Sering di-bully, hingga dikirim ke ruangan seorang dosen yang dikenal aneh, dia masuk ke dalam sebuah dunia lain. Dia menjadi seorang putri dari selir keturunan rakyat biasa, putri yang akan mati muda. Bagaimana dia bertahan hidup di kehidupan barunya, agar tidak lagi dipandang hina dan dibully seperti kehidupan sebelumnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Memasak Serangga
"Ya Dewa, kekuatan ku sama sekali belum bangkit, badanku juga sangat kecil, apa aku akan mati kecil bukan mati muda!" Putri Laeouya cemas, memilih memejamkan matanya.
Cukup lama dia memejamkan mata, namun tak terjadi apa-apa, hingga dia merasa tubuhnya terangkat. "Oh tidak, apa aku sudah ditelan ular raksasa itu hidup-hidup?"
Tubuhnya terasa melayang, hingga terdengar suara ricuh. "Yang Mulia Putri."
"Bagaimana, apa yang mulia putri terluka?"
Putri Laeouya pun membuka mata, melihat empat orang pelayan di sekitarnya, dia tidak lagi di rawa, tubuhnya berada dalam pangkuan prajurit sniffer, pakaian prajurit itu tampak penuh lumpur.
"Yang Mulia, anda baik-baik saja?"
Putri Laeouya tak menyahut, segera bangkit dan melihat ke arah rawa, terlihat tiga orang membawa tubuh ular dua ekor, satu memapah Deana.
"Syukurlah, aku baik-baik saja, aku hanya terkejut. Terimakasih telah menyelamatkan aku!" Putri Laeouya menepuk pundak sang prajurit.
Prajurit bersimpuh dan bersujud, yang lain pun juga. "Ampun Yang Mulia Putri. Tak pantas kami menerima terimakasih anda, kami pantas menerima hukuman karena telat dan membuat anda terjatuh ke dalam rawa."
"Tidak, kalian sangat sigap, saya dan Deana juga terkejut karena ular besar itu muncul tiba-tiba. Kalian semua hati-hati. Mungkin saja ada hewan lain yang lebih berbahaya."
Dua ekor ular itu di kuliti oleh mereka, kulitnya langsung dijemur, sementara dagingnya dipotong, di cincang dan di iris tipis.
"Aawchh!" Deana meringis saat seorang pelayan menempelkan obat di kakinya.
"Maaf, tahan lagi Nona Deana."
Putri berjalan mendekat ke arah Deana. "Apa ular ini beracun? Kakimu membiru Deana?"
"Ularnya tidak beracun Putri, tapi tumbuhan sembilu itu yang beracun," jawab pelayan yang mengobati kaki Deana.
"Apa bisa sembuh?"
"Bisa Putri, adik saya pernah terkena sembilu ini dulu waktu kami mencari ikan. Sembilu ini sering digunakan untuk senjata menangkap hewan buruan juga," balasnya.
"Oohh, berarti itu cukup berguna?"
"Berguna, tapi untuk sekarang bahaya, rawa di sana cukup dalam dan barusan ada dua ekor ular besar, kemungkinan ada beberapa ekor ular lagi."
"Di sini ada sarang ular. Ini ada telurnya!" Seseorang berteriak, dia memungut semua telur-telur itu.
"Kita punya banyak cadangan makanan nih, ada daging ular dan telurnya juga!" seru yang lain.
"Kita beristirahat dulu, isi tenaga dulu, baru lanjut lagi nanti!" seru Putri Laeouya.
Deana berjalan tertatih-tatih sambil dibimbing yang lain menuju tempat peristirahatan sementara mereka, beberapa orang memasak daging ular dan telur ular itu, ada juga yang memasak sayuran liar, lalu merebus serangga batu.
"Yang Mulia, benarkah seperti ini memasaknya, serangga batu?"
"Ya benar, kalau yang punya tangan ini, sampai dia berwarna merah, angkat, sementara ini sampai dia terbuka lebar. Nah, yang kerucut ini kalian potong dulu pantatnya sampai segini, cuci berkali-kali agar bersih, baru direbus."
"Oh, baik Yang Mulia Putri. Kalau serangga air ini bagaimana?"
"Punggungnya kalian belah sedikit untuk membuang kotorannya, seperti ini!" Putri Laeouya mempraktekkan, "lalu, serangga air ini sudah bisa langsung di masak setelah di cuci!"
"Kalian masak secukupnya saja, biarkan dulu hidup sisa lainnya."
"Memasak serangga air ini seperti memasak daging biasa, di tumis Yang Mulia?" tanya pelayan.
"Benar, serangga air dan serangga batu yang berwarna merah ini, masak lah seperti memasak daging, sementara serangga batu yang ini, dagingnya saja ambil, kulitnya buang, lalu di tumis, kalau serangga batu kerucut ini, memasaknya berkuah dengan susu!"
"Baik Yang Mulia Putri."
Setelah semua masakan terhidang, mereka hanya mengambil daging ular, sayur dan telur ular, sementara udang, siput, keong, kepiting dan lokan, hanya mereka tatap.
"Cicipi lah, ini enak. Yang berwarna merah ini, kalian hanya perlu mengupas cangkangnya dan memakan dagingnya. Sementara yang kerucut ini, kalian hanya perlu menyedot dagingnya keluar, sangat enak!" Putri Laeouya langsung mengambil dan memakannya dengan lahap.
Ragu dan terpaksa, beberapa orang mencoba mengambil sedikit.
"Mmm, rasanya enak!"
"Iya, ini enak, dagingnya lebih manis dari ikan!"
"Benar-benar, ini lebih enak dari ikan, apalagi tak ada tulang, ini enak!"
Mereka yang duluan mencicipi memuji.
"Benarkah serangga se-enak itu?" tanya yang lain tak percaya.
"Coba saja, jika kalian tidak percaya, ini benar-benar enak!"
Mereka yang lain pun mulai mencicipi. Mata mereka tampak berbinar bahkan menambah porsi.
"Benar, ini enak. Ini benar-benar enak!"
"Yang Mulia Putri adalah cahaya dan anugerah, lihat kita bisa mencicipi makanan enak, padahal kita tidak tahu selama ini. Jika begini, kita bisa menghemat banyak bahan makanan dan punya stok banyak saat musim gugur dan musim salju!" Mereka berseru riang.
"Benar. Hidup Yang Mulia Putri, hidup Yang Mulia Putri!" seru mereka bersama.
"Sudah, sudah, lanjutkan dulu makannya. Sekarang kalian sudah tahu ini enak dan bisa di makan kan? Jadi, jika kalian menemukan serangga ini lagi, tangkap dan bawa pulang. Sekarang aku akan memberi nama untuk serangga-serangga ini, kalian harus ingat namanya!"
"Ini, serangga air ini, namanya udang! Ini namanya kepiting! Serangga batu yang bisa menjepit dan ada tangan jepitnya. Sementara ini, yang bulat berbentuk batu, ini namanya lokan. Kalau yang kerucut ini namanya siput. Yang lebih bulat kerucutnya, ini namanya keong, kalian harus ingat namanya mengerti!"
"Baik, Yang Mulia Putri, kami akan mengingat nama-nama hewan ini," sahut mereka serempak.
"Baiklah, sekarang kalian makan yang kenyang, kita akan menjelajahi hutan lagi, mencari mata air dan makanan lain!"
"Baik Yang Mulia Putri!"
Usai makan, mereka kembali menjelajahi hutan, banyak yang mereka temui. Ikan, hewan-hewan kecil, bahkan ada lagi ular, namun tak sebesar yang tadi. Sementara Deana dan Putri tak banyak bergerak, karena kaki Deana terluka, jadi dia butuh istirahat.
"Yang Mulia Putri, serangga ini apakah bisa kita makan?" Pelayan mendekat dan bertanya, menyodorkan berbagai macam serangga. Ada yang berwarna merah, hitam, besar dan kecil.
Putri Laeouya menggeleng. "Tidak, ini namanya semut, ini tak ada daging!"
"Kalau ulat ini Yang Mulia, ini terlihat gemuk dan berdaging?"
Ada berbagai jenis macam ulat yang pelayan lain itu tangkat. Putri Laeouya melihat sedikit geli, namun tetap dia perhatikan. Berbagai warna dan bentuk.
"Hanya ulat putih ini saja yang bisa di makan, sementara ini beracun dan tak bagus. Ini ulat bambu dan hidup di dalam kayu-kayu tertentu!"
"Baik, Yang Mulia."
Mereka kembali menjelajahi hutan, hingga pelayan yang tadi kembali lagi, memperlihatkan ulat putih gemuk itu di hadapan Putri Laeouya.
Ulat-ulat itu dia masukkan ke dalam bambu dan menutup bambu itu dengan daun.
"Hei, Dimana kamu menemukan daun ini?" Putri Laeouya langsung tertarik pada daun penutup bambu itu. "Bawa aku ke sana!" perintah Putri Laeouya.