Beni Candra Winata terpaksa menikah dengan seorang gadis, bernama Viola Karin. Mereka dijodohkan sejak lama, padahal keduanya saling bermusuhan sejak SMP.
Bagaimana kisah mereka?
Mari kita simak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Agresif
Beni menatap istrinya dari ujung kepala hingga kaki, wajahnya mengukir sebuah senyuman yang penuh arti. Ia melangkahkan kaki menuju di mana Viola sedang merapikan rambutnya.
"Ben, mau apa lo?" tanya Viola, memundurkan dirinya ketika Beni berusaha mendekatinya.
"Lo mau nyoba goda gue! Pakaian seperti ini sangat menjijikkan." Beni meraba tubuh Viola bagian punggung belakang.
Beni menarik tubuh Viola ke dalam pelukannya, hingga tubuh mereka saling bersentuhan tanpa ada penghalang. Ia terpancing dengan kemulusan tubuh Viola, lekuk tubuhnya terlihat sangat menggoda.
"Lepaskan gue, Ben!" teriak Viola.
"Kurang keras, Sayang. Coba teriak lagi." Beni semakin mempererat pelukannya, sehingga Viola merasakan tekanan keras sebuah benda.
Tangan Viola berhasil meraih sebuah pot bunga hias yang terbuat dari plastik, dengan keras ia memukul kepala Beni hingga mengeluarkan darah. Viola menjadi sangat panik, hingga pingsan sendiri.
Beni mengusap kepalanya, hanya sedikit darah yang keluar. Ia segera menghubungi dokter pribadinya, agar mengobati kepalanya yang terluka.
"Dasar ceroboh!" umpat Beni, menggendong tubuh Viola, membawanya ke atas ranjang.
Tak lama kemudian dokter datang, setiap Beni membutuhkan pertolongan dokter selalu meminta temannya mengantikan pekerjaannya. Bagi Dokter Rio panggilan dari Beni adalah suatu penghormatan untuknya.
Luka di kepala Beni hanya membutuhkan sedikit perban, karena tidak terlalu parah. Hanya saja darahnya menetes sedikit ke muka.
"Tuan, luka sekecil ini saja Anda membuat saya meninggalkan pasien," kata Dokter Rio, setelah selesai mengobati Beni.
"Sudah tugasmu menjadi dokter keluarga Mandala, siap dibutuhkan sewaktu-waktu." Beni tersenyum tipis.
"Ada lagi, Tuan?" tanya Dokter Rio penuh kesabaran.
Beni menyuruh dokter segera pergi dari rumahnya, sebelum Viola sadar dari pingsan. Ia lalu kembali ke kamarnya lagi, melihat keadaan Viola yang masih memejamkan matanya.
Terlintas ide jahil untuk membuat istrinya jera menggunakan pakaian seksi, Beni melepaskan semua kain yang menempel di tubuh Viola lalu menutupnya dengan selimut. Ia juga melepas kemeja, kemudian merebahkan diri di sebelah istrinya.
Tengah malam Viola terbangun, memegang kepala yang sedikit pusing. Ia berusaha bangkit dari ranjang, tetapi terkejut melihat tubuhnya polos tanpa sehelai kain. Pakaian yang digunakan tadi berceceran di lantai.
"Beni!" teriak Viola.
"Lo mau goda gue lagi! Masih belum puas?" tanya Beni, tersenyum penuh arti.
Tangis Viola seketika pecah, ia menyesal sudah menggoda laki-laki yang ternyata normal. Ia mengira masa depannya sudah hancur, kesuciannya direnggut oleh orang yang tidak pernah mencintainya.
Viola menyuruh Beni keluar dari dalam kamar, ia tidak mau melihat wajah suaminya. Saat ini Viola merasa membutuhkan ketenangan, ia memilih menyendiri di dalam kamar.
"Semua gara-gara Rani dan Desy. Mereka keterlaluan," batin Viola.
Jika menyalahkan Rani dan Desy tentu saja tidak benar, karena semua atas kemauan sendiri. Beni juga tidak sebodoh yang ia kira, mempunyai berbagai cara untuk memanfaatkan situasi.
Menyesal tidak ada gunanya, Viola menghapus air matanya. Ia harus melanjutkan perjuangannya, untuk membuat Beni jatuh cinta. Viola menggunakan pakaiannya kembali lalu keluar dari dalam kamar, mencari keberadaan Beni. Ternyata, suaminya sedang duduk di kursi dekat kolam sambil menghisap sebatang rokok.
"Ben, gue lupa permainan kita semalam seperti apa," ucap Viola, mendudukkan diri di atas pangkuan Beni.
"Sangat liar," bohong Beni, menghembuskan asap rokok ke wajah Viola.
Sebagai ungkapan permintaan maaf, karena sudah memukul Beni. Viola mengusap lembut wajah tampan Beni, ia memberikan sebuah kecupan di bibir sang suami. Tangannya meraba dada bidang Beni, tetapi langsung dicekal oleh Beni.
"Apa yang lo lakukan!" seru Beni menatap tajam Viola.
"Aku ingin kita menjalani kehidupan seperti pasangan suami istri lainnya, saling mencintai dan menyayangi satu sama lain. Rasanya bosen hidup dalam pertengkaran," kata Viola berharap Beni menyetujuinya.
"Aku!" Beni terkekeh pelan.
"Iya, sudah saatnya kita bicara dengan bahasa yang formal." Viola sebenarnya takut berbicara seperti ini.
"Oke! Aku setuju," kata Beni.
Wanita bagi hanya sosok yang merepotkan, ia sengaja mengikuti permainan Viola. Selain untuk melihat sampai mana perjuangan Viola bertahan menjalani kehidupan dengannya, ia juga berharap ada rasa cinta tumbuh seiring berjalannya waktu.
Bukan berarti Beni percaya sepenuhnya dengan Viola, ia akan tetap menyelidiki apa yang sebenarnya Viola rencanakan. Menurutnya sikap Viola yang tiba-tiba berubah, terkesan janggal.
"Ben, aku mau tidur dulu," kata Viola, turun dari pangkuan sang suami.
"Hem," sahut Beni.
Ketika berjalan, Viola menghentikan langkahnya melihat ke arah Beni. Ia berharap suaminya mengikutinya masuk ke dalam kamar, tetapi ternyata tidak. Sikap Beni masih dingin, bahkan melihatnya pun tidak.
Pagi hari ketika Beni akan berangkat bekerja, Viola mengantarkan sampai di depan pintu. Ia juga membawakan tas kerja Beni, dan merapikan dasinya.
"Aku berangkat dulu. Jangan pergi ke mana-mana," ucap Beni, melangkahkan kaki menuju ke mobilnya.
"Ben, tunggu!" teriak Viola.
Beni menghentikan langkahnya, ia menunggu Viola mendekat lalu bertanya ada apa sebenarnya.
"Ben, kamu belum cium aku," ucap Viola.
Mata Beni membelalak tidak percaya, dalam waktu singkat Viola menjadi lebih agresif dan tidak sungkan menyentuhnya.
"Ayo lakukan! Jangan diam saja," kata Viola, mengerucutkan bibirnya.
"Pejamkan matamu," pinta Beni.
"Aku tidak mau, nanti kamu bohong lagi," ujar Viola.
Terpaksa Beni mengecup lembut kening Viola, layaknya seperti pasangan suami istri lainnya. Keduanya terlihat mesra dan sangat serasi, hingga membuat tetangga Beni tercengang melihatnya.
Di mata orang lain, Viola memang sangat cantik apalagi setelah mengubah penampilannya. Begitu juga dengan ketampanan Beni, membuat wanita yang melihatnya bisa langsung jatuh cinta.
"Aku berangkat dulu," pamit Beni lagi.
"Ehmm ... Boleh minta uangnya?" Viola menengadahkan telapak tangannya ke arah Beni.
Beni langsung memberikan sebuah kartu, agar Viola bisa berbelanja dan membeli apa yang diinginkan. Masalah uang, Beni tidak pernah bersikap pelit kepada siapa saja. Selama dirinya mampu dan mempunyai, ia langsung memberi.
Berhubung dilarang pergi, Viola memanggil kedua sahabatnya untuk datang ke rumah setelah suaminya berangkat ke kantor. Ia sudah tidak sabar menceritakan apa yang terjadi tadi malam.
Rumah Rani dan Desi jaraknya tidak begitu jauh, sehingga mereka berdua cepat sampai di rumah Beni.
"Vio, berhasilkan ide kita?" ucap Desy menatap penuh tanya.
"Gue udah bukan gadis lagi," kata Viola menyenderkan kepalanya di sofa.
Rani dan Desy saling menatap bahagia, mereka merasa senang, bisa berhasil membuat Beni dan Viola tidur bersama. Mereka berdua berbisik pelan, memberikan ide selanjutnya untuk membuat Beni semakin terpikat dengan Viola.
Akan tetapi, Viola tidak yakin rencana kali ini bisa berhasil. Beni masih bersikap cuek, belum sepenuhnya terbuka.
"Rasanya semalam gimana, Vio?" tanya Rani, penasaran dengan malam pertama sahabatnya.
Viola langsung terdiam, karena tidak merasakan apa-apa. Ia hanya teringat ketika memukul Beni lalu pingsan.
musuh jadi cinta😍😍😍🥳🥳🥳🥳