Di TK Pertiwi Masaran, Bu Nadia, guru TK yang cantik dan sabar, mengajarkan anak-anak tentang warna dengan cara yang menyenangkan dan penuh kreativitas. Meskipun menghadapi berbagai tantangan seperti balon pecah dan anak yang sakit perut, Bu Nadia tetap menghadapi setiap situasi dengan senyuman dan kesabaran. Melalui pelajaran yang ceria dan kegiatan menggambar pelangi, Bu Nadia berhasil menciptakan suasana belajar yang penuh warna dan kebahagiaan. Cerita ini menggambarkan dedikasi dan kasih sayang Bu Nadia dalam mengajarkan dan merawat anak-anaknya, menjadikan setiap hari di kelas menjadi pengalaman yang berharga dan penuh makna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Petualangan Seru Study Tour ke Jogja!
Pagi itu, suasana di TK Pertiwi mendadak heboh ketika Bu Sari, kepala sekolah, mengumumkan di ruang guru bahwa sekolah akan mengadakan study tour ke Jogja. Semua guru langsung bersemangat, termasuk Nadia, yang sudah membayangkan serunya membawa anak-anak ke tempat wisata yang penuh dengan keceriaan.
“Bu Nadia, ada kabar baik!” teriak Bu Sari dengan senyuman lebar. “Sekolah kita akan mengadakan study tour ke Jogja minggu depan! Tujuan utamanya ke Kids Fun dan Malioboro!”
Nadia yang sedang membereskan buku di mejanya langsung terkejut dan senang. “Wah, seru banget, Bu! Pasti anak-anak bakal senang sekali,” jawab Nadia antusias. Ia sudah membayangkan bagaimana Aldo dan murid-murid lainnya berlarian di taman bermain, tertawa, dan bersenang-senang.
Rapat guru itu berjalan seru, dan pembicaraan utama adalah tentang persiapan untuk study tour tersebut. Sekolah akan menyewa dua bus besar dari Jamaica Junior, bus mewah yang sering digunakan untuk perjalanan jauh. “Wah, bus Jamaica Junior? Wah, wah... bisa karaoke-an di bus nih!” goda Bu Dina, salah satu guru, membuat yang lain tertawa.
Saat rapat berlangsung, Nadia merasa deg-degan. Selain anak-anak, ada satu hal yang terus terlintas di pikirannya: bagaimana kalau Arman ikut? Arman tentu saja tak akan melewatkan kesempatan untuk menemani Aldo, bukan?
Ketika bel pulang berbunyi, Nadia berjalan keluar kelas bersama murid-murid. Seperti yang ia duga, Arman sudah menunggu di parkiran, bersandar santai di motornya. Begitu melihat Nadia, senyumnya merekah. “Sayang, tadi aku dengar sekolah akan ke Jogja?” tanya Arman sambil melirik Nadia dengan tatapan penuh arti.
“Iya, kita akan ke Kids Fun sama Malioboro,” jawab Nadia sambil tersenyum malu-malu.
“Wah, kebetulan sekali, aku juga ingin ikut! Kan Aldo harus dijaga baik-baik,” kata Arman sambil menatap Nadia sambil berkedip, membuat Nadia hanya bisa menunduk sambil tersenyum malu.
Hari-hari berikutnya dipenuhi dengan persiapan. Para guru sibuk mempersiapkan daftar anak-anak, memastikan semuanya lengkap, dan berkoordinasi dengan bus yang akan digunakan. Nadia dan guru lainnya bekerja keras, namun sesekali bercanda untuk melepas penat. Bu Dina tiba-tiba berkata, “Nadia, jangan lupa loh kalau di bus nanti bisa karaoke-an. Arman kan bisa nemenin kamu nyanyi!” ledeknya dengan suara menggoda.
Nadia tersenyum sambil mencubit pundak Bu Dina, “Ih, Bu Dina, jangan gitu ah, bikin malu!” katanya sambil tertawa.
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba. Dua bus besar Jamaica Junior sudah terparkir di depan sekolah, membuat anak-anak terpesona dengan ukurannya yang megah. Bus itu dilengkapi dengan TV layar besar, karaoke, dan kursi yang empuk. Anak-anak riuh saat naik ke bus, sementara para guru mengarahkan mereka dengan sabar. Arman yang sudah bersiap sejak pagi membawa Aldo dengan tas kecil di punggungnya, langsung menuju ke bus tempat Nadia berada.
“Ayo, sayang, kita duduk di belakang biar bisa santai,” bisik Arman ke Nadia, yang membuat jantungnya berdegup kencang.
Nadia tak bisa menolak, dan mereka pun duduk di kursi belakang. Saat bus mulai melaju, suasana di dalam bus menjadi meriah. Anak-anak tertawa, para guru bercanda, dan beberapa orang tua yang ikut sibuk menjaga anak-anak mereka. Arman, yang duduk di sebelah Nadia, tiba-tiba berkata, “Kita karaoke-an yuk!”
Nadia langsung tersipu. “Eh, enggak ah, malu,” jawabnya sambil menggeleng. Namun Arman tidak menyerah. Dia langsung memegang mikrofon dan memulai lagu romantis, sambil sesekali mencuri pandang ke arah Nadia yang sudah salah tingkah.
“Nah, itu dia si raja karaoke!” seru salah satu guru, membuat seluruh bus tertawa. Nadia hanya bisa tertunduk malu, tapi dalam hati merasa senang.
Di perjalanan, ada banyak kejadian lucu. Salah satu momen paling kocak terjadi ketika seorang murid bernama Bimo tiba-tiba berkata lantang, “Bu, aku mau ke toilet!” Semua guru panik karena bus sedang melaju kencang di jalan tol. Sopir bus dengan sabar berusaha mencari tempat pemberhentian terdekat, namun Bimo sudah tak tahan lagi.
Aldo, yang duduk di dekat Bimo, tiba-tiba berkata, “Kamu tahan aja, nanti sampai Jogja baru pipis!” Semua orang di bus tertawa terbahak-bahak mendengar celotehan Aldo. Bahkan Nadia yang biasanya serius tak bisa menahan tawanya.
Setelah beberapa jam perjalanan yang penuh tawa, akhirnya mereka tiba di Jogja. Anak-anak langsung berlari ke dalam Kids Fun dengan semangat, ditemani oleh guru-guru yang sibuk menjaga mereka. Arman tak pernah jauh dari Nadia, selalu siap membantu menjaga Aldo dan anak-anak lainnya. Namun, setiap ada kesempatan, dia selalu mencuri waktu untuk menggoda Nadia. “Nanti di Malioboro kita beli batik kembaran yuk,” katanya sambil tersenyum jahil.
Nadia hanya tersipu. “Hush, jangan bercanda terus, fokus jaga anak-anak!” jawabnya sambil menahan senyum.
"Kejutan di Atas Roller Coaster!"
Di Kids Fun, suasana begitu riuh dengan tawa anak-anak yang berlarian ke sana ke mari. Aldo, seperti anak-anak lainnya, langsung tertarik dengan segala permainan seru di taman itu. “Papa, aku mau main sama temen-temen!” teriak Aldo sambil berlari ke arah wahana. Arman, yang sudah terbiasa dengan tingkah laku putranya, hanya tersenyum dan melambai.
"Ya sudah, kamu main yang hati-hati ya, Nak!" seru Arman, memastikan Aldo tetap dalam pengawasannya. Sementara itu, Nadia yang berdiri di samping Arman merasa lega melihat Aldo begitu senang.
Namun, tanpa disadari Nadia, Arman memiliki rencana lain untuk menghabiskan waktu mereka. “Sayang, daripada kita cuma nontonin anak-anak main, gimana kalau kita cobain wahana seru di sini?” kata Arman sambil melirik ke arah roller coaster yang tinggi menjulang.
Nadia melirik ke wahana itu dan langsung merinding. “Aduh, Mas, aku nggak berani naik begituan, aku takut ketinggian!” jawab Nadia sambil menggeleng kuat.
Namun Arman tak mau menyerah begitu saja. Dengan senyum nakal, dia mulai merayu, “Ayolah, sayang. Kalau kamu sama aku, pasti aman. Kan ada aku yang jagain kamu.”
Nadia masih terlihat ragu. Dia memandang roller coaster yang menjulang tinggi dan membayangkan bagaimana perasaannya saat meluncur cepat di atas rel. Tapi, setelah Arman terus memohon dan memeluknya dari belakang, Nadia akhirnya luluh. “Ya sudah, tapi kalau aku pingsan kamu yang tanggung jawab ya!” ancamnya dengan nada bercanda.
“Siap, Bu Guru Nadia! Ayo, kita seru-seruan!” jawab Arman sambil menarik tangan Nadia menuju ke wahana.
Ketika mereka duduk di kursi kereta roller coaster, Nadia sudah mulai merasa gelisah. Ia merasakan jantungnya berdetak semakin cepat. “Aduh, Sayang... aku takut nih,” bisik Nadia, tangannya sudah mencengkeram erat lengan Arman.
Arman hanya tersenyum nakal. “Tenang aja, sayang. Ini cuma sebentar, setelahnya kamu pasti ketagihan.” Saat kereta mulai naik perlahan, Nadia semakin merapat ke Arman. Tangannya menggenggam erat baju Arman, dan matanya terpejam rapat-rapat.
Ketika kereta mencapai puncak tertinggi dan bersiap untuk meluncur turun, Nadia benar-benar merasa panik. “Mas Arman, aku takut! Aduh, ini kenapa tinggi banget sih!” serunya dengan suara gemetar. Arman yang sudah menunggu momen itu hanya tersenyum lebar.
Begitu kereta meluncur turun dengan kecepatan tinggi, Nadia berteriak sekuat tenaga, suaranya bercampur dengan tawa anak-anak di sekitar mereka. “Aaaahhhhh!!! Mas Arman!!” Nadia memeluk Arman dengan sangat erat, hampir seperti ingin meresap ke dalam tubuhnya.
Arman merasa ini adalah kesempatan emas. Sambil berusaha menahan tawa karena melihat wajah Nadia yang tegang, dia perlahan mendekatkan wajahnya ke arah Nadia. Di tengah-tengah suara angin kencang dan teriakan, Arman tiba-tiba mengecup bibir Nadia.
Nadia yang awalnya terkejut dan masih sibuk berteriak, tiba-tiba terdiam sesaat. Lidah Arman mulai menjelajahi mulutnya, dan Nadia tak mampu berkata apa-apa. Dengan mata terpejam dan jantung berdegup kencang, dia merasa bingung antara takut pada ketinggian atau justru semakin hanyut dalam ciuman hangat itu.
"Mas, apa-apaan sih! Ini roller coaster, bukan tempat buat cipokan!" kata Nadia dengan wajah merah padam begitu kereta mulai melambat dan mereka kembali ke posisi semula. Tapi, meskipun Nadia mencoba protes, Arman bisa melihat bahwa di balik wajahnya yang merah, ada senyum kecil yang muncul.
“Kamu takut sama ketinggian, tapi nggak takut sama aku? Gimana itu?” goda Arman sambil terkekeh. Nadia hanya memukul pelan dada Arman, tapi dalam hati ia juga sedikit tertawa.
Ketika mereka turun dari roller coaster, Nadia masih berusaha menenangkan dirinya. Namun, Arman terus saja menggoda. “Tadi seru kan, sayang? Apalagi pas di bagian yang... ya, kamu tahu lah,” katanya sambil berkedip nakal.
Nadia menghela napas panjang. “Iya, seru sih... tapi kenapa kamu malah mencium aku di tengah-tengah kereta meluncur? Kan orang-orang bisa lihat, Mas!” protesnya sambil melihat sekeliling, memastikan tak ada yang memperhatikan.
Arman hanya tertawa. “Itu kan yang bikin seru, sayang. Lagipula, nggak ada yang peduli, semua orang sibuk berteriak.”
Nadia akhirnya tak bisa menahan tawa juga. “Ya ampun, kamu emang keterlaluan deh, Mas. Tapi... terima kasih, itu... lumayan bikin aku lupa sama takutnya,” kata Nadia sambil tersenyum malu.
Setelah kejadian itu, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan keliling taman lagi. Mereka mencoba berbagai wahana lain yang lebih tenang, seperti komedi putar dan kereta mini. Namun, setiap kali mereka mendekati wahana yang sedikit menantang, Nadia selalu melihat ke arah Arman dengan pandangan penuh curiga.
“Aku nggak akan tertipu lagi, Mas. Udah cukup sekali aja naik wahana yang bikin jantung copot,” kata Nadia sambil tertawa kecil.
Arman hanya mengangkat bahu. “Yah, kalau kamu nggak mau, aku nggak akan maksa. Tapi inget ya, di roller coaster tadi, itu salah satu momen terindah dalam hidupku,” jawabnya dengan nada serius, meski senyum nakal tetap tersungging di wajahnya.
Nadia yang mendengar itu langsung tersipu malu. “Ih, Mas, bisa aja kamu. Tapi serius, ya udah, jangan ada lagi yang kayak gitu!” katanya sambil mencubit lengan Arman.
Namun, di balik semua kelucuan dan canda tawa, Nadia tak bisa menyangkal bahwa ia juga menikmati momen-momen kebersamaan mereka, bahkan yang paling mendebarkan sekalipun. Ia tertawa dalam hati, mengingat bagaimana takutnya ia di roller coaster, tapi justru malah mendapat kejutan ciuman di tengah-tengah wahana.
Saat hari mulai sore dan Kids Fun mulai sepi, mereka berkumpul kembali dengan para guru dan anak-anak lainnya. Aldo berlari ke arah Arman dan Nadia sambil memeluk kaki mereka. “Papa, Bu Nadia, aku seneng banget main di sini! Kapan kita main lagi?” tanyanya dengan senyum lebar.
Arman tersenyum dan mengusap kepala Aldo. “Kapan-kapan pasti kita main lagi, Nak. Hari ini kamu sudah jadi anak yang hebat,” katanya. Sementara Nadia, yang masih merasa sedikit pusing setelah semua pengalaman hari itu, hanya tersenyum lebar. Dia tahu bahwa hari ini bukan hanya tentang anak-anak yang bersenang-senang, tapi juga tentang bagaimana ia dan Arman semakin dekat.
Dengan momen lucu, menggoda, dan sedikit ketegangan, hari di Kids Fun itu akan selalu dikenang Nadia sebagai salah satu pengalaman paling berkesan dalam perjalanan cintanya bersama Arman.
Setelah seharian bermain di Kids Fun, anak-anak, guru, dan para orang tua menuju Malioboro untuk berbelanja. Suasana menjadi lebih santai, dan Arman serta Nadia berjalan berdua menyusuri jalan Malioboro. Mereka tertawa, bercanda, dan sesekali Arman menggoda Nadia dengan membelikan gelang atau topi lucu. “Ini untuk calon istri masa depan,” katanya sambil menyerahkan gelang kecil ke tangan Nadia.
Nadia tersenyum malu, tapi ia merasa bahagia. Momen-momen seperti ini membuatnya yakin bahwa ia sudah menemukan orang yang tepat. Mereka menghabiskan sisa hari itu dengan berbelanja dan menikmati suasana Jogja yang penuh dengan kebahagiaan.
Di perjalanan pulang, bus terasa lebih sepi karena anak-anak lelah setelah seharian bermain. Arman dan Nadia duduk di kursi mereka sambil berbicara pelan. “Terima kasih untuk hari ini, sayang. Aku sangat menikmati waktu bersama kamu dan Aldo,” kata Arman dengan lembut.
Nadia tersenyum dan menatap Arman. “Aku juga, Mas. Aku berharap kita bisa terus seperti ini, menjaga anak-anak dan menjalani kehidupan bersama.”
Arman menggenggam tangan Nadia erat, dan malam itu, di dalam bus yang tenang, mereka berdua merasakan bahwa hubungan mereka semakin kuat dan penuh cinta.