Teror mencekam menyelimuti sebuah desa kecil di kaki gunung Jawa Barat. Sosok pocong berbalut susuk hitam terus menghantui malam-malam, meninggalkan jejak luka mengerikan pada siapa saja yang terkena ludahnya — kulit melepuh dan nyeri tak tertahankan. Semua bermula dari kematian seorang PSK yang mengenakan susuk, menghadapi sakaratul maut dengan penderitaan luar biasa.
Tak lama kemudian, warga desa menjadi korban. Rasa takut dan kepanikan mulai merasuk, membuat kehidupan sehari-hari terasa mencekam. Di tengah kekacauan itu, Kapten Satria Arjuna Rejaya, seorang TNI tangguh dari batalyon Siliwangi, tiba bersama adiknya, Dania Anindita Rejaya, yang baru berusia 16 tahun dan belum lama menetap di desa tersebut. Bersama-sama, mereka bertekad mencari solusi untuk menghentikan teror pocong susuk dan menyelamatkan warganya dari kutukan mematikan yang menghantui desa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Sabina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pantangan yang Dilanggar dan Konsekuensinya
Musik klub berdentum keras, lampu neon memantul di wajah para pengunjung. Mr. Robert, masih mencoba terlihat santai, melangkah lebih dekat ke Atna, senyum liciknya semakin tebal.
“Come on, Atna, let’s have fun…” ucapnya dengan aksen bule, mencoba meraih tangannya.
Namun begitu tangannya hampir menyentuh Atna, tubuhnya tiba-tiba tersentak, langkahnya berhenti seketika. Napasnya tersengal, bulu kuduknya berdiri, dan wajahnya berubah pucat.
Aura susuk Atna yang memancar kuat dan energi pocong bersusuk yang ikut mengawasinya menciptakan efek yang tak bisa dijelaskan: Mr. Robert merasakan hawa dingin menusuk hingga tulang, sementara kepalanya dipenuhi bisikan samar yang membuatnya gemetar.
“W-what… what is happening?” gumamnya terbata-bata, matanya membelalak melihat bayangan samar di tepi klub—balutan kain putih lusuh yang bergerak di sudut pandangannya, seperti menunggu kesempatan.
Ia mencoba melangkah maju, tapi kakinya terasa berat, seolah tertahan oleh sesuatu yang tak terlihat.
Atna menatap Mr. Robert dengan dingin, tubuhnya tegap, aura susuk berdenyut kuat, membentuk perisai gaib.
Tanpa harus mengucapkan kata, energi itu menekan Mr. Robert, membuatnya mundur beberapa langkah, gemetar, dan akhirnya hampir terjatuh.
Beberapa pengunjung yang berdiri dekat mereka merasakan hawa dingin aneh, tapi mengira itu hanya efek AC atau lampu. Hanya Mr. Robert yang merasakan kengerian nyata—sesuatu yang asing baginya, sesuatu yang tak pernah ia pelajari atau alami di negaranya.
Atna hanya tersenyum tipis, tetap tenang. “Kalau mau dekat, pelajari dulu aturan mainnya,” bisiknya pelan, hampir tak terdengar di tengah musik klub.
Tubuhnya masih diliputi aura susuk, menahan setiap niat agresif Mr. Robert, sementara pocong bersusuk yang mengintai di tepi malam tetap siap mengawasi.
Bule itu, merasa tubuhnya tak mampu mengendalikan diri, akhirnya menatap Atna dengan campuran takut dan bingung, langkahnya mundur, napas tersengal, dan wajahnya pucat pasi.
Malam itu, energi gaib dan aura susuk Atna membuktikan bahwa siapa pun yang mencoba melewati batas akan merasakan akibatnya—tidak peduli budaya, negara, atau keberanian dunia nyata.
Setelah malam panjang di klub, Atna dan Mr. Robert berada di ruang pribadi yang sunyi. Suasana hening, hanya lampu lembut yang menyorot ruangan. Hubungan mereka selesai, namun Atna merasakan tubuhnya nyeri dan lelah secara luar biasa.
Rasa sakit itu bukan hanya karena fisik, tapi juga karena energi susuk yang menempel padanya bereaksi secara ekstrem. Tubuhnya bergetar, napas tersengal, dan denyut aura susuk terasa semakin kuat, menandakan bahwa energi gaib yang selama ini menemaninya bekerja keras menyeimbangkan ritual dan kontak dengan manusia lain.
Mr. Robert duduk di kursi, tampak lega dan santai, tapi bagi Atna, rasa sakit dan ketegangan di tubuhnya tak tertahankan. Ia menunduk, tangan menekan dadanya, merasakan kombinasi antara kelelahan fisik dan tekanan energi gaib yang tak terlihat.
Dania atau orang lain tidak hadir, sehingga Atna bisa fokus menenangkan dirinya sendiri. Aura susuk yang memancar di tubuhnya kini perlahan mereda, tetapi getarannya masih terasa, seperti peringatan halus bahwa malam itu bukan sekadar hiburan atau urusan duniawi—tapi juga pertarungan energi antara manusia dan kekuatan gaib yang menempel padanya.
Atna menarik napas panjang, menutup mata sejenak, menyadari bahwa tubuhnya yang sakit adalah harga yang harus dibayar setiap kali ia terlibat dengan dunia gelap yang selama ini mengikutinya.
Malam itu menjadi pelajaran keras kekuatan susuk, interaksi dengan orang lain, dan energi pocong bersusuk selalu meninggalkan jejak yang tak bisa diabaikan.
Setelah malam panjang di klub, Atna dan Mr. Robert berada di ruang pribadi yang sunyi. Suasana hening, hanya lampu lembut yang menyorot ruangan. Hubungan mereka selesai, namun Atna merasakan tubuhnya nyeri dan lelah secara luar biasa.
Rasa sakit itu bukan hanya karena fisik, tapi juga karena energi susuk yang menempel padanya bereaksi secara ekstrem.
Tubuhnya bergetar, napas tersengal, dan denyut aura susuk terasa semakin kuat, menandakan bahwa energi gaib yang selama ini menemaninya bekerja keras menyeimbangkan ritual dan kontak dengan manusia lain.
Mr. Robert duduk di kursi, tampak lega dan santai, tapi bagi Atna, rasa sakit dan ketegangan di tubuhnya tak tertahankan. Ia menunduk, tangan menekan dadanya, merasakan kombinasi antara kelelahan fisik dan tekanan energi gaib yang tak terlihat.
Sehingga Atna bisa fokus menenangkan dirinya sendiri. Aura susuk yang memancar di tubuhnya kini perlahan mereda, tetapi getarannya masih terasa, seperti peringatan halus bahwa malam itu bukan sekadar hiburan atau urusan duniawi—tapi juga pertarungan energi antara manusia dan kekuatan gaib yang menempel padanya.
Atna menarik napas panjang, menutup mata sejenak, menyadari bahwa tubuhnya yang sakit adalah harga yang harus dibayar setiap kali ia terlibat dengan dunia gelap yang selama ini mengikutinya.
Malam itu menjadi pelajaran keras kekuatan susuk, interaksi dengan orang lain, dan energi pocong bersusuk selalu meninggalkan jejak yang tak bisa diabaikan.
*
Keesokan paginya, cahaya matahari menembus tirai tipis kamar, menyinari kasur tempat Atna terbaring. Tubuhnya masih terasa sakit dan lelah, nyeri di setiap otot seakan menempel lebih lama dari biasanya. Ia menutup mata, mencoba menenangkan diri, tapi denyut aura susuk masih terasa samar di sekelilingnya.
Hening pagi itu membawa ketegangan tersendiri. Setiap napas Atna diiringi sensasi berat di dada, bukan hanya akibat fisik, tapi juga efek gaib yang masih menempel setelah malam panjang bersama Mr. Robert.
Balutan energi pocong bersusuk di sekitarnya terasa seperti kabut halus, mengingatkannya bahwa dunia gelap itu tak pernah benar-benar pergi, bahkan saat siang datang.
Ia menatap langit-langit kamar, menelan ludah, sambil mengingat kejadian malam sebelumnya—saat tanpa sengaja memakan sate ayam, melanggar pantangan susuk yang menempel padanya.
“Mungkin cuma sakit biasa aja…” gumamnya pelan, mencoba menenangkan diri. Namun tubuhnya seakan menolak, nyeri itu terasa berbeda dari sakit biasa: lebih dalam, menembus tulang, seperti energi gaib menuntut pertanggungjawaban atas pelanggaran yang ia lakukan.
Aura susuk yang biasanya melindungi kini berdenyut halus, memberi peringatan bahwa konsekuensi dari pelanggaran pantangan tidak bisa diabaikan. Atna menarik selimut lebih rapat, menutup mata, berharap rasa sakit perlahan mereda.
Tetapi di dalam hati, ia tahu bahwa malam sebelumnya bukan sekadar kesalahan kecil. Energi yang mengalir di tubuhnya sekarang bereaksi, dan pocong bersusuk yang mengawasi tetap ada di sekelilingnya, meski tak terlihat. Pelanggaran kecil itu sudah cukup membuat tubuh dan pikirannya merasakan efek nyata dari dunia gaib yang ia masuki.
Atna menatap selimut yang menutupi tubuhnya, menarik napas panjang, menyadari bahwa hari ini ia harus berhati-hati: bukan hanya melawan rasa sakit fisik, tapi juga menghadapi konsekuensi gaib yang menempel di dirinya.
*
semoga novelmu sukses, Thor. aku suka tulisanmu. penuh bahasa Sastra. usah aku share di GC ku...
kopi hitam manis mendarat di novelmu