Setelah enam tahun menjalani hubungan jarak jauh, Raka dan Viola kembali dipertemukan. Namun cinta tak selalu berjalan mulus, mereka harus menghadapi tantangan dan rintangan yang menguji kekuatan cinta mereka.
Apakah cinta mereka akan tetap kuat dan bertahan, ataukah jarak akan kembali memisahkan mereka selamanya?
"Nggak ada yang berubah. Love only for you, Viola. Hanya kamu..." ~Raka.
🍁🍁🍁
Novel ini merupakan Sequel dari novel yang berjudul 'Sumpah, I Love You'. Selamat menyimak dan jangan lupa tinggalkan jejak. 😇😇😇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : LOFY
Arman segera menghampiri putranya. Memberikan pelukan singkat.
"Putra Papa sudah dewasa sekarang. Kenapa tidak mengabari kalau mau pulang? Kan nanti Papa sama Mama bisa jemput." ucap Arman. Bersikap seolah obrolan tentang perjodohan tadi hanya angin lewat. Dan tidak perlu dibahas dulu untuk saat ini.
"Sengaja, ingin memberikan kejutan saja," jawab Raka. Kali ini giliran Lisa yang memeluknya.
"Kali ini kamu pulang untuk pergi lagi atau..."
"Nggak Ma." Raka memotong cepat. "Kali ini aku akan menetap disini. Mungkin sesekali aku akan pergi ke London untuk mengurus sesuatu, tapi tidak akan sampai menetap lama."
"Jangan-jangan Raka pulang karena gadis itu. Aku harus segera memisahkan mereka berdua, dan memberikan ruang bagi Tiara untuk bisa dekat dengan Raka." batin Arman.
"Ini sudah hampir gelap, kamu naik dan istirahat dulu saja. Nanti Mama akan panggil untuk makan malam." ucap Lisa.
Raka mengangguk. Berjalan menuju ke arah tangga dengan Dafa disampingnya. Sesekali dia mengusili adiknya dengan mengacak rambutnya dan menarik bajunya kebelakang saat adiknya itu berjalan mendahuluinya didepan. Membuat Dafa mendesis sebal.
"Duh, jahil banget sih, Kak!" protes Dafa saat Raka menarik bajunya kebelakang.
"Salah sendiri tadi kamu jahilin kak Vio." Raka memegang gagang pintu, membukakan pintu kamar Dafa ketika mereka sudah sampai dilantai atas. "Udah sana masuk. Jangan lupa mandi yang bersih, biar bau kecoanya hilang."
"Dih, kak Vio kali tuh yang bau kecoa." balas Dafa. "Lucu kan tadi pas lihat pacar kakak joget-joget diatas kursi, ha-ha-ha..."
Raka menggeleng-geleng pelan. Menutup kembali pintu kamar Dafa saat adiknya itu sudah masuk ke dalam sana. Lalu masuk kedalam kamarnya sendiri dan mengamati seisi ruangan. Tidak banyak yang berubah setelah dua tahun lebih dia tidak menempati kamar itu. Tetap bersih dan rapi karena setiap hari Lisa meminta asisten rumah tangga mereka untuk membersihkannya.
Setelah mengeluarkan ponselnya dari saku jaketnya, Raka duduk di tepian ranjang dan menghubungi kekasihnya. Terlihat Viola yang baru selesai mandi dan sedang mengeringkan rambutnya dengan hairdryer saat mereka melakukan video call.
"Aku sudah sampai rumah. Besok pagi aku jemput sekalian aku antar kamu ketempat kerja kamu ya?" ucap Raka.
📱"Oke. Tapi nanti jam sembilan kamu telefon lagi ya? Kamar ini masih asing, aku pasti nggak bisa langsung tidur kalau nggak ada yang nemenin." pintanya dengan nada manja. "Kalau kamu nggak telefon nanti aku minta mama aja buat nemenin."
"Iya, Cantik. Nanti aku video call lagi sampai kamu tidur." jawab Raka.
📱"Oya, papa kamu nggak ngomong apa-apa pas kamu nyampe dirumah tadi?" tanya Viola.
Raka menggeleng, "Enggak tuh, kenapa memang?"
📱 "Hehh... Eng-nggak kok." Viola mengibaskan kedua tangannya. "Ya udah kamu mandi dan istirahat dulu sana, pasti capek kan? Aku juga mau bantuin mama sama mbak Asih dulu dibawah buat nyiapin makan malam."
"Oke, tapi kiss jauhnya mana nih?" pintanya dengan nada menggoda.
📱"Hehh..." wajahnya langsung merona merah. Viola mendekatkan wajahnya ke arah layar untuk memberikan ciuman jauh. "Muuacchh."
Raka meletakkan handphonenya diatas nakas beberapa saat setelah sambungan telefon mereka terputus. Dia berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, berharap akan merasa lebih segar setelah dia mandi nanti.
*
*
*
Tamara menghampiri putrinya yang sedang duduk menonton televisi sendirian di ruang tengah. Leo, putra sulungnya itu sudah pulang sejak tadi sore setelah membantu mereka membereskan barang-barang.
"Vio..." Tamara duduk di samping putrinya. "Berapa biaya sewa rumah ini setahunnya, Nak? Rumah ini lumayan besar, biaya sewanya pasti mahal kan?"
"A-- oh itu..." Viola nampak seperti orang bingung, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Mama nggak usah mikirin tentang biaya sewanya, itu biar jadi urusan Vio aja, Ma." jawab Viola akhirnya.
"Tapi, Nak..."
"Ma." Viola menghela napas panjang. Menggenggam erat kedua tangan Tamara. "Mama nggak usah khawatir, Vio kan kerja. Soal gaji mbak Asih dan pak Wawan nanti akan tetap Vio bayar kok. Dan Vio juga udah minta tolong sama Amel buat nyariin mobil yang harganya murah, supaya nanti mama kalau mau pergi kemana-mana juga nggak bingung."
Tamara mengusap lembut rambut putrinya, dengan air mata yang sudah menggenang di kedua pelupuk mata. "Putri Mama sudah dewasa ya sekarang. Sudah mengerti tentang tanggung jawab."
"Oya, Sayang. Keluarganya Raka... Apa mereka tidak masalah kamu tetap menjalin hubungan dengan putra mereka setelah apa yang menimpa keluarga kita ini?" tanya Tamara.
Viola diam, menundukkan sedikit wajahnya sebelum akhirnya dia mengangkatnya kembali dengan senyuman yang dipaksakan. "Hubungan ini aku dan Raka yang menjalaninya, Ma. Jadi apapun keputusannya ya ada sama aku dan Raka." jawab Viola.
Sengaja dia tidak menceritakan tentang masalahnya pada mamanya karena tidak ingin mamanya ikut kepikiran juga. Kasus tentang papanya sudah cukup membuat mamanya sedih, Viola tidak mau mamanya bertambah sedih jika tahu yang sebenarnya, jika om Arman sebenarnya sudah memberikan peringatan padanya untuk menjauhi Raka.
Tamara mengangguk mengerti. Mereka melanjutkan menonton televisi dengan ditemani obrolan ringan. Hingga ketika jam sudah menunjuk di angka sembilan malam, Viola pamit untuk tidur karena besok dia harus kembali beraktivitas dengan pekerjaan yang sudah menantinya setelah akhir pekan ini dia habiskan untuk pindahan.
*
*
*
Pagi ini suasana rumah kembali ramai setelah kepulangan Raka ke rumah. Meja makan yang biasanya hanya ada mereka bertiga kini kembali berempat. Sengaja Lisa bangun lebih awal dari biasanya untuk membantu menyiapkan makanan untuk sarapan. Sejak kepergian Raka ke London, Lisa memang mulai jarang menginjakkan kakinya di dapur. Urusan dapur dia serahkan pada asisten rumah tangganya.
"Raka, kamu mau Mama masakin apa buat makan siang nanti Sayang?" tanya Lisa dengan antusias.
"Apa aja, Ma. Apapun yang Mama masak pasti enak rasanya, " jawab Raka. "Oya, kapan-kapan aku ajak Viola main kesini ya, Ma? Buat nyobain masakan Mama lagi. Vio pasti seneng."
Lisa dan Arman saling menatap.
"Oh-- I-iya, Sayang. Mama juga kangen sama Vio, udah lama juga nggak ketemu," jawab Lisa berusaha bersikap setenang mungkin.
"Habis ini aku mau keluar ya, Ma. Mau jemput Vi..."
"Raka." Arman segera memotong ucapan putranya. "Hari ini kamu dirumah aja kan? Papa mau minta tolong sama kamu. Boleh ya?"
"Minta tolong apa, Pa?" tanya Raka.
"Habis sarapan kamu tolong jemput anaknya teman Papa ya dirumahnya. Nanti Papa kasih alamatnya." pinta Arman. "Dan tolong antarkan dia ke kantor Papa. Dia bilang pengen belajar soal bisnis sama Papa kamu ini. Kalau belajar sama papanya malah nggak fokus katanya,"
"Tapi, Pa, aku harus..."
Arman meletakkan sendok dan garpunya dengan sedikit kasar sebelum Raka menyelesaikan kalimatnya. Meletakkan kedua sikunya diatas meja dengan saling mengeratkan kedua jari-jari tangannya untuk menopang dagunya.
"Ini urgent, Raka. Jadi tolong jangan bantah Papa ya?"
...♥️♥️♥️...
.covernya kelar juga akhirnya👏👏
aaah bapak nya Raka pasti ini...
pengen sleding si papa 😠😠😠😠😠
so sweet 😍😍😍😍
sosor terus Raka, tunjukan klo di hati kamu hanya Viola satu satu nya...
kalian udah sama sama dewasa bukan anak SMA lagi yang marahan atau ada masalah malah lari...
hadapi bersama sama... apalagi masalah si Arman itu,selagi Raka gak berpindah hati pasti kamu tetap satu satu nya Vio