sedang mencarikan jodoh untuk santri ku yang sudah baligh, asal Anda tahu pak Bramantyo Pradipta. Hampir 20 kali saya menolak lamaran dari beberapa lelaki karena saya merasa mereka tidak pantas untuk dia. Dan saya rasa anda pantas untuk nya selain almarhum Amir. Karena kedatangan anda kemari menandakan bahwa Allah menghendaki kalian berdua berjodoh."
Bram mendengus kesal karena ia disamakan dengan lelaki yang tadi coba diselamatkan oleh nya.
"Jangan samakan aku dengan lelaki itu pak kyai. Dia hanya lelaki cengeng yang lemah. Bahkan ia menangis hanya karena putus asa."
Kembali Bram tersenyum mengejek pada kyai Rohim.
"Tetapi apakah kamu mampu seperti dia menyerahkan calon istri mu pada orang lain saat ajal datang menjemput?"
Kini giliran kyai Rohim yang tersenyum. Jika dari tadi Kyai Rohim masih mencoba cukup sabar menghadapi kesombongan Bram namun tidak kali ini. Bram dibuat malu karena ia sempat berpikir tentang wajah bahagia Amir ketika terjun bebas dari tebing jurang itu ketika terlepas dari tangan nya.
Bram memijat pangkal hidungnya seolah kepalanya terasa pusing. Bram bingung bagaimana kyai Rohim tahu apa yang ia alami bahkan jika Bram masih heran dan terus terbayang akan senyum bahagia Amir, ketika Amir lepas dari genggaman tangan nya. Bram lalu mengangkat kepalanya dan membenarkan posisi duduknya.
"Saya ingin melihat seperti apa wanita yang anda tawarkan kepada saya itu pak kyai."
Kata-kata Bram membuat kedua orang tuanya melongo tak percaya, begitu pun dengan Bu Lukis. Hal ini membuatnya merasa sangat senang. Ia berharap gadis yang ditawarkan pak kyai ini mampu meluluhkan hati anak sulungnya yang hampir menginjak usia 35 tahun.
Sebuah pintu dibuka dan terlihat seorang wanita yang berumur hampir sama dengan kyai Rohim. Wanita itu menundukkan kepalanya ke arah keluarga pak Erlangga.
Sedangkan Burhan masih duduk bersimpuh di depan pintu dengan kepala yang tertunduk.
"Umi, panggilkan Ayra kemari dan suruh dia buatkan teh untuk tamu kita ini."
Kyai Rohim menatap istrinya yang baru saja duduk di sebelah kyai Rohim.
"Nggeh Abi."
"Ayra jadi nama gadis itu Ayra."
Bram bergumam dalam hatinya.
Wanita itu berjalan meninggalkan ruangan itu namun tidak seperti Burhan tadi. Wanita itu berjalan seperti biasa tidak seperti Burhan tadi. Membuat Bram menyimpulkan jika wanita itu pasti istri dari kyai Rohim.
Setelah kepergian Istri kyai Rohim, Bram seolah ingin memanfaatkan kondisi agar menguntungkan dirinya.
"Bagaimana jika gadis itu tidak setuju dengan lamaran ini pak kyai?"
Kyai Rohim kembali tersenyum hal yang dari tadi membuat Bram merasa jengkel karena selama ini tidak ada orang yang berani berbicara padanya dengan tingkah seperti pak kyai Rohim. Bram merasa senyum kyai Rohim adalah senyum ejekan.
Padahal kyai Rohim adalah seorang ulama yang murah senyum. Beliau bahkan hampir tidak pernah marah. Marahnya beliau adalah diam nya beliau.
"Kita akan dengar sendiri apa jawabannya bahkan istri saya tadi belum tahu apa yang barusan kita bicarakan. Keputusan tetap sama semua tergantung anda nak Bram. Jika anda menerima lamaran saya tadi berarti anda akan menikahi nya hari ini juga di pesantren ini."
Bram semakin merasa geram karena seolah terus di desak oleh kyai Rohim. Entah mengapa jika ia biasanya bisa bersikap arogan dan kasar kepada orang yang membuatnya tersudut namun tidak kali ini.
Kali ini seolah ada rasa segan pada kyai Rohim, perasaan pertama yang ia miliki selain rasa hormat kepada kedua orang tuanya dan neneknya.
"Terima saja Bram, daripada sama wanita tadi! mama tidak Sudi punya menantu wanita tadi. Atau kamu menerima perjodohan kamu dengan Helena?"
Bu Lukis akhirnya merasa jengkel karena putra nya dari tadi seolah selalu menghindar. Belum lagi mengingat kejadian ketika melihat wanita yang Bram bilang pacarnya. Mereka menjalani LDR selama 3 tahun. Anak nya ini sudah berkali-kali ia jodohkan dengan gadis-gadis yang ia kenal namun tidak satu pun dilirik oleh putranya itu.
Bram yang mendengar ibunya untuk menerima santri itu atau Helena membulatkan kedua netra yang berada di bawah kedua alis tebal dan hitam. Helena gadis yang sangat manja dan sangat perfeksionis itu akan sangat membuat Bram tidak nyaman.
Bagi Bram bukan hanya cantik untuk menaklukkan hatinya tetapi yang paling penting adalah hatinya bisa merasakan kenyamanan dan ketenangan ketika bersama wanita itu. Namun Helena jauh panggang dari api. Mendengar nama Helena saja Bram sudah merasa malas.
"Sekarang pokok nya kamu pilih Helena atau gadis ini nanti. Kalau tidak mama mau pindah ke Amrik lagi saja."
Bu Lukis mengancam sang putra yang terlihat masih diam tanpa respon.
"Ma, ini pernikahan bukan beli baju. Aku tidak mau menikah dengan sembarang wanita."
Bram mencoba membela diri namun kembali harus terdiam ketika pak Erlangga yang biasa dipanggil Rangga oleh relasi bisnis nya itu bersuara cukup tegas pada Bram.
"Jadi Shela itu bukan wanita sembarangan? Shela itu pilihan kamu kan? Ayolah Bram kita lihat dulu santri pak kyai ini."
Tiba-tiba pintu terbuka dan muncul istri kyai Rohim diikuti satu wanita yang mengenakan jilbab putih cukup panjang menutupi bagian dada dan gamis putih yang cukup besar hingga tak tampak lekuk tubuh gadis itu. Tampak hiasan tipis di wajahnya.
Wanita berbaju putih itu membawa nampan yang berisi 3 cangkir teh dan satu cangkir kopi.
Namun wajah itu tak dapat terlihat jelas oleh keluarga pak Erlangga karena gadis itu terus menunduk bahkan ketika meletakkan teh itu diatas meja, gadis yang mengenakan pakaian gamis itu berjalan dengan ketua lutut nya dan masih menunduk. Selesai meletakkan 3 gelas teh dan 1 gelas kopi ke arah kyai Rohim, gadis itu berjalan mundur masih dengan lututnya dan tanpa memunggungi kyai Rohim.
"Nduk.... Kemari."
Suara Kyai Rohim terdengar cukup tenang. Menghentikan pergerakan gadis itu.
Gadis itu berjalan ke arah kyai Rohim masih dengan wajah yang tertunduk dan masih dengan kedua lututnya ia maju ke arah kyai Rohim.
Buk Lukis melihat gerak gerik gadis itu langsung jatuh hati karena menurut nya gadis yang langka di zaman sekarang. Seorang gadis mampu begitu patuh kepada orang tua. Bahkan begitu pemalu, jangankan menatap melirik Bram dan kedua orang tuanya pun gadis itu tidak lakukan.
Selama ini jika bu Lukis mengenalkan Bram pada gadis-gadis pasti para gadis itu sudah tergila-gila karena ketampanan anak sulungnya itu.
Begitu pun pak Erlangga, pak Erlangga pun langsung merasakan cocok dengan gadis yang ditawarkan untuk menjadi istri Bram hingga ayah dari Bram ini berpikir keras untuk kali ini tidak boleh ada penolakan dari Bram.
Berbeda dengan suami istri itu Bram merasa jengkel karena bagaimana bisa kyai Rohim ingin ia menikah dengan gadis itu. Gadis yang terlihat sangat tidak modis, sangat sederhana serta wajahnya pun masih belum terlihat sudah dianggap memiliki kecantikan yang jelek menurut Bram. Bagi Bram hanya wanita yang berwajah tidak menarik yang tidak berani mengangkat wajahnya dihadapan orang lain.
Ketika gadis itu sudah duduk di sebelah istri kyai Rohim yang biasa di panggil Umi Laila oleh para santri disana.
"Nduk, kamu sudah mendengar berita tentang calon suami mu?"
Suara Kyai Rohim hati-hati.
"Sudah Abi."
"Kamu tidak bersedih?" Tanya Kyai Rohim.
"Setiap yang bernyawa di dunia ini pasti akan menghadapi dan merasakan yang namanya kematian. Tidak ada yang kekal abadi di dunia ini dan semua yang kita nikmati, miliki, saat ini hanyalah titipan. Termasuk orang yang sangat-sangat kita cintai dan sayang pun, akan pergi meninggalkan kita. Sedih yang berlarut hanya akan membawa kita pada keputusasaan. Bukan kah hal itu yang Abi ajarkan kepada kami ketika menghadapi musibah?." Suara gadis itu begitu lembut jawaban nya lugas dan tegas namun yang membuat Bram heran wanita itu tidak mengangkat kepalanya hingga wajah gadis itu masih tertunduk.
Pak Erlangga dan istri yang biasanya kurang suka jika ada yang menceramahi kali ini manggut-manggut mendengar jawaban sang gadis tanda setuju dan kagum mendengar jawaban dari gadis itu.
"Jika ada yang Abi anggap pantas menggantikan Amir untuk menikahi mu hari ini, apakah kamu akan menerimanya Nduk?"
Kyai Rohim menyeruput kopinya sebelum bertanya kepada gadis itu.
"Apapun yang menjadi keputusan Abi, saya manut. Saami’na Wa Atho’na ya Abi."
"Angkat wajah mu nduk, calon suami mu dan kedua orang tuanya ingin melihat wajahmu. Namanya Ayra Khairunnisa putri dari almarhum adik lelaki ku."
Kyai Rohim memperkenalkan Ayra pada keluarga pak Erlangga.
Ayra mengangkat pelan wajahnya hingga dapat dilihat jelas oleh pak Erlangga dan buk Lukis. Sulung Pak Erlangga bahkan mengakui kecantikan Ayra walau bibirnya tertutup rapat.
"Cantik."
Satu kata yang bersamaan diucapkan oleh Bu Lukis dan Bram. Namun Bram menyebutkan satu kata itu dihatinya bukan di bibir seperti Bu Lukis hingga terdengar oleh semua yang ada diruangan itu.
soalnya saya banyak kenal orang dari berbagai daerah meskipun pernah mondok, tp tidak sedetail itu tau tentang najis
mau komen keseeell.. ternyata udah ada yg mewakili😆