Dean Willis Granger cucu dari pemilik Rumah Sakit ternama Gr.Hospital. Menjadi cucu laki - laki satu - satunya dan belum menikah, membuat pria itu menerima beban tuntutan dan harus menerima akan perjodohan yang telah di atur sang kakek.
"ck ini sudah zaman modern tidak perlu perjodohan atau semacamnya" tolaknya dengan santai seraya memakai jas nya.
"Tidak, besok acara makan malam. Tidak ada penolakan Dean" ketusnya yang berlalu meninggalkan cucunya yang mematung.
***
Pertemuan dengan keluarga Ashton nyatanya merubah sudut pandang Dean. Gadis Nakal yang dia temui tempo lalu di sebuah bar nyatanya adalah calon adik iparnya. Sifatnya bertolak belakang dari saat pertama kali bertemu.
"Naomi, masih ingat denganku?" Kedua alisnya terangkat dan memberikan seringainya.
"S-siapa? Mau apa memgikutiku hah? Kau ini calon suami kak Grace!" memberikan ultmatum.
"Aku tidak berselera tidur dengan pria yang usianya lebih tua dariku" ejek Dean menirukan kalimat yang pernah diucapkan Naomi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jeonfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memberikan Peluang
*tok tok tok*
"Iya silahkah masuk !" ucap Dean yang berada di ruangannya. Dia memanggil salah satu manager Rumah Sakit yang merupakan staff senior yang bekerja lebih dari satu dekade di Rumah Sakit ini.
"Permisi presdir memanggil saya?" Tanyanya dengan sopan. Dean tersenyum dan mengarahkan untuk duduk di sofa dengan arahan gerakan tangan.
"Maaf sudah mengganggu jam pekerjaan anda, saya memanggil kesini karena ada hal yang ingin saya tanyakan" ucap Dean dengan pembawaan yang santai, bersandari pada sofa dan meletakkan tangannya di bagian kanan sofa.
"Tidak tuan, silahkan saja" tuturnya dengan ramah.
"Begini, saya tadi mengecek website dan media sosial Rumah Sakit. Postingan yang diunggah terakhir sekitar empat hari yang lalu. Sekarang zaman yang serba memakai digital, informasi di media sosial memudahkan khalayak umum. Saya menginginkan setidaknya lebih aktif lagi guna memberikan informasi pelayanan atau program Rumah Sakit. Begitu juga dengan desain yang menarik dan meningkatkan pembaca" tutur Dean mengungkapkan gagasan yang dia ingin wujudkan.
"Terkait itu memang kita tidak memiliki staff IT khusus untuk media sosial sehingga frekuensi aktif terbilang jarang. Kami belum sempat mengadakan perekrutan jika dalam waktu dekat karena mengurus para relawan yang akan berangkat" tutur kepala manager tersebut dengan membeberkan alasannya.
"Iya, saya mengerti. Menyiapkan sarana dan prasarana dan mengecek lokasi juga dilakukan lebih dari sekali untuk hasil yang terbaik. Saya memiliki saran biar saya saja yang mencarinya. Mungkin hanya bersifat sementara tapi setidaknya untuk saat ini bisa mengambil tugas untuk itu" tutur Dean yang menjelaskan tujuannya.
"Ah iya maaf tuan sudah merepotkan" tutur kepala manager yang merasa tidak enak.
"Tidak apa - apa, kebetulan saya memiliki kenalan dan berada di bidang yang dibutuhkan" tutur Dean dengan senyum tipisnya.
Setelah pembicaraan tadi di taman kota, Naomi menyetujui jika memang ada tawaran dia ingin mengambil itu. Walaupun statusnya hanya staff magang atau trainee, tapi setidaknya bisa mengisi waktu sampai dia menerima pekerjaan yang dia lamar.
***
"Apakah dr.Zayn juga akan menjadi relawan di sana?" Tanya Grace seraya berjalan beriringan.
"Hmm.. aku tidak berniat untuk ikut pada awalnya. Tapi sepertinya sesuatu dalam diriku ini mendorongku untuk ikut kembali pada kegiatan itu" tutur Zayn yang menanggapi.
Empat tahun yang lalu Dr.Zayn pernah mengikuti kegiatan menjadi relawan di salah satu negara yang terdampak bencana gempa bumi.
Sekarang setelah empat tahun berlalu, dia akan menjadi relawan juga di sebuah negara yang terkena dampak krisis air dan kelaparan. Cukup membuatnya terdorong untuk memiliki pengalaman baru.
"Pasti sangat menyenangkan bukan. Sampai kedua kalinya dr.Zayn ingin ikut serta" tutur Grace menanggapi.
"Ya, sangat. Manager Grace sendiri alasan apa yang mendasari ikut dalam tim staff relawan"? Tanyanya pada Grace yang dia ketahui turut dalam daftar nama - nama staff yang bertanggung jawab akan data pelaporan beserta sarana dan prasarana di sana.
"Hmm.. ini pertama kalinya saya ikut dalam kegiatan yang berskala besar antar negara. Pasti akan menjadi pengalaman berharga. Saya juga memahami jika manager - manager disini memiliki kesibukan dengan keluarganya. Saya yang menyadari keleluasan waktu memilih mengajukan diri" tuturnya memberikan penjelasan akan keinginannya yang mengajukan diri masuk ke dalam daftar tersebut.
"Hmm.. alasan yang cukup bagus. Menjadi relawan Itu juga sesuatu hal yang mulia" Ucap dr.Zayn menanggapi.
"Iya, saya berfikir juga demikian. Kalau begitu saya permisi pulang terlebih dahulu, kebetulan saya memiliki janji dengan adik saya" jawab Grace menanggapi dan menghentikan langkahnya ketika sampai di depan lift.
"Iya silahkan. Hati - hati di jalan" ucap dr.Zayn yang menyahuti. Dia masih harus pergi ke ruangan pemeriksaan dan mengecek data lanjutan yang harus segera dia rampungkan.
***
"Aku sudah menandatangani surat cerainya. Aku sudah cukup mengikuti apa yang ayah mau selama ini" tutur pria berusia empat puluh tahunan menyodorkan berkas perceraiannya dengan wanita pilihan ayahnya.
Pernikahan yang terjalin belasan tahun tanpa rasa cinta. Pernikahan yang terjadi akibat perjodohan harus berakhir dengan perceraian. Nyatanya anak yang dia miliki dari pernikahannya bukanlah darah dagingnya.
Pria tua yang duduk dengan tongkat ditangannya mengambil berkas tersebut dengan kekehan senyumnya. Kacamata yang hampir terjatuh dia pasang kembali oleh satu tangannya, sementara tangan yang satunya menarik kertas tersebut untuk lebih dekat dalam jangkauan penglihatannya.
"Apa yang kamu mau sekarang Yoshi?" Tanya pria tua yang sudah renta melihat putranya yang tengah bernegosiasi.
"Aku ingin mengambil anakku" tegasnya dengan sorot matanya yang tajam.
"Bukankah kau sudah menandatangani perjanjian itu untuk tidak mengganggunya di masa depan?" Tawa renyah keluar dari bibir pria tua itu. Mengejek putranya.
"Aku tidak pernah menandatangani berkas itu. Ayahlah yang melakukan semuanya. Aku harus berpisah dari anakku, darah dagingku. Bahkan ketika tes DNA itu keluar ayah tidak mengizinkanku mengambilnya." Ucapnya dengan mulai terbata - batanya, matanya mulai memerah menahan tangis yang sudah sering dia pendam.
"........"
"Aku sudah cukup kehilangan wanitaku untuk selama - lamanya. Tapi aku tidak mau kehilangan putriku. Dia satu - satunya yang aku miliki" tuturnya dengan air mata yang sudah tidak bisa lagi dia tampung.
Kepalan tangannya yang sudah memerah menahan segala emosi yang bercampur. Dia berhadapan dengan orang tua satu - satunya yang dia miliki, pria paruh baya yang menata paksa jalan hidupnya. Di satu sisi dia masih memegang attitude kepada ayahnya, di satu sisi ada hati kecilnya yang menjerit karena tidak bisa bersama dengan putri satu - satu. Buah cinta dari percintaannya dengan kekasih semasa kuliahnya di London.
***
"Menurut kakak bagaimana? Aku menerima tawaran kak Dean atau tidak?" Tanyanya dengan berbaring tengkurap di ranjang kamar kakaknya.
Dia menemani kakaknya yang sibuk dengan laptopnya. Menyelesaikan pekerjaan yang dia bawa dari Rumah Sakit. Grace sedikit merenung, dia tidak mengetahui jika di Rumah Sakit sedang mengadakan lowongan untuk tim media.
Setidaknya ini seharusnya ada di pembahasan ketua manager dalam rapat. "Kakak terserah kamu saja Naomi. Jika kesempatannya bagus ya ambil saja!" Tutur Grace.
"Iya sih kak, kak Dean juga mengatakan ini untuk selingan selagi menunggu panggilan kerja. Hmm.. aku akan fikirkan dulu" jawabnya dengan menggulingkan tubuhnya menjadi terlentang. Menatap atap kamar Grace yang bernuansa warna violet.
Naomi sangat dekat dengan kakaknya, sesekali dia menginap di kamar kakaknya. Seperti sekarang, saat dia akan pergi ke apartement baru Jeanne, dia menyempatkan untuk mengantarkan kakaknya menggunakan taxi ke Rumah Sakit.
"Baik - baik ya Naomi, jangan lupa untuk bantu Jeanne jika dia membutuhkan jasamu." Tutur Grace memberikan nasehatnya.
Naomi memahami dengan patuh dan menganggukkan kepalanya. Keduanya tengah mengobrol di samping pintu mobil taxi yang terparkir di dekat halaman Gr.Hospital.
"Kakak juga semangat bekerja ya. Kalau begitu aku pergi dulu" ucap Naomi dengan melambaikan tangannya dan diiringi senyum riangnya.
Grace menunggu hingga taxi tersebut tak lagi dalam jangkauannya.
"astaga" kagetnya ketika berbalik dan berniat memasuki Rumah Sakit, seorang pria berdiri tepat dihadapannya.
"dr.Zayn? Selamat Pagi" ucap Grace yang menyapa terlebih dahulu. "Hmm selamat pagi juga manager Grace. Tadi siapa yang menaiki taxi? saya melihat dari kejauhan" Tanya dr.Zayn memastikan, dia merasa pernah bertemu dengan gadis yang baru saja dia lihat.
"Oh itu Naomi adikku" jawab Grace yang menanggapi.
"Adik?" Zayn mengerutkan keningnya hingga kedua alisnya menyatu.
"Apakah dia gadis yang sama yang cidera dan ada di ruangan presdir tempo lalu?" Pertanyaan yang muncul dengan sendiri dalam benaknya masih membutuhkan jawaban.