Follow ig author : @Shikuzika97
PLAGIAT! BISULAN SEUMUR HIDUP 🤙🏻😤
Restu Anggoro Wicaksono, seorang pria yang sering kena bully ketiga sahabatnya lantaran dirinya yang belum pernah melakukan hubungan s*xs dengan lawan jenis. Jangankan berhubungan badan, dekat dan sekedar berciuman saja Restu belum pernah.
Hingga suatu malam, ketiga sahabatnya menyeretnya ke klub malam. Menyewakan seorang wanita untuk membantu Restu merasakan pengalaman bercinta.
Namun, pertemuannya dengan wanita malam tersebut, membuat Restu terkesan, terpikat dan tidak bisa melupakannya.
Bertahun-tahun berlalu, Restu masih mencari wanita malam itu. Tapi nihil, wanita tersebut menghilang seperti di telan bumi. Di sisi lain, keluarganya sudah menuntutnya untuk segera menikah.
Akankah Restu bisa menemukan kembali wanita yang ia cari? Ataukah akhirnya dia harus menyerah dan menerima perjodohan yang telah diatur oleh keluarganya?
Yuk, ikuti dan dukung keseruan kisah Restu 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquarius97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Berdua.
Setelah tahu Qiana datang, Restu buru-buru menyelesaikan pekerjaannya. Dan disinilah mereka sekarang, duduk berdua di kantin perusahaan.
Mereka duduk saling berhadapan. Restu mencoba terlihat tenang meski dadanya berdebar tak karuan. Matanya tak bisa lepas dari wajah Qiana yang menurutnya tidak banyak berubah, malah semakin cantik dan manis, sungguh tak akan pernah bosan ia memandang.
Di hadapan mereka sudah tersaji satu gelas es jeruk, satu boba rasa strawberry, semangkuk mi ayam, dan sepiring siomay yang masih mengepulkan aroma gurih.
Kalian pasti sudah tahu kan, siapa yang paling doyan mi ayam? 🤭
Ada rasa bahagia yang sulit dijelaskan. Hati Restu menghangat melihat Qiana yang tampak lebih nyaman saat bersama Angga ketimbang menjadi Restu dengan segala kekayaannya. Sorot mata itu begitu tulus, persis seperti apa yang ia idamkan selama ini. Restu seakan menemukan arti, seseorang yang mampu menerimanya apa adanya, tanpa topeng belaka. Dan kini ia semakin sadar, tak ada lagi jalan pulang. Hatinya sudah berlabuh sejauh-jauhnya, bahkan sejak lama. Sejak tujuh tahun lalu, pada satu nama... Ameena Azalea.
"Cepet makan, Mas. Jangan mantengin Lea mulu... keburu dingin mi-nya," cengir Qiana.
Restu terpaku. Ia ketahuan. Ya bagaimana, sungguh sayang rasanya memalingkan wajah dari wanita di hadapannya. "Ah, iya!" jawab Restu kikuk.
"Lea... sebenarnya..." ucap Restu lagi sambil mengaduk es jeruk menggunakan sedotan, lalu sedikit menyeruputnya.
"Apa, Mas?" Lea menaikkan kedua alisnya, sambil menyantap siomay dengan santai.
"Aku... nggak bisa ngaduk mi-nya, hehe," kata Restu tanpa dosa.
Qiana sedikit terperangah, lalu tertawa kecil. "Ya ampun, Mas... bilang dong dari tadi. Sini, taruh bumbunya dulu, biar Lea adukkin!"
*
*
*
"Nah, sudah. Silahkan makan, Mas. Jangan lupa berdoa dulu!" ujar Qiana sambil menyodorkan mangkuk mi ayam yang sudah ia aduk ke hadapan Restu.
Saat hendak melahap, ia justru mengurungkan niat. Tertegun dengan ucapan terakhir Qiana.
"Dia selalu mengingatkan kepada siapapun." Gumamnya dalam hati, mengingat kemarin Qiana juga melakukan hal yang sama pada Restu.
Perlahan bibirnya terangkat, tersenyum tipis, lalu berdoa dalam hati.
"Lea... sebenarnya selama ini aku selalu mencarimu," kata Restu lirih sambil mulai mengunyah.
Qiana tertegun. Sendok yang ia pegang menjadi tergantung di udara, pandangannya beralih pada Restu. "Benarkah, Mas?" tanyanya pelan.
Restu mengangguk. "Ya... lebih tepatnya selama tujuh tahun aku mencarimu. Sampai aku tidak pernah mau meninggalkan kota Surabaya, karena aku pikir kamu masih di sana," tuturnya lembut.
Bahu Qiana melorot, rasa bersalah mendadak memenuhi dadanya. "Kenapa, Mas?"
"Kamu lupa terakhir kali kamu bilang, kamu mau jadi temanku. Dan kalau ada apa-apa aku bisa cerita sama kamu?" jawab Restu, nada santainya menutupi getar kecil di dalam hati.
"Maaf ya, Mas... Lea nggak bisa tepatin perkataan Lea waktu itu..." ucap Qiana lirih, penuh penyesalan. Tangannya perlahan menggenggam tangan Restu dengan wajah yang terlihat sendu.
Mata Restu spontan melirik genggaman itu, lalu tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, Lea," sejenak ia menghembuskan napas pelan. "Tapi sebenarnya... apa yang membuatmu tiba-tiba pergi dari Surabaya?" ia begitu penasaran.
Qiana terdiam, lalu menghembuskan napas panjang, seolah ada beban berat yang sudah lama ia pikul. "Ada sesuatu yang membuat Lea harus pergi dari sana, Mas... Tapi maaf, Lea belum bisa cerita sekarang," jawabnya pelan.
Restu mengangguk penuh pengertian. "Emmh... tidak apa-apa, Lea. Aku mengerti. Kapan pun kamu siap berbagi, aku akan selalu siap mendengarnya."
"Terima kasih banyak, sudah mengerti Mas. Mas jangan bingung lagi, Lea sudah ada disini. Dan mulai sekarang Lea janji bakal jadi teman Mas, dan siap berbagi keluh kesah. Okeee, hehe." Wajah Lea kembali berubah sumringah, begitu ceria.
Restu tersenyum menatapnya, takjub dengan perubahan cepat wanita di hadapannya.
"Dia benar-benar unik, aku semakin ingin tahu dan lebih mengenalmu, Lea." Batinnya sambil mengangguk pelan.
"Oh ya, Mas... bagi nomor handphone Mas dong.." ucap Qiana sambil menyeruput bobanya.
"Aku... belum punya handphone, Lea. Belum bisa beli, hehe," kilahnya.
Ia baru sadar, sampai lupa menyiapkan ponsel jadul untuk menyempurnakan perannya sebagai Angga.
"Ah, begitu ya? Kebetulan Lea ada tuh, di rumah hape nganggur. Kalau Mas mau, pake aja dulu. Nanti kalau udah gajian beli yang lebih bagus, gimana?" tawarnya tulus.
Restu buru-buru menggeleng. "Tidak usah, Lea. Biar aku nunggu sampai gajian saja." Ucapnya halus, menolak dengan senyum kaku.
Dalam hati ia mengumpat pelan.
"Sial! Apa katanya, gue disuruh pakai hapenya? Astaga... ngebayanginnya aja udah bikin malu. Nggak laki banget kalau sampai kejadian! Lea... kamu tuh gimana sih? Hatimu terlalu lembut, sampai bisa gampang ditipu kalau cowok itu bukan aku. Masak ada cewek rela ngasih modal ke cowok? Gila... kalau bukan aku, kamu udah habis dimanfaatin!"
...ΩΩΩΩΩΩΩ...