Anatasya menyembunyikan identitasnya sebagai putri bungsu keluarga konglomerat dari suaminya. Ia membantu Adrian membuka perusahaan. Tapi siapa sangka ternyata Adrian tidak pernah mencintai Anatasya, dia bahkan jijik dengan bau amis yang melekat pada tubuh istrinya.
Suatu hari, Adrian menceraikan Anatasya dan mengungkapkan bahwa dia memiliki pacar, yaitu Clara, seorang wanita kaya dan cantik yang merupakan adik sepupu dari keluarga Santoso.
Anatasya merasa hancur dan terhina. Tasya akan membuat orang yang menyakiti nya membayar mahal dibantu oleh ketiga abangnya. Damian, Julian dan Rafael.
Ketiga Abangnya tidak akan membiarkan adik bungsu mereka terluka.
Bagaimana reaksi Adrian dan keluarga nya setelah mengetahui jika wanita yang selama ini mereka hina adalah putri konglomerat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Clara minta maaf
Malam itu, di kediaman Santoso, kehangatan keluarga terasa begitu kental. Anatasya duduk di antara kedua orang tuanya di ruang tengah, menikmati momen kebersamaan yang sangat ia rindukan. Tawa dan obrolan ringan mengisi ruangan, seolah tidak ada masalah yang pernah menghampiri.
"Tasya senang sekali bisa kumpul seperti ini lagi," ujar Anatasya, menyandarkan kepalanya di bahu ibunya.
"Kami juga sangat senang kamu kembali, Nak," balas Gerald lembut, mengusap sayang rambut putrinya. "Jangan pergi terlalu lama lagi ya."
"Iya, Ayah. Tasya janji," sahut Anatasya dengan senyum lebar.
Namun, kehangatan itu sedikit terusik ketika Julian bergabung dengan mereka. Raut wajahnya tampak serius, berbeda dari biasanya.
"Ada apa, Nak?" tanya Linda khawatir melihat ekspresi putra keduanya.
"Ada kabar dari Damian." jawab Julian pelan, tatapannya beralih pada Anatasya. "Dia bilang Paman Jerry menghubunginya, memohon agar masalah ini tidak diperpanjang."
Anatasya terdiam, hatinya sedikit terusik mendengar nama mantan suaminya disebut.
"Lalu, apa kata Damian?" tanya Rafael penasaran.
"Damian masih sangat marah. Dia tidak bisa begitu saja melupakan apa yang sudah Jerry dan terutama Clara lakukan padamu, Sya," jelas Julian.
"Tapi, Jerry terus memohon dan berjanji akan bertanggung jawab."
Linda menghela napas. "Sebenarnya, Ibu tidak ingin memperpanjang masalah ini. Tapi perbuatan mereka sudah keterlaluan."
"Betul, Bu," timpal Rafael. "Mereka harus diberi pelajaran agar tidak meremehkan keluarga kita lagi."
Anatasya mendengarkan percakapan keluarganya dengan hati campur aduk. Di satu sisi, ia ingin masalah ini segera selesai dan tidak lagi mengganggu ketenangannya. Namun, di sisi lain, ia merasa perbuatan Jerry dan Clara tidak bisa dibiarkan begitu saja. Mereka harus bertanggung jawab atas perbuatan mereka.
"Sebenarnya..." Anatasya akhirnya bersuara, menarik perhatian semua orang. "Tasya tidak ingin dendam atau membuat mereka menderita. Tapi, Tasya rasa mereka perlu belajar dari kesalahan mereka."
"Maksudmu, Sya?" tanya Julian lembut.
"Mungkin, kita bisa memberikan mereka kesempatan untuk memperbaiki kesalahan mereka," usul Anatasya.
"Tapi, dengan syarat yang jelas dan tegas. Mereka harus benar-benar menyesali perbuatan mereka dan meminta maaf dengan tulus."
Gerald, Linda, dan Rafael saling bertukar pandang. Mereka bisa merasakan ketulusan dari ucapan Anatasya. Meskipun telah disakiti, putri bungsu mereka masih memiliki hati yang lembut.
"Tasya benar," kata Julian akhirnya. "Kita bisa memberikan mereka kesempatan. Tapi, mereka harus tahu bahwa ini adalah kesempatan terakhir. Jika mereka mengulanginya lagi, tidak akan ada ampun."
"Tasya setuju," sahut Anatasya lega. "Terima kasih Ibu, Ayah, Kak."
"Baiklah," putus Julian. "Besok Ayah akan bicara dengan Gabriel. Kita akan sampaikan usulan Tasya ini. Semoga saja Jerry dan Clara benar-benar menyadari kesalahan mereka."
Malam itu, keluarga Santoso akhirnya menemukan titik terang dalam permasalahan yang sempat mengganggu ketenangan mereka. Anatasya merasa lega karena keluarganya selalu mendukung dan melindunginya. Ia semakin menyadari betapa beruntungnya ia terlahir dalam keluarga yang penuh cinta dan kasih sayang.
Keesokan harinya, Clara dengan langkah berat dan hati penuh kecemasan, berdiri di depan gerbang rumah mewah keluarga Santoso. Ia telah membulatkan tekad untuk menemui Anatasya dan meminta maaf atas semua perbuatannya. Ia sadar, ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan keluarganya dari kehancuran.
Dengan tangan gemetar, ia menekan bel. Seorang petugas keamanan membukakan pintu dan menatapnya dengan tatapan menyelidik.
"Maaf, ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya petugas itu sopan namun tetap waspada.
"Saya... saya Clara. Saya ingin bertemu dengan Nona Anatasya," jawab Clara dengan suara pelan.
Petugas keamanan itu tampak sedikit terkejut, namun ia tetap menjalankan tugasnya. "Mohon tunggu sebentar, Nona."
Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya yang tampak berwibawa keluar dari dalam rumah. Itu adalah Linda, ibunda Anatasya. Tatapannya pada Clara dingin dan menusuk.
"Ada perlu apa kamu datang ke sini?" tanya Linda tanpa basa-basi.
Clara menelan ludah dengan susah payah. Ia merasakan tatapan tajam Linda membuatnya semakin ciut. "Tante... saya datang untuk meminta maaf kepada Anatasya. Saya menyesal atas semua yang telah saya lakukan."
Linda menatap Clara dengan tatapan menilai. Ia bisa melihat ketakutan dan penyesalan di mata gadis muda itu. Namun, luka yang Clara torehkan pada putrinya tidaklah mudah untuk dilupakan.
"Anatasya sedang tidak ingin bertemu dengan siapa pun," jawab Linda datar. "Sebaiknya kamu pergi."
"Tapi, Tante... saya mohon. Beri saya kesempatan untuk bicara dengannya. Saya benar-benar menyesal," pinta Clara dengan nada memelas. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.
Melihat kesungguhan Clara, hati Linda sedikit melunak. Sebagai seorang ibu, ia bisa merasakan keputusasaan gadis itu.
"Baiklah," kata Linda akhirnya. "Saya akan sampaikan permintaanmu pada Anatasya. Tapi, saya tidak bisa menjamin dia mau menemuimu."
Clara menghela napas lega. Setidaknya ia sudah mencoba. "Terima kasih banyak, Tante."
Linda mengangguk singkat lalu berbalik masuk ke dalam rumah. Clara hanya bisa menunggu dengan harap cemas di luar gerbang, berharap Anatasya mau memberinya kesempatan untuk meminta maaf. Ia tahu, ini adalah perjuangan yang berat, namun ia tidak akan menyerah begitu saja. Ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya dan berusaha memperbaiki semuanya, demi keluarganya dan juga demi dirinya sendiri.
***
Setelah menyampaikan pesan Clara kepada Anatasya, Linda kembali menghampiri putrinya di ruang kerja. Anatasya sedang memeriksa beberapa dokumen di laptopnya, tampak tenang namun Linda tahu ada gurat kekhawatiran di wajahnya.
"Tasya, Clara ingin bertemu," ujar Linda lembut.
Anatasya menghela napas pelan, menutup laptopnya. "Ibu tahu kan kalau Tasya tidak ingin bertemu siapa pun."
"Ibu tahu, Sayang. Tapi Ibu melihat kesungguhan di matanya. Dia tampak sangat menyesal. Lagipula, kamu sendiri yang bilang tidak ingin masalah ini berlarut-larut, kan?" bujuk Linda.
Anatasya terdiam sejenak, menimbang perkataan ibunya. Benar, ia tidak ingin masalah ini terus berlanjut. Semakin lama, semakin banyak energi yang terkuras. Ia ingin segera melupakan kejadian buruk ini dan fokus pada kehidupannya.
"Baiklah, Bu," kata Anatasya akhirnya. "Katakan padanya untuk masuk. Tapi Ibu temani Tasya di sini ya."
Linda tersenyum lega dan mengangguk. Tak lama kemudian, Clara masuk ke ruang kerja dengan langkah ragu. Matanya langsung tertuju pada Anatasya yang duduk di belakang meja, didampingi ibunya. Wajah Clara tampak pucat dan tegang.
"Nona Anatasya... terima kasih sudah mau menerima ku." ucap Clara dengan suara bergetar. Ia menundukkan kepalanya, tidak berani menatap langsung Anatasya.
Anatasya menatap Clara dengan tatapan dingin namun tidak menghakimi. "Katakan apa yang ingin kamu katakan, Clara."
Clara menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Aku... aku benar-benar minta maaf atas semua yang telah saya lakukan. Saya tahu perbuatan saya sangat salah dan telah menyakiti Anda dan keluarga Anda. Saya menyesal..." Air mata Clara mulai menetes.
Anatasya mendengarkan dengan seksama tanpa menyela. Ia bisa merasakan ketulusan dalam permintaan maaf Clara, meskipun ia tahu luka yang ditorehkan tidaklah kecil.
"Aku akui, awalnya aku memang curiga Adrian yang melakukan semua ini," kata Anatasya setelah Clara selesai berbicara. "Tapi setelah melihat bagaimana Ayah dan ketiga Kakak ku begitu marah dan bertindak, aku tahu Adrian tidak mungkin berani macam-macam dengan keluarga Santoso."
Clara mendongak, menatap Anatasya dengan terkejut. "Anda... Anda tahu?"
Anatasya mengangguk pelan. "Aku tahu kamu yang membuat postingan skandal ku dan Kak Rafael. Saya juga tahu kamu yang membayar fans fanatik Rafael untuk menyerang aku tempo hari."
Tubuh Clara menegang. Ia tidak menyangka Anatasya sudah mengetahui semuanya. Rasa malu dan bersalah semakin menghimpit dadanya.
"Aku... Aku melakukan itu karena saya benci kamu," lirih Clara. "Aku iri melihat kedekatan kamu dengan Kak Damian, Kak Julian dan Kak Rafael. Aku baru tahu kalau mereka adalah kakak-kakakmu, walaupun berapa kali kamu katakan tapi aku tidak percaya. Aku hanya ingin terlihat baik di mata keluarga Adrian. Saat itu aku merasa lebih baik dari Anda."
Mendengar pengakuan Clara, Anatasya menghela napas panjang. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran gadis di hadapannya ini. Kebencian dan iri hati bisa membutakan seseorang.
"Kamu salah, Clara," kata Anatasya dengan nada tegas namun tidak meninggi. "Keluarga ku menyayangiku bukan karena aku merasa lebih baik dari siapa pun. Mereka menyayangi ku karena aku adalah adik mereka, putri mereka. Kamu tidak perlu merendahkan orang lain untuk terlihat baik."
Clara terisak mendengar perkataan Anatasya. Ia baru menyadari betapa bodoh dan piciknya ia selama ini.
"Aku... aku benar-benar menyesal, Tasya," ulang Clara dengan suara parau. "Aku janji tidak akan pernah mengulangi perbuatan ku lagi."
Anatasya menatap Clara dengan tatapan yang lebih lembut kali ini. Ia bisa melihat penyesalan yang mendalam di mata gadis itu.
"Baiklah, Clara," kata Anatasya akhirnya. "Aku menerima permintaan maafmu. Tapi ingat, ini adalah kesempatan terakhir. Jika kamu mengulanginya lagi, jangan harap aku akan berbelas kasihan."
Clara mendongak, menatap Anatasya dengan mata berbinar. "Terima kasih banyak, Tasya. Aku janji tidak akan mengecewakan kamu."
Linda mengangguk setuju. "Ingat janjimu, Clara. Jangan pernah menyakiti putri saya lagi."
Clara mengangguk cepat. "Saya mengerti, Tante."
Setelah itu, Clara berpamitan. Anatasya menghela napas lega. Meskipun hatinya masih sedikit nyeri mengingat perbuatan Clara, ia merasa telah mengambil keputusan yang tepat. Ia tidak ingin menyimpan dendam dan membiarkan masa lalu terus menghantuinya. Ia ingin fokus pada masa depannya, bersama keluarga yang selalu menyayanginya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...