John Roki, Seorang siswa SMA yang dingin, Cerdas, dan suka memecahkan misteri menjadi logis (Bisa diterima otak)
Kehidupan SMA nya diawali dengan kode rahasia yang tanpa disadari, membawanya ke misteri yang lebih mengancam. Misteri apa itu? kok bisa makin besar? Selengkapnya dalam cerita berikut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoro Z, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Game 20. Tekanan yang kuat.
Roki dengan sikap tenang seperti biasanya, mengajak Marlina ke tempat yang sepi. Mereka berdua masuki aula yang sepi pengunjung. Selama di aula, Roki menghampiri salah satu komputer dan ingin pura-pura memeriksa, belum juga menyalakan komputer, terdengar gebrakan di luar aula. Roki dengan cepat keluar dari aula dan diikuti Marlina yang dari tadi bingung dengan perilaku Roki.
Tommy dan Vendor menahan salah satu siswa laki-laki, Roki menatap siswa tersebut dengan senyuman jahat, dipikirannya terlintas beberapa hal jahat yang ingin dia lakukan ke siswa yang tertangkap itu. Namun saat Marlina melihat siswa itu, dia tersentak kaget dengan reflek “Ton?!” dia memangil nama siswa itu.
Ton pun dibawah ke ruangan OSIS, karena ruangan ini sangat sunyi dan tentunya sangat privasi. Ton hanya menundukkan kepalanya, wajahnya tempat takut, entah takut untuk bertanggung jawab, atau takut dengan wajah Roki yang masih dengan senyuman jahatnya.
Vendor yang sebenarnya orang yang cerai, sekarang wajahnya berubah sangat serius, ad beberapa hal yang membuat dia penasaran. Pertama-tama dia mendekati Marlina.
“Jadi... Nama mu Marlina?” Tanya Vendor sembari memasukkan tangan ke dua sakunya.
Marlina yang kembali dengan sifat tegasnya menjawab. “Iya,” jawabnya singkat.
“Dia salah satu anggota OSIS ku, dia baru kelas satu seperti Roki.” Saut Tommy yang sedang duduk di bangku ketua OSIS nya sambil mengegam kedua tangan diatas meja.
Vendor yang mendengar hal itu, memutuskan untuk tidak menanyakan yang tidak sesuai tapik keadaan saat ini, dia merasa sangat penasaran dengan banyak hal terhadap Marlina. Yang paling kuat diantaranya adalah, kenapa orang seterkenal Marlina tertarik dengan Roki?.
Sedikit informasi, semua anggota OSIS meskipun cuma anggota biasa, dikenal oleh banyak siswa, bukan karena penampilannya, tapi karena OSIS selalu terlibat dengan banyak siswa.
Vendor mengurungkan niat urusan hubungan Roki dan Marlina, karena saat ini yang paling penting adalah Ton. “Ini cuma dugaan ku, apakah kau cemburu melihat Roki dan Marlina bersama?” Tanya Vendor dengan nada tegas.
Tentu saja seluruh ruangan tersentak kaget dengan pertanyaan itu, kecuali Roki, Roki sendiri juga menduga hal itu. Sifat Roki yang cuek dan jarang bicara, menyerahkan semua interogasi kepada Vendor, Roki mengakui kemampuan Vendor.
Marlina yang sebelumnya bersikap tegas, mulai merasa malu-malu. “A-apa yang kamu katakan? Mungkin dia cuma penasaran terhadap aku dan Roki jadi dia mengikuti kami.” Marlina berusaha untuk tidak mempercayai ucapan Vendor.
“Aku tidak bertanya kepada mu, aku bertanya kepada Ton ... Jawab Ton, jangan terus-terusan menunduk seolah-olah dunia mau hancur.” Ucap Vendor dengan tegas, dia berubah sangat dramatis pada momen ini.
Ton secerah perlahan mengakat kepalanya, mulai menjawab. “Iya, aku cemburu melihat Marlina dan Roki berjalan bersama, apakah itu hal yang salah?” Ton menjawab dengan wajah memerah, untuk menyembuhkannya, dia seolah-olah bersikap tidak bersalah.
“Tentu saja itu tidak salah, kita bebas ingin mencintai siapapun,” ucap Vendor sambil berjalan ke kanan dan ke kiri. “Tapi yang salah itu, kau rela berbuat apapun untuk memuaskan rasa cemburu mu ... Kau kan yang merusak komputer di aula?” Vendor membukukan badannya ke depan Ton.
Perasan tegang menyelimuti Ton, dia sangat ingin sekali keluar dari ruangan OSIS dan kabur sejauh mungkin. Tapi dia tidak bisa melakukannya, ruangan OSIS sudah dikunci dari dalam dan kuncinya dibawah Tommy, diletakkan di atas mejanya.
“Kenapa diam? Sesulit itukah mengakui kesalahan?” Vendor benar-benar memojokkan Ton. Disini Roki lebih terkejut dengan sikap Vendor yang berubah drastis.
Beberapa detik kemudian, dengan keringat dingin yang mulai keluar, Ton angkat bicara. “Aku lah yang merusak komputernya! Aku tau itu salah, aku tidak pernah merasa puas setelah melakukannya, aku selalu merasa bersalah selama seminggu ini! Maafkan aku... Maafkan aku... ” Ton menundukkan kepalanya, kedua tangannya memegangi kepalanya dan air matanya pun mengalir.
Marlina menurut mulutnya, ada perasaan campur aduk didalam dihatinya. Tommy hanya diam melihat sekeliling, dia sudah terbiasa dengan sifat Vendor yang menjatuhkan seseorang dengan caranya. Sedangkan Roki, matanya menatap tajam kearah Vendor, dia sudah tidak peduli dengan Ton, dia sedang waspada terhadap Vendor.
Vendor mengangkat padanya, dia mengambil satu kursi sebelah Ton dan mulai duduk disebelah Ton. Vendor menenangkan Ton, biar tidak terus-terusan menangis. Bukan karena kasihan terhadap Ton, tapi karena intonasinya belum selesai.
Setelah Ton mulai tenang, Marlina memberikan diri. “Kenapa...?” suara Marlina gemetar. “Kenapa kamu melakukan ini, Ton?”
“Sudah kukatakan tadi kan, karena perasaan cemburu” Saut Vendor sambil melihat Marlina dan kembali lagi ke Ton. “Yang perlu ditanyakan adalah, sejak kapan perasaan cemburu itu mulai memuncak dan tega melakukan hal tersebut. Kau tau, Roki hampir tidak bisa tidur selama seminggu penuh untuk memperbaiki semua komputer dari awal.”
Vendor tau keadaan Roki, cerita dari Tommy.
Ton memejamkan matanya sejenak, mengingat kembali kejadian beberapa waktu lalu. "Saat hujan lebat itu... Aku melihatmu, Roki, keluar dari rumahnya Marlina. Aku tidak tahu kenapa, tapi itu membuatku marah. Aku berpikir kalau aku sudah kalah darimu, aku tidak ingin kehilangan Marlina selamanya. Perasaan cemburu ku ini memuncak, saat melihat kamu di kelilingi empat cewek saat kamu sedang memperbaiki komputer dan salah satunya adalah Marlina.”
Lanjut Ton, “Aku berfikir, kamu sudah dikelilingi banyak cewek, tapi kenapa masih ingin mendapatkan Marlina juga? Perasaan cemburu ku membuat aku hilang akal sehat dan ya, aku merusak semua komputer yang sebenarnya sudah kau perbaiki.”
Kasusnya sebenarnya sudah selesai disini, tapi Vendor sangat ingin sekali bertanya, Mengani hubungan Ton dan Marlina. Marlina pun menerangkan, kalo mereka berdua adalah teman masa kecil, selalu bersama saat TK dan SD, terpisah saat SMP dan sekarang satu SMA lagi.
Setelah penjelasan Marlina selesai, Roki mulai berdiri. “Ayo Marlina, kita belum selesai jalan-jalan kan? Masih ada sisa waktu sebelum festival hari kedua sekesai.” Ucapnya sambil mengambil kunci pintu dimeja Tommy.
Marlina sangat kaget mendengar hal itu. “O-oh iya,” Ucap Marlina singkat dan langsung berdiri. Dia tidak tau harus mengucapkan kalimat apa lagi Karena saking terkejutnya.
Sebelum Roki membuka pintu, Ton menghentikannya. “Roki!” Teriaknya dan Roki pun cuma menoleh ke arah Ton. “Ma-maaf, aku tidak tau apa yang bisa kulakukan untuk menebus kesalahanku, tapi saat ini hanya ucapan maaf yang bisa kulakukan” Lanjut Ton dengan nada lembut.
“Itu sudah cukup, aku sudah memaafkan kamu.” Ucap Roki sambil lanjut membuktikan pintu, setelah pintu terbuka, dia menghadap kearah Ton. “Kau tidak perlu melakukan hal-hal untuk ku, aku tidak suka memperbesar masalah” Ucap Roki dan saat Marlina keluar ruangan, mereka berdua pun pergi sembari sembari pamit dengan menundukkan kepala.
Spesial lagi untuk kalian, apakah kalian penasaran, kenapa Roki buru untuk pergi? Karena dia tau, setelah Vendor menanyakan hubungan Marlina dengan Ton, Vendor pasti juga menanyakan hubungan Roki dan Marlina. Apakah kalian juga penasaran? Dengan kanada Vendor saat ini? Wajahnya senyum sangat lebar, namun hatinya, ada perasaan yang sangat mengganjal terhadap Roki.