Yunita, siswi kelas dua SMA yang ceria, barbar, dan penuh tingkah, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis saat orang tuanya menjodohkannya dengan seorang pria pilihan keluarga yang ternyata adalah guru paling killer di sekolahnya sendiri: Pak Yudhistira, guru Matematika berusia 27 tahun yang terkenal dingin dan galak.
Awalnya Yunita menolak keras, tapi keadaan membuat mereka menikah diam-diam. Di sekolah, mereka harus berpura-pura tidak saling kenal, sementara di rumah... mereka tinggal serumah sebagai suami istri sah!
Kehidupan mereka dipenuhi kekonyolan, cemburu-cemburuan konyol, rahasia yang hampir terbongkar, hingga momen manis yang perlahan menumbuhkan cinta.
Apalagi ketika Reza, sahabat laki-laki Yunita yang hampir jadi pacarnya dulu, terus mendekati Yunita tanpa tahu bahwa gadis itu sudah menikah!
Dari pernikahan yang terpaksa, tumbuhlah cinta yang tak terduga lucu, manis, dan bikin baper.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19– Liburan Pasca Ujian
Ujian akhirnya selesai.
Suasana sekolah kini jauh lebih ramai tapi santai tidak ada lagi wajah panik, hanya sorak kegembiraan anak-anak yang merasa sudah “bebas dari penderitaan”.
Di antara kerumunan itu, Yunita berjalan ringan sambil mengibas-ngibaskan kertas ujian terakhir. “Akhirnya selesai juga! Aku bebas!” serunya lantang.
Rara, Nadia, dan Salsa yang di belakangnya langsung ngakak.
“Bebas apaan, Yun? Besok kamu tetap balik ke rumah yang gurunya juga suamimu!” canda Salsa.
Yunita langsung menoleh dan menatap mereka dramatis. “Huh, bebas dari kertas, bukan dari manusia batu di rumah!”
Belum sempat mereka tertawa lagi, suara berat yang amat dikenal itu terdengar dari arah belakang.
“Manusia batu?” Semua serempak menoleh.
Yudhistira berdiri tak jauh dari sana, memegang map nilai, dengan ekspresi datar tapi matanya jelas menyimpan tawa.
Yunita meneguk ludah. “Eh… aku gak bilang kamu manusia batu, kok. Maksudku… manusia kuat...ya, kuat kayak batu,” ucapnya cepat sambil tersenyum kikuk.
Yudhistira menatapnya lama, kemudian mengulurkan tangan ke arah rambut Yunita yang berantakan karena angin. Ia merapikannya pelan.
“Kalau batu, mungkin kamu yang lebih cocok. Keras kepala,” ujarnya tenang.
Sontak Rara, Nadia, dan Salsa langsung menjerit kecil di belakang.
“Omongannya manis banget, sumpah aku diabetes,” bisik Nadia.
“Dia kayak guru killer di luar, tapi pas sama istrinya, auto suami idaman!” timpal Rara.
Yunita cuma bisa menyembunyikan wajah di balik map ujian sambil bergumam, “Aduh, malu banget…”
Hari Pertama Libur
Liburan dimulai, tapi bukannya jalan-jalan, Yunita malah disuruh “remedial rumah tangga”.
----
Pagi-pagi, Yudhistira sudah berdiri di dapur, mengenakan apron abu-abu.
“Mulai hari ini, kamu saya ajari masak yang benar,” katanya tegas.
Yunita menatapnya dari pintu dapur dengan ekspresi meringis. “Tapi aku kan pengen liburan, bukan ikut pelatihan survival.”
“Liburanmu dimulai setelah kamu bisa bedain mana gula dan garam.”
“Yah! Aku tuh cuma salah waktu itu, gara-gara lampu dapur mati!” bela Yunita.
Yudhistira tak bergeming. Ia menyerahkan sendok kayu ke tangan Yunita. “Masak nasi goreng. Saya lihat.”
Yunita menarik napas panjang. “Baik, Chef Yudis.”
Beberapa menit kemudian, aroma aneh mulai memenuhi dapur.
“Ehm… kamu yakin itu nasi goreng, bukan eksperimen kimia?” tanya Yudhistira pelan sambil menatap wajan yang mengeluarkan asap hitam.
“Uh… aromanya unik, kan?” kata Yunita, mencoba tersenyum.
Yudhistira mendekat, mencicipi sedikit. Ekspresinya datar lalu perlahan menatap istrinya.
“Rasanya kayak arang yang jatuh cinta sama kecap asin,” ujarnya tenang.
Yunita menatapnya kesal. “Kamu bisa gak sih sedikit muji?”
Yudhistira menahan senyum. “Baiklah… minimal, kamu berhasil bikin nasi jadi… sesuatu yang bisa dimakan kalau orangnya lagi putus asa.”
Yunita menjerit pelan sambil memukul lengan suaminya dengan sendok kayu. “Dasar suami nyebelin!”
Tapi saat dia berbalik hendak membuang nasi gosong itu, Yudhistira menahan tangannya.
“Biarin. Aku makan aja. Kan buatan istri sendiri.”
Sekejap, Yunita terdiam. Pipinya langsung memerah. “Hah? Kamu mau makan yang gosong begini?”
“Gak apa. Yang penting kamu yang buat.” jawab Yudhistira
Yunita menatapnya, antara terharu dan geli. “Ih, gombal banget! Tapi... makasih, ya.”
Dan untuk pertama kalinya, dapur kecil itu dipenuhi tawa hangat, bukan asap gosong.
...****************...
Salsa
Beberapa hari kemudian, Yunita diajak liburan ke pantai bareng Rara, Nadia, dan Salsa.
Awalnya Yudhistira keberatan, tapi akhirnya mengizinkan dengan satu syarat:
“Kalau ada cowok yang ngelirik kamu, kabari saya. Saya datang.”
“Pak Yudis! Ini pantai, bukan medan perang!” protes Yunita sambil mendorong dadanya pelan.
Namun begitu sampai di pantai, perkataan Yudhistira benar-benar terjadi.
Beberapa cowok dari sekolah lain mulai melirik Yunita yang mengenakan dress biru muda dan topi jerami.
“Eh, cewek itu lucu banget, deh.”
“Kelas sekolah mana, ya?”
Rara yang mendengar langsung menoleh ke Yunita. “Yun, suamimu pasti bisa ngerasain aura bahaya sekarang!”
Dan benar saja tak lama kemudian, motor Yudhistira berhenti di parkiran pantai. Dengan kemeja putih dan kacamata hitam, dia datang… dengan aura maut yang bikin cowok-cowok tadi langsung mundur perlahan.
“Pa—Pak Yudis?!” Yunita membelalak. “Kamu ngikutin aku?!”
“Bukan ngikutin,” jawabnya kalem. “Cuma memastikan istri saya gak diculik hiu darat.”
Rara, Nadia, dan Salsa langsung ngakak.
“Hiu darat katanya! Astaga, Pak, Anda suami paling posesif lucu se-Indonesia!”
Yunita menatapnya dengan wajah setengah malu setengah gemas. “Kamu tuh gak perlu datang segala, aku bisa jaga diri.”
Yudhistira menghela napas. “Saya tahu. Tapi saya juga tahu kamu suka nyasar walau cuma ke warung kelapa muda.”
Yunita terdiam. “Oke, itu valid.”
Akhirnya, mereka semua menghabiskan sore di tepi pantai.
Yunita dan teman-temannya bermain pasir, sementara Yudhistira duduk agak jauh, membaca buku tapi matanya sesekali memantau istrinya.
Sampai akhirnya, Yunita menghampiri sambil membawa es kelapa. “Nih, buat kamu.”
“Terima kasih.”
“Kamu tahu gak, kalau kamu diem gitu, orang-orang kira kamu lagi syuting drama.”
“Drama apa?”
“Drama Suamiku, Sang Pengawas Pantai.”
Yudhistira menatapnya, lalu menggeleng sambil tersenyum kecil. “Kalau gitu, kamu pemeran utamanya.”
“Loh kenapa?”
“Karena kamu sumber kehebohan di tiap episode hidup saya.”
Yunita menunduk, pipinya merona lagi. “Ih, kamu tuh ya... bikin aku jatuh cinta lagi tiap hari.”
“Bagus. Soalnya saya juga begitu.”
bersambung
yo weslah gpp semangat Thor 💪 salam sukses dan sehat selalu ya cip 👍❤️🙂🙏