Kirana, seorang siswi SMA dengan kemampuan indigo, hidup seperti remaja pada umumnya—suka cokelat panas, benci PR Matematika, dan punya dua sahabat konyol yang selalu ikut terlibat dalam urusannya: Nila si skeptis dan Diriya si penakut akut. Namun hidup Kirana tidak pernah benar-benar normal sejak kecil, karena ia bisa melihat dan berkomunikasi dengan arwah yang tak terlihat oleh orang lain.
Saat sebuah arwah guru musik muncul di ruang seni, meminta bantuan agar suaranya didengar, Kirana terlibat dalam misi pertamanya: membantu roh yang terjebak. Namun kejadian itu hanyalah awal dari segalanya.
Setiap malam, Kirana menerima isyarat gaib. Tangga utara, lorong belakang, hingga ruang bawah tanah menyimpan misteri dan kisah tragis para arwah yang belum tenang. Dengan bantuan sahabat-sahabatnya yang kadang justru menambah kekacauan, Kirana harus menyelesaikan satu demi satu teka-teki, bertemu roh baik dan jahat, bahkan melawan makhluk penjaga batas dunia yang menyeramkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
“Jl. Tegalwangi No. 14,” gumam Kirana sambil menatap plang jalan yang nyaris jatuh, berkarat parah.
Ia berdiri di depan pagar besi rumah tua berlantai dua. Dindingnya sudah dipenuhi lumut dan pohon liar tumbuh di sekeliling tembok. Rumah ini terlihat seperti sarang cerita rakyat terkutuk.
Di sebelahnya, Jalu menggigil. “Aku masih yakin ya... ini bukan ide bagus. Ini... rumah dari mimpi buruk.”
Kirana mengangkat alis. “Kalau dari mimpi baik, biasanya bukan horor, tapi sinetron.”
“Kir, kamu... masih bisa bercanda ya?” ujar Nila
“Tentu. Kalau gak, kita semua udah stress dan nangis di balik pohon.” jawab Kirana
Diriya dan Kezia tertawa kecil. Dan seperti itulah Kirana sekarang entah kenapa jadi berubah setelah beberapa hari ini ketika momen tegang datang, dia justru bikin suasana jadi lebih kuat.
---
Mereka masuk ke halaman rumah.
Rumput liar tingginya sampai betis. Angin meniup pelan, membawa suara seperti desah napas dari balik jendela.
Kirana memegang liontin kecil pemberian Pak Wiryo, dan mendekati pintu.
Begitu ia menyentuh gagangnya...
pintu terbuka sendiri.
“Sudah dikasih sambutan... sopan banget, ya,” celetuk Kirana ringan.
Semua menahan tawa tapi takut
---
Di dalam rumah.
Cat tembok mengelupas. Udara lembap. Bau jamur menyengat. Tapi yang paling mengganggu adalah... semua kaca di rumah ini ditutup kain.
Semua.
" kenapa cermin di tutup semua?" tanya Mereka
“Karena dia disiksa lewat cermin,” bisik Kirana pelan. “Roh itu... takut melihat dirinya sendiri.”
Mereka naik ke lantai dua. Tangga berderit di setiap langkah. Dinding penuh coretan samar. Beberapa kalimat terbaca:
“Jangan nakal.”
“Jangan lihat aku.”
“Aku bukan anak baik.”
Kirana berhenti di depan kamar terkunci.
Dan saat menyentuh gagangnya, ia melihat kilas balik dalam satu detik panjang:
Gadis kecil diseret. Disikat. Diperintah. Dicaci. Lalu... dikunci dalam kamar tanpa lampu.
Suara ibu yang dingin:
“Kamu jelek kalau marah. Anak baik harus diam.”
---
Kirana membuka pintu perlahan.
Ruangan kecil. Tempat tidur besi berkarat. Boneka compang-camping di sudut. Cermin bundar sama seperti yang mereka temukan tergantung, tertutup kain tipis.
Kirana berjalan pelan. Ia buka kain penutup cermin.
Dan roh itu muncul.
Bukan hantu yang mengerikan.
Tapi anak perempuan berusia sekitar 9 tahun, tubuhnya kurus, mata besar, rambutnya kusut.
Tapi begitu melihat Kirana...
Ia berteriak. “JANGAN JADI AKU!!”
Kirana tidak mundur.
“Hei. Aku bukan ibumu.”
“Aku... gak boleh bicara. Nanti aku dipukul.” ujar gadis kecil itu
“Kau sudah tidak di sana. Kau boleh marah. Boleh nangis. Boleh teriak. Bahkan... boleh minta peluk.” ujar Kirana
Gadis kecil itu menggeleng keras. “Aku kotor. Aku rusak. Aku buruk.”
Kirana menatapnya tajam, lalu dengan nada tegas tapi hangat, ia mendekat.
“Kalau kamu buruk... kenapa aku sampai ke sini? Kenapa aku, teman-temanku, dan orang-orang baik... peduli padamu?” ujar Kirana
“Karena kamu gak buruk. Kamu... korban. Dan kamu berhak bebas.” jawab Kirana lagi
---
Pelan-pelan, roh itu mulai berubah.
Dari hitam, menjadi abu-abu. Dari abu-abu... menjadi transparan.
Air mata turun dari wajah gadis itu. “Kalau aku pergi... aku gak akan ingat siapa aku.”
“Gak apa-apa. Kamu gak harus ingat semua luka. Yang penting, kamu tahu kamu sudah bebas.” jawab kirana
Dan saat mata gadis itu tertutup...
Cermin retak perlahan.
Dan cahayanya memudar... bersih.
---
Seminggu kemudian.
Kirana dan sahabat-sahabatnya duduk di taman belakang rumahnya.
Sore hangat. Teh manis. Obrolan ringan.
“Aku masih gak percaya kita kayak... tim pengusir arwah,” ujar Jalu.
“Tapi versi bocah SMA yang gak digaji,” timpal Diriya.
Kirana tertawa. “Iya. Tapi asalkan ada teh, gorengan, dan kalian semua... aku siap.”
Kezia memandang Kirana. “Kamu tahu gak? Sekarang kamu... kayak versi lebih kuat dari dirimu dulu. Tapi tetap Kirana yang suka celetuk.”
Kirana tersenyum. “Karena aku sadar, lucu dan kuat gak harus saling bertabrakan.”
---
Kirana berhasil membebaskan roh gadis dalam cermin, dan dirinya pun kembali seperti semula: ceria, lucu, tapi penuh keberanian yang baru.
Bersambung
semangat Thor berkarya itu tidak mudah salam sehat selalu ya Thor 💪👍❤️🙂🙏
lanjutkan Thor semangat 💪 salam sehat selalu 👍❤️🙂🙏