Damien Ximen, pengusaha dingin dan kejam, dikelilingi pengawal setia dan kekuasaan besar. Di dunia bisnis, ia dikenal karena tak segan menghancurkan lawan.
Hingga suatu hari, nyawanya diselamatkan oleh seorang gadis—Barbie Lu. Sejak itu, Damien tak berhenti mencarinya. Dan saat menemukannya, ia bersumpah tak akan melepaskannya, meski harus memaksanya tinggal.
Namun sifat Damien yang posesif dan pencemburu perlahan membuat Barbie merasa terpenjara. Ketika cinta berubah jadi ketakutan, akankah hubungan mereka bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Keesokan harinya.
Barbie berdiri menunggu lift di lobi perusahaan. Ia merapikan rambutnya sambil menatap layar ponselnya, memastikan jadwal kerja hari itu. Namun, matanya langsung terbelalak saat melihat pantulan kaca di depannya.
Damien baru saja tiba, melangkah masuk bersama kedua pengawalnya. Pria itu mengenakan setelan jas hitam mahal seperti biasa, wajahnya dingin dan sorot matanya tajam menelusuri ruangan.
Barbie menahan napas. Panik, ia segera menekan tombol lift berulang-ulang dengan tergesa.
“Cepat buka, cepat buka! Dasar lift bodoh…!” gumam Barbie seraya menatap angka lantai yang tak kunjung berubah. Jantungnya berdegup kencang, rasa takut menyesakkan dadanya. “Lebih baik aku tidak bertemu dengannya dulu. Semalam dia… dia benar-benar menakutkan…”
Tak ingin mengambil risiko, Barbie segera berbalik dan berlari kecil menuju tangga darurat. Tumit sepatunya beradu dengan lantai, menimbulkan suara terburu-buru.
Gerakannya langsung disadari oleh Damien yang baru saja melewati pintu kaca perusahaan. Langkah kakinya terhenti. Tatapannya tajam menembus ke arah lift yang kosong, lalu beralih ke tangga darurat.
“Bukankah itu Barbie Lu…?” batin Damien, matanya menyipit menahan emosi. “Dia sedang menghindariku…”
Sementara itu, Barbie menaiki anak tangga dengan cepat. Nafasnya terengah, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.
“Seharusnya dia tidak melihatku tadi…” gumamnya pelan saat akhirnya tiba di lantai tempat kerjanya. Ia berjalan tergesa ke mejanya, meletakkan tas dan langsung menyalakan komputer. Matanya terpaku pada layar, berusaha fokus agar pikirannya tidak melayang pada Damien.
“Barbie, ini sarapan untukmu,” kata sebuah suara pria lembut di sampingnya.
Barbie menoleh dan terkejut saat melihat Jason, rekan kerjanya, berdiri sambil menenteng sekotak makanan. Senyum Jason begitu tulus dan hangat.
“Jason, apa kamu mentraktirku?” tanya Barbie dengan suara pelan, menatap kotak sarapan itu.
“Iya. Aku selalu ingin traktir kamu makan,” jawab Jason sambil tersenyum kikuk. Tangannya menggaruk tengkuknya dengan canggung. “Bagaimana kalau siang ini kita makan bersama?”
Senyum Barbie terbit pelan. Kehadiran Jason sedikit mengusir rasa takutnya pagi ini.
Namun, di saat yang sama, pintu lift terbuka. Damien melangkah keluar bersama Calvin dan Steven. Matanya langsung menangkap pemandangan Barbie dan Jason yang sedang berbicara.
Langkah Damien terhenti. Raut wajahnya berubah seketika, tatapannya menajam, rahangnya mengeras menahan amarah.
“Siapa nama bocah itu?” tanyanya pelan, suaranya terdengar dingin dan mengancam.
“Tuan, namanya Jason. Dia selalu mendekati Nona Barbie,” jawab Calvin dengan nada hati-hati.
Senyum sinis muncul di sudut bibir Damien. Matanya tetap menatap Jason tajam, seolah ingin melahap pria itu hidup-hidup.
“Kirim dia ke perusahaan Ximen, bagian gudang. Pastikan dia tidak bisa bertemu lagi dengan gadis itu,” perintah Damien tegas, nadanya penuh ancaman.
“Iya, Tuan,” jawab Calvin, menunduk patuh.
Damien menatap Barbie yang sedang tersenyum pada Jason. Dadanya bergejolak hebat. Hanya dengan melihat gadis itu tersenyum pada pria lain, hatinya serasa diremas hingga hancur.
Hari itu, Barbie fokus pada desainnya. Tangannya bergerak cepat di atas kertas sketsa, melukis desain pakaian wanita yang elegan dengan detail renda dan potongan tegas. Sesekali ia merapikan rambutnya yang jatuh ke wajah, matanya menatap serius setiap garis yang ia buat.
“Nona Lu!” seru Calvin, suaranya terdengar tegas saat menghampiri meja kerja gadis itu.
“Ha?” sahut Barbie, menoleh kaget dari dunianya.
“Bos memanggilmu,” ujar Calvin tanpa ekspresi.
“Apakah aku bisa menolak? Aku sedang sibuk…” tanya Barbie pelan, matanya menatap Calvin penuh harap.
Calvin tersenyum kecil, meski matanya tetap dingin. “Bos tidak suka ditolak.”
“Apakah dia akan memecatku kalau aku menolak…?” bisik Barbie dengan wajah cemas.
“Tidak,” jawab Calvin sambil menepuk pelan meja Barbie. “Selagi kau tidak melanggar aturan perusahaan, mana mungkin Bos memecatmu.”
Setelah berkata begitu, Calvin berbalik dan melangkah pergi. Barbie menatap punggung Calvin yang menjauh, hatinya dipenuhi rasa gelisah.
‘Pasti tidak ada hal baik yang menungguku di sana…’ gumam Barbie dalam hati. Ia menarik napas panjang, menutup sketsanya, lalu bangkit dengan pelan. Kakinya terasa berat saat melangkah menuju ruang kantor Damien.
Tok tok.
Barbie mengetuk pintu perlahan, lalu mendorongnya terbuka. Ia melangkah masuk dengan hati-hati dan menutup pintu di belakangnya.
“Direktur, apakah Anda membutuhkan sesuatu?” tanya Barbie, matanya menelusuri ruangan luas itu. Sepi. Tidak ada siapa pun di sana.
Keningnya berkerut heran. “Kenapa tidak ada orang…? Mungkin dia sedang di luar. Lebih baik aku keluar dulu sebelum dia kembali…” gumam Barbie pelan. Ia berbalik dengan cepat, bersiap melangkah menuju pintu.
Namun langkahnya terhenti saat mendapati Damien tiba-tiba berdiri tepat di belakangnya. Barbie terkejut, tubuhnya menegang, dan ia hampir saja terjatuh ke belakang. Dengan sigap, tangan Damien menahan pinggang gadis itu.
“Kau ingin kabur dariku?” tanya Damien dengan suara rendah dan dingin. Matanya menatap Barbie tajam, sementara jemarinya menggenggam erat pinggang gadis itu.
“Se… sejak kapan kau berdiri di belakangku?” tanya Barbie dengan suara bergetar, menatap pria itu dengan wajah pucat.
Damien menatapnya tanpa berkedip. “Sejak kau masuk,” jawabnya singkat. Sudut bibirnya terangkat sinis. “Kalau tidak begini, apakah kau berencana menghindariku selamanya?”
Tanpa menunggu jawaban, Damien membungkuk sedikit, lalu mengangkat tubuh Barbie ke dalam gendongannya. Gerakannya cepat dan tegas.
“Hei! Turunkan aku! Damien Ximen, turunkan aku sekarang juga!” seru Barbie panik, tangannya menekan dada Damien berusaha melepaskan diri.
Damien tidak menghiraukannya. Ia melangkah menuju sofa panjang di ruangannya dan duduk santai, mendudukkan Barbie di pangkuannya. Tangannya melingkari pinggang gadis itu erat-erat, menahannya agar tidak bisa kabur.
“Lepaskan… aku…!” bisik Barbie, wajahnya merah menahan malu sekaligus takut.
Namun Damien hanya menatap wajah Barbie dari jarak dekat, matanya gelap dipenuhi emosi yang sulit ditebak.
“Aku bisa menunggumu selama empat tahun,” ucap Damien pelan namun tegas, matanya menatap Barbie tanpa berkedip. “Dan aku akan menjaga kehormatanmu sampai kita menikah. Aku telah mempertimbangkannya semalaman… aku serius dengan hubungan ini. Aku hanya meminta satu hal darimu…”
Barbie menatap wajah Damien yang begitu dekat dengannya, jantungnya berdebar kencang menahan gugup. “Apa… apa yang kau minta dariku…?” tanyanya pelan.
Damien menghela napas dalam, jemarinya mengusap pipi Barbie dengan lembut. “Tetaplah menjaga dirimu… dan perasaanku.”
Barbie menatap mata Damien, mencari kebohongan di sana, namun yang ia temukan hanyalah keseriusan dan rasa takut kehilangan.
“Kau… kau sudi menungguku selama itu… tanpa menyentuhku…?” tanyanya dengan suara bergetar.
“Iya,” jawab Damien mantap. “Aku akan melakukannya sesuai janjiku. Aku bersalah atas sikapku semalam. Sebagai pacarmu, aku akan menjaga perasaanmu… dan semua tentang hidupmu. Tapi…” Tatapannya tiba-tiba berubah tajam, aura dingin kembali terpancar dari matanya. “…jangan pernah meremehkan perasaanku.”
Barbie menunduk, menatap jemarinya sendiri yang tergenggam di pangkuannya. Suaranya pelan saat bertanya, “Bagaimana… kalau suatu hari nanti aku yang berpaling…?”
Seketika Damien menegang. Tangannya mencubit pinggang Barbie dengan cukup keras, membuat gadis itu meringis kaget. Damien mendekatkan wajahnya, matanya menatap tajam menusuk langsung ke dalam mata Barbie.
“Jangan pernah… PERNAH mempermainkan perasaanku padamu, Barbie Lu,” ucapnya pelan namun penuh ancaman. Suaranya rendah, dingin, dan menakutkan. “Ingat itu. Kalau sampai terjadi… aku tidak akan segan membunuhmu… dan pria itu.”
Sebelum Barbie sempat membalas, Damien menangkup wajahnya dan mencium bibir gadis itu dengan paksa. Ciumannya dalam dan menuntut, seolah menegaskan bahwa gadis itu hanya miliknya, sekarang dan selamanya.
Barbie hanya bisa memejamkan matanya dan pasrah dipelukan pria itu yang begitu mendominasi.
dobel.up
dobel up