NovelToon NovelToon
Sabda Buana

Sabda Buana

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur / Kebangkitan pecundang / Epik Petualangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ilham Persyada

Wira Pramana, seorang murid senior di Perguruan Rantai Emas, memulai petualangannya di dunia persilatan. Petualangan yang justru mengantarnya menyingkap sebuah rahasia di balik jati dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ilham Persyada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Membuang Keraguan

Tanpa sadar, Wira telah memegang gagang pedangnya dengan sangat erat. Pemandangan tersebut sungguh membuatnya mual sekaligus muak. Wira bahkan sudah hendak menarik pedangnya saat Abiyasa memegang bahunya dan memaksanya untuk tetap diam. Wira menoleh dan melihat seniornya itu memberi isyarat untuk tetap tenang dan kembali ke tempat mereka semula.

Sesampainya di lokasi terakhir pada jalur patroli mereka, Abiyasa memberi instruksi pada tiga murid senior lainnya untuk kembali ke perkemahan dan melaporkan apa yang tadi dirinya dan Wira temukan. Ia juga mengatakan bahwa dirinya dan Wira akan mengamati situasi terlebih dahulu sambil menunggu bantuan dari perkemahan.

‘’Wira, dengarkan! ’’ kata Abiyasa saat murid-murid senior lainnya telah pergi meninggalkan mereka berdua, ‘’Aku tahu apa yang kau pikirkan, tetapi di dusun itu ada warga yang masih bernyawa. Kita bisa bertindak langsung, tetapi kita hanya akan membahayakan mereka yang masih hidup.’’

Wira menghela napas panjang dan mengangguk, ‘’Maafkan aku senior. Aku benar-benar tak menyangka …,’’

''Setidaknya kau tak lari terbirit-birit melihat pemandangan seperti tadi,’’

Abiyasa terkekeh pelan sementara Wira mendengus sambil menggaruk kepalanya.

‘’Menurutmu, berapa jumlah orang-orang berbaju hitam itu?’’ tanya Abiyasa kemudian.

‘’Aku …, aku tak tahu pasti senior, tetapi seharusnya lebih dari 20 orang.’’

''Kalau begitu, sambil menunggu yang lain. Kita harus memastikannya.’’

...***...

Wira bergerak cepat dan berusaha untuk tetap tersembunyi mengitari sisi timur dusun tersebut, sementara Abiyasa bergerak ke arah berlawanan, untuk mengamati situasinya lebih jauh. Bagian tersulit untuk Wira dalam hal ini adalah ia harus menahan diri saat melihat perbuatan bejat para bandit tersebut.

Saat memastikan tempat di mana para wanita dan anak-anak ditawan, Wira hampir terpancing lantaran melihat tiga orang bandit tengah berbuat tidak senonoh pada seorang gadis muda. Wira menduga usia gadis itu bahkan lebih muda darinya. Wira baru tersadar saat satu dari tiga bandit tersebut tiba-tiba menjadi waspada dan melihat ke sekelilingnya.

Ketika bandit tersebut mendekati tempatnya, Wira telah mundur jauh ke dalam hutan dan menghilangkan hawa keberadaannya. Sambil terus berusaha mengendalikan emosi, Wira menyelesaikan pengamatannya dan mendapati jumlah kelompok bandit tersebut jauh lebih banyak dari dugaannya. Ia pun bergegas kembali ke tempatnya semula saat matahari hampir terbenam.

Tak lama setelah Wira kembali, Abiyasa pun tiba di tempat itu bersama seorang bandit yang tak sadarkan diri. Ia cukup terkejut melihat hal itu, tetapi sebelum sempat bertanya, Abiyasa lebih dulu menanyakan sesuatu kepadanya.

‘’Bagaimana, kau dapat sesuatu?’’

''Yang kuketahui jumlah mereka ada 50 orang, senior. Mereka juga menahan anak-anak dan wanita secara terpisah di dua rumah yang terletak paling ujung di sisi utara dusun ini.’’

‘’Bagus sekali. Kalau begitu, sekarang giliran bajingan ini yang bicara.’’

Abiyasa memberikan tamparan untuk menyadarkan bandit yang ditangkapnya itu. Si bandit tampak gelagapan saat menyadari dirinya telah tertangkap. Abiyasa menotok dua titik di sekitar leher dan dada bandit itu yang membuatnya tak dapat berteriak, kemudian menginterogasinya.

Selain keterangan yang serupa seperti yang telah disampaikan Wira, bandit tersebut mengatakan bahwa kelompok mereka dipimpin oleh empat orang dan dua di antaranya, yang terkuat, telah mencapai ranah puncak pendekar madya.

Abiyasa hendak melanjutkan interogasinya, tetapi ia menghentikannya saat menyadari kedatangan Saka, Amita, seorang rekannya yang berada pada ranah pendekar purwa, lima murid senior, dan tujuh prajurit Suranaga.

Seorang prajurit yang Wira ketahui merupakan satu-satunya prajurit kavaleri mendekati dan langsung memeriksa bandit tersebut sementara Abiyasa menjelaskan situasinya kepada Saka dan yang lainnya.

Tak lama kemudian, prajurit kavaleri yang datang tanpa kudanya itu berdiri dan menyampaikan sesuatu, ‘’Tak salah lagi, mereka adalah kelompok Kala Hitam,’’ ia menunjukkan sebuah tato bergambar kalajengking hitam pada pundak si bandit.

Kecuali Wira, para murid senior yang ada tampak terkejut mendengar penuturan dari pria yang merupakan pimpinan prajurit Suranaga dalam kelompok itu. Wira sendiri tak menyangka kalau apa yang dibicarakan oleh Nala dengannya dahulu ternyata benar terjadi.

Mengingat situasi saat itu, semuanya sepakat untuk memprioritaskan apa yang ada di depan mata. Kalau mereka tidak bertindak, akan lebih banyak korban jiwa dari penduduk Dusun Tawangalas.

Setelah mempelajari situasi berdasarkan informasi dari Abiyasa, Saka dan pimpinan prajurit Suranaga membuat rencana untuk menyerang dari dua arah sementara Wira dan para murid senior yang ada mengevakuasi warga dusun menuju tempat yang aman. Setelah semuanya siap sergapan pun dilakukan.

...***...

Dari balik pepohonan di sisi utara Dusun Tawangalas, Wira dan lima rekannya sesama murid senior bersembunyi. Wira mengamati satu persatu raut wajah saudara seperguruannya. Ia mendapati hampir semua menunjukkan kegugupan dan rasa takut.

Memang, mereka telah terbiasa berhadapan dengan hewan buas ataupun bandit, tetapi semuanya hanya berada dalam skala kecil. Di samping itu, mereka juga selalu berada dalam jangkauan perlindungan para pendekar dari perguruan. Akan tetapi, kali ini kondisinya benar-benar berbeda.

Wira memejamkan mata, pesan dari Abiyasa sesaat sebelum mereka bergerak masih terngiang di benaknya: “Wira, ingat satu hal, apa pun yang akan kau lakukan nanti, jangan pernah ragu!”

Wira menarik napas panjang dan mengembuskannya sambil membuka mata. Tak lama, seruan-seruan mulai terdengar disusul suara senjata beradu dan pertarungan di dalam dusun tersebut. Serangan telah dimulai. Wira menarik pedangnya dan menyiapkan diri.

“Teman-teman,” Wira berkata tanpa menoleh kepada murid senior lainnya, “ini bukan perkara mudah, tetapi sebaiknya kita menganggap mereka sebagai hewan buas. Kita harus menyelamatkan warga dusun ini dari hewan-hewan buas itu.”

Dari kejauhan, Wira dapat melihat lebih banyak komplotan bandit yang bergerak ke arah pertempuran di tengah dusun. Mereka yang tadinya berada di sisi utara pun meninggalkan penjagaan dan bergabung dengan kelompoknya.

Wira hanya berharap seniornya dan para prajurit Suranaga dapat mengatasi mereka. Wira memberi aba-aba pada murid senior lainnya dan mereka pun bergerak dalam senyap menuju rumah tempat para warga dusun yang masih hidup ditahan.

Rumah pertama yang wira dan teman-temannya masuki adalah tempat anak-anak ditahan. Wira dan teman-temannya membebaskan ikatan anak-anak itu dengan cepat dan menggiring semuanya ke luar wilayah dusun. Tak ada seorang pun yang menghambat mereka sehingga bagian pertama dari penyelamatan warga pun berjalan lancar.

Setelah memastikan semuanya meninggalkan wilayah dusun itu Wira dan dua temannya bergegas untuk membebaskan para wanita yang ditahan dalam satu rumah lainnya. Namun, dua bandit yang dalam keadaan siaga masih berada di depan rumah tersebut dan memergoki pergerakan Wira.

“He bocah! Mau apa kau?!” tanya salah satu bandit dengan tombak di tangannya

“Sepertinya mereka komplotan orang-orang yang menyerang itu!” bandit yang satu lagi telah mengangkat goloknya.

Wira mengumpat dalam hati, kemudian melirik dua temannya, “Bebaskan tahanannya! Akan kujauhkan mereka, cepat!” serunya sambil melesat menuju dua bandit tersebut.

bandit bersenjata golok maju dan bertukar beberapa serangan dengan Wira. Setelah satu tebasannya melukai si pembawa golok, Wira bergerak untuk menyerang bandit yang memakai tombak.

Sejak memutuskan menyerang lebih dulu, Wira dapat melihat kemampuan dan tenaga dalam dua bandit tersebut berada di bawahnya, tetapi entah mengapa ia merasa kesulitan menghadapi serangan-serangan kedua orang itu walaupun seluruhnya dapat dengan mudah dibacanya.

Tanpa Wira sadari, perasaan tersebut memengaruhi konsentrasinya sehingga ia harus menerima luka akibat tebasan si bandit pengguna golok yang datang tiba-tiba. Wira melompat mundur untuk menjaga jarak, tetapi si pengguna tombak tak membiarkan hal itu terjadi.

Wira menangkis setiap cecaran tombak dan golok dari kedua bandit tersebut sambil terus bergerak mundur. Ketika ia melihat teman-temannya telah mulai melepaskan dan menggiring para tahanan keluar dari rumah, Wira memberikan serangan balik.

Perubahan gerakan Wira yang tiba-tiba berhasil membuat dua bandit itu terdesak. Wira pun berhasil melukai keduanya meskipun bukan pada bagian yang vital. Saat itulah Wira menyadari apa yang menjadi ganjalan baginya dalam pertarungan tersebut.

Dengan kemampuan Wira, seharusnya mudah baginya untuk melumpuhkan kedua bandit itu. Sayangnya, keraguan yang ada dalam hati Wira justru menghalanginya. Sebaliknya, setiap serangan dari masing-masing bandit yang dihadapinya menjadi lebih berbahaya karena mereka tak ragu sedikitpun untuk melukai atau bahkan membunuh Wira.

Pesan Abiyasa yang kembali terbesit dalam benaknya membuat Wira sadar kalau hendak bertarung dengan baik, ia harus menghilangkan segenap keraguannya. Wira menghela napas dan mulai mengalirkan tenaga dalamnya.

Di saat yang sama, bandit bertombak menyadari tindakan Wira yang hendak mengalihkan penjagaan mereka atas para tahanan, ‘’Kampret! Bocah ini menipu kita! KAWAN-KAWAN! JANGAN BIARKAN PARA TAHANAN KABUR!’’

Teriakan itu mengundang perhatian para bandit lain yang sedang berusaha meredam serangan dari Saka dan para prajurit Suranaga. Wira bergerak cepat. ‘Bara Selatan!’ tusukan-tusukan pedang Wira mengoyak pertahanan si bandit bertombak dan memberinya luka fatal di bagian dada.

Tanpa menunggu pria itu tumbang, Wira menyerang si pengguna golok. Tanpa keraguan, setiap tebasan pedang Wira menjadi lebih tajam dan berbahaya. Dalam beberapa gerakan, golok si bandit terlempar ke udara bersamaan dengan lengannya yang terputus. Wira memberikan satu tebasan lagi untuk mengakhiri hidupnya.

Memang, Wira sudah beberapa kali menyaksikan bagaimana para pendekar perguruan menghabisi bandit atau bandit, tetapi melakukan hal itu dengan tangannya sendiri seperti kali ini menimbulkan sensasi yang tidak menyenangkan pada diri Wira. Menahan rasa mual yang bergejolak dalam perutnya, Wira menyambut beberapa bandit yang datang untuk menggagalkan pembebasan tahanan.

‘Nafas Terik!’ Wira mengirim sebuah energi pedang untuk menghentikan langkah bandit-bandit itu, kemudian maju untuk menyerang lebih dulu, ‘’Bawa mereka pergi dari sini! Jangan khawatirkan aku!’’ Wira berseru kepada seorang murid senior yang tampaknya sedang bimbang antara harus ikut bertarung melawan para bandit yang datang atau tetap mengawal para warga yang tadinya ditahan untuk keluar dari dusun itu.

Mendengar seruan Wira, murid senior itu pun tersadar dan kembali melanjutkan tugasnya. Meski demikian, ia sempat melihat bagaimana Wira mengatasi para bandit itu satu per satu dan yang terlintas dalam pikirannya tentang sosok Wira saat itu adalah mengerikan.

Wira telah menghabisi beberapa bandit lagi saat melihat sejumlah bandit lain menyerbu ke arahnya. Bajunya kini telah bersimbah darah, baik darahnya sendiri maupun cipratan darah para bandit yang dibunuhnya. Wira pun menyadari bahwa setiap luka yang ia terima akan langsung sembuh dan menutup dengan cepat, tetapi ia belum ingin memikirkan hal itu.

Setelah memastikan teman-temannya membebaskan para tahanan dengan aman, Wira berniat untuk mengurangi sebanyak mungkin jumlah bandit yang ada di tempat itu. Ia sama sekali tak tahu sampai di mana batasnya sebab napasnya yang kini memburu bukanlah pertanda kelelahan, melainkan sensasi yang didapatkannya akibat berada dalam situasi terpapar bahaya yang dapat mengancam nyawanya.

Wira terus menyambut setiap serangan bandit yang datang kepadanya dan memberikan serangan balik yang mematikan. Ia sungguh tak ragu lagi untuk membunuh musuhnya sebab hanya dengan cara itulah ia dapat bertahan hidup untuk saat ini.

Tanpa Wira ketahui, tindakannya kali ini pun menarik perhatian para prajurit Suranaga dan pendekar-pendekar dari Perguruan Rantai Emas yang masih bertempur. Di sisi lain, aksi Wira juga mulai menimbulkan rasa takut pada gerombolan bandit yang hendak menyerangnya.

1
anggita
like, iklan utk novel fantasi timur lokal, moga lancar👌
anggita
Wira...,,, Ratnasari😘
Mythril Solace
Seru banget ceritanya, thor! Alurnya ngalir dan gaya penulisannya hidup banget—bikin aku kebawa suasana waktu baca. Aku juga lagi belajar nulis, dan karya-karya kayak gini tuh bikin makin semangat. Ditunggu update selanjutnya ya! 👍🔥
Ilham Persyada: siyap kak ..🫡
total 1 replies
Hillary Silva
Gak kebayang ada cerita sebagus ini!
Kaede Fuyou
Ceritanya bikin saya ketagihan, gak sabar mau baca kelanjutannya😍
Ilham Persyada: terima kasih Kak ... mohon dukungannya 🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!